Pengadilan Federal AS Dukung Pembatasan Peran Transgender di Militer

Pengadilan banding federal AS memutuskan mendukung kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump untuk membatasi transgender berkiprah di militer.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Jan 2019, 07:31 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2019, 07:31 WIB
Markas Departemen Pertahanan AS atau Pentagon
Markas Kementerian Pertahanan AS atau Pentagon (Wikipedia)

Liputan6.com, Washington DC - Pengadilan banding federal Amerika Serikat memutuskan mendukung kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump untuk membatasi orang-orang yang berpindah jenis kelamin atau transgender dari berkiprah di militer.

Pengadilan Banding untuk Distrik of Columbia memutuskan hari Jumat 4 Januari 2019, bahwa hakim pengadilan yang lebih rendah salah karena menghalangi Pentagon mewujudkan rencananya membatasi transgender di militer.

Sebelumnya, hakim pengadilan rendah memutuskan, kebijakan Trump tampak telah melanggar hak konstitusional perekrutan dan anggota militer yang transgender.

Namun, memihak pemerintah Trump, pengadilan banding federal mengatakan hari Jumat bahwa kebijakan militer itu "tampaknya tetap mengizinkan sebagian orang transgender untuk bertugas di militer."

Juga dikatakan, rencana itu bergantung pada "pertimbangan profesional pejabat militer yang tepat," demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (7/1/2019).

Juru bicara Pentagon, Jessica Maxwell mengatakan kepada VOA bahwa Kementerian Pertahanan "senang atas keputusan pengadilan DC itu."

Putusan hari Jumat tidak akan memungkinkan Pentagon segera mengimplementasi kebijakannya, karena hakim lain memutuskan memblokir kebijakan pemerintah dalam kasus serupa.

 

Simak video pilihan berikut:

Rencana Awal 2018

Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)
Presiden Amerika Serikat ke-45 Donald Trump (AP/Nicholas Kamm)

Pada Maret 2018, Presiden Amerika Donald Trump telah mengeluarkan perintah yang melarang sebagian besar kaum transgender bertugas dalam angkatan bersenjata, kecuali dalam "kasus-kasus terbatas."

Pernyataan pada 24 Maret 2018 dari Gedung Putih itu mengatakan menteri pertahanan dan menteri keamanan dalam negeri "telah menyimpulkan bahwa penerimaan atau perpanjangan masa tugas perorangan yang mempunyai sejarah diagnosa gender dysphoria (orang yang mungkin memerlukan perawatan medis yang besar, termasuk melalui obat atau pembedahan), merupakan risiko besar bagi keampuhan militer dan jatuhnya korban jiwa."

"Gender dysphoria" didefinisikan sebagai perasaan yang tetap dan kuat seperti orang yang mempunyai jenis kelamin yang berlawanan dan tidak merasa nyaman dengan orang yang dianggap sesama jenisnya yang menimbulkan perasaan stress dan gangguan kejiwaan yang kuat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya