Harvard University Kembangkan Kecerdasan Buatan untuk Prediksi Gempa Bumi Susulan

Para peneliti dari Harvard University mengembangkan kecerdasan buatan yang diharapkan dapat memprediksi lebih tepat terjadinya gempa Bumi susulan.

diperbarui 29 Sep 2018, 07:31 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2018, 07:31 WIB
Gempa Bumi
Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Amsterdam - Gempa susulan diketahui bisa lebih merusak daripada gempa utama, karenanya penting bagi ilmuwan untuk memprediksi dengan lebih tepat gempa susulan.

Saat ini, para ahli gempa atau seismolog memang telah memiliki metode untuk meramalkan besaran kekuatan dan waktu gempa susulan, namun masih belum banyak yang bisa memprediksi dengan tepat di mana gempa akan terjadi.

Untuk mengatasi masalah tersebut, sekelompok periset meneliti apa yang mereka sebut dengan program "pembelajaran mendalam." Dalam program ini, mereka mempelajari puluhan ribu data terkait gempa bumi dan gempa susulan, untuk melihat apakah mereka bisa memperbaiki prediksi yang ada sekarang.

"Dengan menggunakan pendekatan yang ada saat ini, peramalan lokasi gempa susulan memiliki ketepatan sekitar tiga persen pada seluruh set data pengujian. Pendekatan jaringan kami memiliki presisi sekitar enam persen," kata Phoebe DeVries, salah satu penulis dalam studi yang diterbitkan di jurnal Nature, seperti dikutip dari DW, Sabtu (29/9/2018).

"Pendekatan ini lebih akurat, karena dikembangkan tanpa adanya keyakinan di mana gempa susulan akan terjadi," kata DeVries yang juga bekerja di program pasca-doktoral di Harvard University.

Meniru Kinerja Otak Manusia

Para peneliti menggunakan jenis kecerdasan buatan yang dimodelkan pada cara kerja otak manusia, ketika membuat koneksi.

"Program ini memungkinkan para peneliti untuk memetakan kaitan antara karakteristik gempa bumi besar --bentuk patahan, seberapa banyak tanah longsor, bagaimana hal itu menimbulkan tekanan pada Bumi-- dan di mana gempa susulan terjadi," kata Brendan Meade, profesor ilmu Bumi dan planet di Harvard University, dan yang juga rekan penulis dalam penelitian itu.

Para peneliti menguji jaringan data tersebut dengan cara menyembunyikan sekitar seperempat informasi dari data set yang mereka miliki, kemudian memberikan informasi lainnya kepada program komputer.

Lalu mereka menguji seberapa baik kinerja program dalam memprediksi lokasi gempa susulan berdasarkan seperempat informasi yang belum diberikan kepada program itu.

Dari penelitian tersebut, para peneliti menemukan bahwa 6% dari area yang diidentifikasi oleh program sebagai berisiko tinggi ternyata memang benar-benar mengalami gempa susulan. Hasil ini naik dari 3% ketepatan, bila menggunakan metode yang ada.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya