Liputan6.com, Jakarta - Pejabat Badan PBB untuk Urusan Pengungsi Palestina di Timur Tengah, UNRWA, pada 15 Oktober 2018, menegaskan bahwa penyebab utama krisis defisit dana yang dialami oleh UNRWA tahun ini adalah Amerika Serikat. Negeri Paman Sam memutuskan untuk menghentikan seluruh pendanaannya terhadap organisasi tersebut.
Tahun ini, AS menghentikan donasi lebih dari US$ 300 juta kepada UNRWA. Ini adalah keputusan yang membuat UNRWA menderita defisit besar pada awal 2018, yakni mencapai US$ 446 juta.
"Awal tahun ini, defisit kami mencapai angka US$ 446 juta. Defisit itu sebagian besar disebabkan oleh keputusan AS menghentikan seluruh pendanaannya kepada UNRWA. Dan AS sendiri merupakan penyumbang terbesar bagi UNRWA selama 17 tahun terakhir," kata Direktur Perencanaan UNRWA, Abdi Aynte di Jakarta, Senin (15/10/2018).
Advertisement
Nominal itu telah menipis jika dibandingkan defisit yang mereka derita awal tahun ini, kata Abdi. Sekarang, UNRWA mengalami defisit sebesar US$ 60 juta atau sekitar Rp 912,8 miliar --angka yang dinilai masih cukup signifikan.
Baca Juga
"Sebagian besar defisit yang dialami oleh UNRWA ditutup oleh donasi Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Kuwait. Keempat negara memberikan total donasi sekitar US$ 200 juta. Tapi, defisit belum tertutup sepenuhnya," ujar pejabat UNRWA itu.
Kendati demikian, Abdi yakin bahwa sisa defisit dapat dikurangi secara signifikan, atau bahkan, ditutup sepenuhnya pada akhir tahun ini.
"Kami telah mulai menggerakkan tim ke berbagai negara dan berbagai komunitas internasional, guna membujuk mereka untuk meningkatkan donasi demi menutup defisit yang ada selama sisa tahun ini," ujarnya.
"UNRWA juga berusaha menjangkau untuk mencari sumber pendanaan baru, seperti ke filantrofi atau organisasi kemanusiaan lain yang selama ini belum kami jamah."
Ancaman Serupa pada 2019
Namun, meski defisit itu berhasil ditutup pada akhir 2018, UNRWA masih harus menghadapi ancaman serupa pada 2019. Itu karena UNRWA menilai bahwa AS tampak bersikukuh untuk menghentikan seluruh pendanaannya seperti yang mereka lakukan pada tahun ini.
"AS tampak tak berkeinginan untuk kembali mendanai UNRWA tahun depan. Pemerintahan mereka masih dipimpin presiden yang sama (Donald Trump). Jadi, isu defisit yang kami alami tahun ini mungkin akan terjadi lagi," ujar Abdi.
Amerika Serikat mengakhiri seluruh pendanaannya untuk UNRWA untuk tahun 2018, dengan menyebut alasan bahwa organisasi itu mengalami "cacat yang tak dapat diperbaiki", demikian pernyataan pihak Kementerian Luar Negeri AS.
Tuduhan itu dibantah oleh UNRWA yang justru menyebut bahwa keputusan AS bersifat politis, dipicu oleh isu panas seputar pemindahan kedutaan AS di Tel Aviv ke Yerusalem pada akhir 2017. Kecenderungan Presiden Donald Trump yang pro Israel pun disebut oleh UNRWA sebagai salah satu pemicu.
Karena anggaran UNRWA mayoritas berasal dari donasi sukarela mandiri dari negara atau entitas internasional, langkah AS yang memutus total donasinya untuk UNRWA, membuat lembaga tersebut kewalahan.
Pada Juli 2018 misalnya, defisit anggaran membuat UNRWA harus membebastugaskan sejumlah pegawainya yang bekerja di program-program perbantuan untuk para pengungsi Palestina.
Di tengah krisis defisit tersebut, UNRWA tetap harus bertanggung jawab mengelola 709 sekolah dengan 21.946 orang guru yang mengajar anak didik sebanyak 515.260 orang di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Khusus di Yordania, UNRWA mengelola 171 sekolah, 3 pusat pelatihan vokasional dengan 121.368 murid yang tersebar di 10 kamp pengungsi.
UNRWA juga memberikan layanan kesehatan bagi lebih dari 9 juta pasien Palestina di hampir 150 klinik kesehatan primer setiap tahun.
Simak video pilihan berikut:
Pemerintah dan Rakyat Indonesia Akan Terus Bantu UNRWA
Di lain kabar, Duta Besar RI untuk Yordania merangkap Palestina menegaskan, pemerintah dan rakyat Indonesia akan terus mendukung UNRWA di tengah krisis defisit dana operasional organisasi itu, menyusul langkah Amerika Serikat yang menghentikan pendanaannya secara total kepada UNRWA.
Dubes Andy menyampaikan komitmen itu saat mendampingi Komisaris Jenderal UNRWA (United Nations Refugee Work and Relief Agency for Palestinian Refugees) Pierre Krahenbuhl menyambangi sekolah yang dikelola UNRWA di kamp pengungsi Palestina di Amman, Yordania, pada Minggu 2 September 2018 lalu.
Kepada Krahenbuhl, Dubes Andy menyampaikan keprihatinannya dan menyatakan bahwa Indonesia akan turut mendukung penggalangan dana untuk membantu operasional UNRWA, baik itu melalui dukungan domestik maupun mendesak negara-negara internasional untuk memberikan perhatian yang lebih kepada UNRWA. Demikian dikutip dari rilis resmi KBRI Amman yang diterima Liputan6.com, Selasa 4 September 2018.
"Perjuangan bangsa Palestina dalam meraih kemerdekaan adalah merupakan agenda prioritas dalam politik luar negeri Indonesia, yang akan terus didorong melalui keanggotaan Indonesia sebagai salah satu Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB)," tambah Andy kepada Krahenbuhl.
Indonesia sendiri diketahui menyumbang US$ 200.000 untuk UNRWA pada 2018. Jika ditotal dengan bantuan dari sektor swasta, perguruan tinggi, dan perorangan (filantrofi), total bantuan yang diberikan oleh pihak Indonesia kepada UNRWA mencapai sekitar US$ 1,3 juta, menurut data dari Kedutaan Besar RI untuk Yordania merangkap Palestina.
Di samping bentuk bantuan kepada UNRWA, pemerintah RI juga berencana untuk memberikan bantuan kepada Palestina senilai US$ 2 juta dalam bentuk pengembangan kapasitas selama rentang tahun 2019-2021.
Advertisement