Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan mengusulkan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump harus memenangi Nobel Perdamaian atas perjuangannya mengupayakan dialog dua Korea dan upaya perlucutan senjata nuklir Korea Utara.
Usulan itu diutarakan oleh Presiden Moon Jae-in beberapa hari usai KTT Korea Utara-Korea Selatan yang berlangsung pada Jumat, 27 April lalu. Demikian seperti dikutip dari The Independent (1/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Konferensi itu merupakan perhelatan historis karena mempertemukan kembali dua pemimpin Korea untuk pertama kalinya setelah beberapa dekade terakhir. Kedua pemimpin juga menghasilkan serangkaian kesepakatan positif bagi upaya perdamaian di Semenanjung Korea.
Menilik konferensi bersejarah itu, Moon Jae-in turut memberikan kredit kepada Donald Trump, yang ia anggap telah berkontribusi mensukseskan perhelatan KTT tersebut.
"(Donald Trump) layak mendapatkan pengakuan yang besar karena berhasil mengupayakan dialog Inter-Korea (KTT Korut-Korsel)," kata Moon di hadapan kabinet kepresidenan, seperti dikutip salah satu pejabat tinggi Korea Selatan.
"(Oleh karena itu) Presiden Trump harus memenangi Nobel Perdamaian, karena apa yang kita butuhkan hanyalah perdamaian," lanjutnya mengomentari Donald Trump.
Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Â
Analis Tak Sependapat
Di sisi lain, sejumlah analis tak sependapat dengan usulan Presiden Moon jae-in.
TJ Pempel, profesor di University of California Berkeley mengatakan kepada The Independent bahwa Trump "Layak mendapat kredit, tetapi tidak begitu banyak."
Lebih lanjut, Pempel mengatakan, keputusan China untuk menghentikan transaksi perdagangan dengan Korea Utara sebagai bentuk kepatuhan atas sanksi ekonomi Dewan Keamanan PBB terhadap Korut, justru 'jauh lebih penting' ketimbang peran Trump.
China adalah satu-satunya mitra ekonomi utama Korea Utara, tetapi perdagangan antar-keduanya mengalami penurunan sekitar 90 persen, menyusul penerapan sanksi ekonomi sebagai respons atas tes bom nuklir dan rudal balistik Korut.
Pembatasan perdagangan akibat sanksi tersebut diduga telah mendorong inisiatif diplomatik Korea Utara untuk melaksanakan KTT dengan Korea Selatan, kata Zhang Liangui, analis dari Central Party School -- sekolah untuk pejabat Partai Komunis China -- seperti dikutip dari The South China Morning Post.
Selain itu, Alison Evans, Kepala Deputi Asia Pasifik di firma riset IHS Markit mengatakan bahwa sepak terjang Trump dalam dinamika geopolitik di Semenanjung Korea pra-KTT Korea Utara-Korea Selatan justru hanya memperkeruh situasi.
"Taktik tekanan tinggi sang presiden AS hanya menegaskan kepada Korea Utara bahwa mereka tepat untuk mengembangkan senjata nuklir," kata Evans seperti dikutip dari The Independent.
"Oleh karenanya, Trump (justru) harus menerima kredit yang sangat minimal."
Advertisement