Liputan6.com, Singapura - Saat yang dinantikan 47 tim atau 98 peserta Young Social Entrepreneurs (YSE) 2018 pun tiba. Sebelum pengumuman terhadap 16 tim startup (perusahaan rintisan) atau wirausaha muda, Jean Tan, selaku Direktur Eksekutif dari Singapore International Foundation (SIF), pun secara resmi membuka acara yang dimulai tepat pukul 18.00 waktu Singapura, Sabtu, 24 Maret 2018.
"Selamat kalian telah melewati program intensif selama empat hari, yakni klinik bisnis, lokakarya, dialog, dan diskusi, dan tentu saja promosi wirausaha sosial kalian. Kami juga mengapresiasi komitmen kalian untuk menjadi wirausahawan sosial yang bertekad mengubah dunia," ucap Jean.
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, selama program berlangsung, para peserta Young Social Entrepreneurs 2018 tidak perlu takut dan ragu mengembangkan bisnis sosialnya. "Kalian telah memiliki jaringan internasional, komunitas global YSE, dan mitra yang dapat diakses untuk meraih dukungan sebagai agen perubahan," imbuhnya.
Selanjutnya, puluhan wirausaha muda itu pun menyimak pengumuman siapa saja yang berhak maju ke babak berikut, sekaligus memperoleh peluang meraih pendanaan pada November mendatang dari organisasi nirlaba asal Singapura tersebut. Pendanaan untuk usaha masing-masing yang sebelumnya dipaparkan dalam bentuk presentasi di hadapan penguji.
Begitu nama tim Musimpanen Indonesia disebut sebagai salah satu yang lolos babak selanjutnya, wajah Erdi Pratama selaku co-founder atau pendiri startup sosial atau perusahaan rintisan tersebut bersama dua rekannya, Alif Oktafian dan Gilang Indy Ashari, tampak semringah. Mereka pun maju ke depan aula co-working space (ruang kerja bersama) Urban Mangrove, Block D, 231 Mountbatten Road, Singapura.
Musimpanen Indonesia adalah perusahaan rintisan di bidang agrikultur yang fokus pada perkebunan, pengaturan lahan pertanian dan pengolahan komoditas. Saat ini, Erdi bersama dua rekannya menjalankan proyek mengubah jagung dan sitronela (sejenis minyak atsiri) menjadi kudapan dan peralatan mandi.
"Dalam dua tahun permintaan (minyak sitronela) meningkat, bahkan menjadi primadona. Harga per Desember (2017) US$ 20 per kilogram, kini menjadi US$ 30," ucap Erdi, kepada Liputan6.com.
Lulusan Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) ini pun berpesan kepada milenial (generasi sekarang) tak ragu untuk terjun ke sektor pertanian. Terutama, komoditas yang sedang tinggi permintaannya.
Hanya saja, Erdi mengingatkan. "Pemuda-pemuda Indonesia, kalau mau bisnis pertanian harus sabar karena tantangan di lapangan," ujar pemuda berusia 23 tahun yang merupakan co-founder atau pendiri Musimpanen Indonesia itu dalam wawancara dan keterangan kepada Liputan6.com di Singapura, pada Sabtu dan Minggu, 24-25 Maret 2018.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Peluang Raih Dana 20 Ribu Dolar Singapura
Sebelumnya, nama startup Indonesia lainnya juga disebut panitia Young Social Entrepreneurs, yakni Elvish. Startup sosial ini menyediakan sistem elektrik bagi para nelayan, sehingga bisa menekan biaya operasi dan mendapatkan keuntungan lebih.
Selain Musimpanen Indonesia dan Elvish, ada empat perusahaan rintisan asal Indonesia yang mengikuti workshop dan presentasi bersama 47 tim dari 98 peserta YSE 2018. Keempatnya adalah Cascara, perusahaan rintisan digital yang membantu petani kopi mengolah produk bernilai tambah dari kopi dengan kandungan antioksidan tinggi.
Ada pula Homebake, situs dagang elektronik yang menyediakan platform khusus produk makanan. Serta, Niskala, perusahaan rintisan di bidang manajemen sampah yang mengedukasi melalui acara kebudayaan di Bali. Selanjutnya, Wonderlabs Academy, startup di bidang pelatihan bagi perempuan, sehingga memiliki daya saing di dunia kerja.
Sementara, 14 startup dari sejumlah negara yang juga maju ke babak berikut YSE 2018 adalah Cricket One (Vietnam), Everybody Eats (Amerika Serikat), Greenovations (India), Involve (India), Junior Art Lab (Singapura), Khemdro Dairy Group (Bhutan), Kon Chhlat (Kamboja), Manram (India), Pinkcollar (Malaysia), Project Paplet (Malaysia), Scan Book (Kamboja), The Kisan Union (Singapura), Treedots Enterprise (Singapura), dan Ugly Food (Singapura).
Program Young Social Entrepreneurs mendorong kaum muda mengubah dunia melalui kegiatan wirausaha sosial atau kegiatan bisnis yang bermisi sosial. Satu di antara program unggulan organisasi nirlaba Singapore International Foundation ini digelar pertama kali pada 2010. Kini, YSE memiliki 870 alumnus yang mewakili 27 negara dan teritori. Sebanyak 183 orang di antaranya berasal dari Indonesia.
Untuk YSE 2018, SIF telah menerima sekitar 200 proposal pada akhir tahun lalu. "Saat ini dari seluruh ide yang masuk telah tersaring sebanyak 47 tim. Mereka nantinya akan mempresentasikannya pada Sabtu mendatang, 24 Maret 2018," ujar Martin Ng, selaku Head, Good Business, Programmes Division SIF, di kantor pusat organisasi nirlaba tersebut, Selasa, 20 Maret 2018.
Ia menambahkan, program YSE berlangsung selama delapan bulan dan dibagi ke dalam empat tahapan. Lokakarya selama empat hari, kemudian skema pembimbingan, kunjungan studi ke luar negeri, klinik bisnis reguler, dan aktivitas jaringan alumni YSE.
Terakhir, sesi presentasi final untuk mendapatkan pendanaan. Bagi setiap tim yang terpilih karena dianggap memiliki dampak sosial, Martin mengungkapkan, SIF akan memberikan pendanaan sebesar 20 ribu dolar Singapura secara bertahap.
Advertisement
Startup Indonesia Kerap Jawara
Adapun pada tahun lalu, berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, dua perusahaan rintisan asal Indonesia berhasil memenangi penghargaan YSE 2017 bersama empat tim atau peserta lainnya, yakni Auctorem Solutions (India), Freedom Cups (Singapura), JM Nutrition Consultancy (Malaysia), dan Lakshya Jeevan Jagriti (India).
Dua startup dari Indonesia itu adalah Bhumihara, usaha pengelolaan sampah menjadi nilai ekonomi. Serta, Gigicare, aplikasi yang menghubungkan dokter gigi dan pasiennya.
Sementara di tahun 2015, empat tim Indonesia meraih Young Social Entrepreneurs 2015 di Singapura. Mereka mengungguli 15 tim finalis lain. Keempatnya dinilai terbaik menggagas bisnis bermisi sosial, berdampak pada masyarakat, dan berkelanjutan dari sisi manajemen dan operasional.
Mereka adalah tim Ecodoe, Osiris, STARTIC, dan WateROAM beranggotakan 16 pemuda. Selain menyisihkan 15 tim, sebelumnya mereka juga lolos seleksi ketat dari total 41 tim atau 90 peserta wirausahawan muda dunia.
Tim Ecodoe memberdayakan perajin lokal dan ibu rumah tangga di Jawa Barat. Tim OSIRIS menangani pemberdayaan masyarakat yang memiliki keterbatasan fisik dan petani buah naga di Yogyakarta.
Sementara, tim STARTIC memberdayakan masyakat terpinggirkan (marjinal) untuk memproduksi kerajinan dari produk daur ulang. Sedangkan tim WateROAM menciptakan inovasi sistem penyaring air yang berguna di daerah-daerah yang terkena bencana, terutama di negara-negara berkembang.