Liputan6.com, Singapura - Singapura berencana memperketat undang-undang adopsi di negaranya setelah seorang lelaki gay memenangkan gugatan di pengadilan banding untuk secara sah mengadopsi putra kandungnya dalam putusan pengadilan tahun lalu.
Pria itu, setelah mengetahui bahwa ia tidak mungkin dapat mengadopsi seorang anak di Singapura sebagai seorang pria gay, ia membayar 200.000 dolar Singapura atau setara Rp 2 miliar agar seorang wanita bersedia mengandung anaknya melalui pembuahan in-vitro di Amerika Serikat.
Sebuah pengadilan pada tahun 2017 menolak upaya awal pria tersebut, yang saat ini dalam status berhubungan dengan pasangan homoseksualnya, untuk secara sah mengadopsi putranya.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah Singapura yang konservatif tidak mendukung pembentukan keluarga sesama jenis.
Namun, pengadilan tinggi membatalkan putusan ini pada bulan Desember lalu dengan alasan kesejahteraan anak, meskipun putusan itu menegaskan "sangat penting untuk tidak melanggar kebijakan publik terhadap pembentukan unit keluarga sesama jenis".
Menteri Sosial Singapura, Desmond Lee, kembali menegaskan sikap pemerintah Singapura di parlemen, dengan mengatakan bahwa pemerintah tidak akan mendukung "pembentukan unit keluarga dengan anak-anak dari orang tua homoseksual melalui lembaga dan proses seperti adopsi".
"Menanggapi putusan pengadilan, MSF (Kementerian Sosial dan Pengembangan Keluarga) sedang meninjau undang-undang dan praktik adopsi kami untuk melihat bagaimana mereka harus diperkuat untuk mencerminkan kebijakan publik dengan lebih baik," kata Lee.
Singapura, yang sedang berusaha meningkatkan tingkat kesuburannya yang rendah, menawarkan insentif yang besar bagi pasangan untuk memiliki bayi tetapi fertilisasi dengan metode in-vitro hanya diperbolehkan untuk pasangan yang sudah menikah dan layanan ibu pengganti tidak dibolehkan untuk siapa pun.
Â
Simak video pilihan berikut:
Tidak Akan Mengganggu Hak Kelompok LGBTI
Menteri Sosial Singapura, Desmond Lee mengatakan kebijakan pemerintah Singapura ini tidak mengganggu atau mengganggu kehidupan pribadi warga Singapura, termasuk kaum gay, dan mereka berhak atas kehidupan pribadi yang mereka pilih.
"Meskipun kami menyadari bahwa ada semakin beragam bentuk keluarga ... norma masyarakat yang berlaku saat ini adalah laki-laki dan perempuan," katanya.
Singapura mempertahankan hukum era kolonial yang melarang homosekualitas meskipun penuntutan jarang terjadi.
Sebuah survei online yang dilakukan tahun lalu menunjukkan hanya sebagian kecil warga Singapura masih mendukung undang-undang tersebut.
Advertisement