Liputan6.com, Kairo - Pemerintah Mesir telah membatasi penjualan rompi visibilitas berwarna kuning, dengan berdalih bahwa hal tersebut ditujukan agar gerakan demonstrasi berompi kuning di Prancis (gilets jaunes) tidak merebak ke Negeri Piramid.
Pembatasan itu juga dilakukan menjelang peringatan pemberontakan Mesir 2011, demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (13/12/2018).
Pemasok peralatan keamanan hanya dapat menjual rompi secara grosir kepada perusahaan-perusahaan terverifikasi yang telah mendapatkan persetujuan polisi, kata pihak retailer.
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, beberapa pemilik toko dipaksa untuk menandatangani surat perjanjian untuk tidak menjual pakaian. Pejabat juga telah meminta pemilik toko untuk melaporkan siapa pun yang mencoba membeli rompi kuning tersebut.
Satu orang pria telah menjadi target kebijakan itu. Mohamed Ramadhan telah ditahan selama 15 hari dan dituduh mengganggu ketertiban umum karena memiliki rompi kuning serta mengunggah postingan di Facebook tentang kebijakan pembatasan penjualan rompi tersebut, kata pengacaranya.
Pembatasan penjualan rompi kuning di Mesir akan berlaku hingga akhir Januari 2019.
Media pemerintah Mesir telah menekankan warga setempat bahwa meniru gerakan protes di Prancis akan berhadapan dengan tindakan tegas dari aparat.
Revolusi Mesir 2011
Revolusi yang menggulingkan mantan pemimpin Hosni Mubarak dimulai pada 25 Januari 2011, dan pihak berwenang takut para pemrotes mencoba untuk merayakan tanggal pemberontakan itu.
Sejak revolusi, Abdel Fattah al-Sisi telah memasuki masa jabatan kedua sebagai presiden. Ia bersumpah untuk menghentikan "kekerasan, terorisme dan ekstremisme".
Namun kelompok-kelompok hak asasi manusia telah menuduhnya mencoba menghancurkan semua perbedaan politik di Mesir.
Simak video pilihan berikut:
Gerakan Rompi Kuning di Prancis
Pengunjuk rasa gilets jaunes Prancis mengenakan rompi kuning dalam demonstrasi anti-pemerintah.
Awalnya keberatan dengan kenaikan pajak bahan bakar yang diusulkan pemerintah, para pemrotes memperluas tajuk demo mereka pada ketidakpuasan terkait kebijakan ekonomi Presiden Emmanuel Macron.
Setelah empat pekan demo dengan kekerasan berlangsung, Presiden Macron menawarkan kenaikan upah minimum dan konsesi pajak --memenuhi beberapa tuntutan yang diajukan oleh pendemo.
Para pengunjuk rasa di luar Prancis, termasuk di Belgia dan Belanda, juga telah mengadopsi gerakan dan gaya berpakaian protes di Prancis. Sementara situs berita Inggris The Independent melaporkan gerakan "rompi merah" telah diluncurkan di Tunisia.
Advertisement