Dalam 2,5 Tahun, AS Berharap Perlucutan Senjata Korut Skala Besar

Sehari setelah penandatanganan perjanjian dalam pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un di Singapura, Menlu AS berharap ada perlucutan senjata skala besar Korut.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Jun 2018, 12:37 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2018, 12:37 WIB
Mike Pompeo, Direktur CIA pada era Presiden Donald Trump
Mike Pompeo, Menlu AS era Donald Trump. (Associated Press)

Liputan6.com, Washington, D.C - Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo mengatakan bahwa Amerika Serikat mengharapkan perlucutan senjata skala besar oleh Korea Utara dalam waktu dua setengah tahun. Pernyataan itu disampaikan sehari setelah Presiden Donald Trump menandatangani perjanjian dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dalam misi denuklirisasi menyeluruh.

Setelah memberi penjelasan kepada pejabat Korea Selatan di Seoul tentang KTT Trump-Kim di Singapura, Diplomat Amerika tertinggi itu mengatakan Amerika sudah pasti ingin tindakan Korea Utara yang dapat diverifikasi terkait denuklirisasi Semenanjung Korea pada akhir masa jabatan pertama Trump di Gedung Putih, Januari 2021.

"Saya ... yakin mereka mengerti bahwa akan ada verifikasi mendalam," kata Pompeo, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (14/6/2018).

Pompeo menambahkan bahwa pembicaraan Amerika lebih lanjut dengan Korea Utara tentang bagaimana dan kapan akan mengakhiri program nuklirnya, akan dilanjutkan "kira-kira pada minggu depan."

Dia mengatakan Donald Trump dan Kim Jong-un mencapai pengertian yang tidak tertulis dalam dokumen yang mereka tandatangani.

"Tidak semua isi pembicaraan itu tercantum dalam dokumen terakhir," kata Pompeo.

"Tetapi banyak bidang lain di mana ada pemahaman yang dicapai, yang tidak dapat kami tuangkan dalam tulisan, jadi itu berarti masih ada beberapa pekerjaan yang harus dilakukan, tetapi banyak yang digarap di luar yang tertuang dalam dokumen akhir. Dari situlah nanti kami akan melanjutkan pembicaraan."

Pengritik di Amerika mengatakan dokumen itu tidak berisi rincian yang disepakati dan bahwa Trump telah memberi terlalu banyak konsesi kepada Kim Jong-un, terutama bahwa Amerika Serikat mengakhiri latihan militernya dengan Korea Selatan, yang lama menjengkelkan bagi Korea Utara.

Trump kembali ke Washington, menyatakan di Twitter "Tidak ada lagi ancaman nuklir dari Korea Utara," Meskipun dokumen yang ditandatanganinya dengan Kim Jong-un tidak menyebut Pyongyang akan membongkar program senjata nuklirnya.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

Detik-Detik Jabat Tangan Kim Jong-un dan Donald Trump

Jabat Tangan Perdana Trump dan Kim Jong-un
Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un dalam pertemuan bersejarah di resor Capella, Pulau Sentosa, Selasa (12/6). Kim dan Trump hadir di depan jurnalis dengan latar belakang bendera Korut dan AS. (AP/Evan Vucci)

Selasa 12 Juni 2018 menjadi momentum pertemuan dua pemimpin yang sebelumnya dikenal tak rukun, Donald Trump dan Kim Jong-un.

Trump yang berusia 71 tahun, berlatar belakang miliarder, dan dipilih secara demokratis sebagai pemimpin negara besar yang adikuasa bertemu Kim Jong-un, pemimpin muda yang mewarisi kekuasaan dari ayah dan kakeknya, serta menerapkan kediktatoran yang menindas rakyatnya.

Meski tak imbang di atas kertas, di Singapura, Kim Jong-un diperlakukan setara dengan Donald Trump.

Saat bertemu untuk kali pertamanya, keduanya saling mengulurkan tangan. Sinyal-sinyal permusuhan dan kecurigaan masih terlihat, meski samar.

Keduanya saling menahan diri untuk tak tersenyum berlebihan. Donald Trump mengucap beberapa kata, sementara Kim Jong-un mendengarkan. Tak jelas apakah pemimpin muda Korut itu memahami ucapan lawan bicaranya.

Sentuhan Donald Trump ke lengan Kim Jong-un memberikan sedikit kehangatan di tengah pertemuan yang dipantau dunia itu.

Namun, baik Donald Trump dan Kim Jong-un berdiri tegak dalam sesi foto resmi. Senyuman yang sempat tersungging di bibir mereka lenyap. Ekspresi keduanya serius.

Seperti dikutip dari situs ABC Australia, Selasa 12 Juni 2018, sikap serius itu seakan keduanya menyadari bahwa mereka duduk bersama atas dasar rasa takut bahwa pihak lawan bisa mengirimkan rudal dengan hulu ledak nuklir.

Beberapa kali Kim Jong-un sesumbar akan mengirim rudal ke daratan utama AS. Pulau Guam, teritori Amerika Serikat di Pasifik juga pernah jadi target uji coba misil Pyongyang.

Beberapa saat kemudian, senyuman kembali muncul ketika kedua pemimpin yang dulunya musuh bebuyutan itu saling mengobrol dengan bantuan penerjemah.

Ketika mereka pindah ke ruang pertemuan, Kim terlihat tegang. Ia duduk dengan posisi tubuh condong ke depan.

Kepada Donald Trump, ia mengatakan, kedua pemimpin telah mengatasi banyak rintangan untuk bertemu di Singapura.

"Tak mudah untuk datang ke sini. Saya juga berharap pertemuan ini akan sukses," kata dia.

Trump kemudian bicara tentang hubungan keduanya yang luar biasa. "Kita akan memiliki hubungan yang luar biasa," ujar suami Melania Trump itu.

Dan bahwa tak ada yang luar biasa baginya.

Pada saat pasangan itu muncul lagi, sekitar 30 menit kemudian, mereka tampak lebih akrab dan santai, meski bahasa tubuh mereka tidak terlalu hangat.

Donald Trump dan Kim Jong-un kembali berjabat tangan saat memulai makan siang bersama para pejabat kedua negara.

"Kita akan menyelesaikannya bersama," kata Donald Trump kepada Kim Jong-un yang jauh lebih muda dari usianya. Ia merujuk pada pada kerja sama antara kedua negara.

Pertemuan Donald Trump dan Kim Jong-un menandai perbaikan hubungan dua negara. Di satu sisi, ini adalah prestasi bagi Kim Jong-un -- yang tak bisa diraih ayahnya, Kim Jong-il dan sang kakek, Kim Il-sung.

AS tidak mengakui Republik Rakyat Demokratik Korea dan tak menjalin hubungan diplomatik dengan Pyonyang.

Sementara, Dinasti Kim sudah lama menganggap AS sebagai musuh bebuyutan -- sebagai musuh bersama dan ancaman yang laten untuk menegakkan legitimasi rezim di mata rakyatnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya