Ternyata, Jumlah Asteroid yang Menabrak Bumi Meningkat Sejak Zaman Dinosaurus Hidup

Selama 290 juta tahun terakhir, jumlah asteroid yang menabrak Bumi dan Bulan telah meningkat sebanyak tiga kali.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Jan 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 18 Jan 2019, 15:00 WIB
Ilustrasi asteroid Bennu
Ilustrasi asteroid (NASA)

Liputan6.com, Washington DC - Selama 290 juta tahun terakhir, jumlah asteroid yang menabrak Bumi dan Bulan telah meningkat sebanyak tiga kali, menurut sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Science pada Kamis 17 Januari 2019. Meski terdengar seperti skala waktu yang panjang, itu adalah peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan 700 juta tahun sebelumnya.

Temuan baru itu, menurut penulis jurnal, mengubah cara ilmuwan dalam meninjau kembali sejarah Bumi.

Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mencoba untuk menentukan tingkat dampak asteroid terhadap Bumi. Mereka mempelajari kawah tumbukan di Bumi dan usia bebatuan di sekitar mereka. Tetapi penelitian itu punya masalah terbesar: kawah hasil asteroid jatuh yang paling awal telah hilang.

Sebelum studi itu ada, para ilmuwan percaya bahwa mereka tidak dapat menemukan kawah tumbukan tertua di Bumi karena erosi atau proses geologis lain yang menghapusnya dari permukaan. Dan dibandingkan dengan planet lain di tata surya, Bumi memiliki lebih sedikit kawah tumbukan yang lebih tua dari yang diperkirakan.

Jadi mereka memutuskan untuk mempelajari Bulan sebagai gantinya, analogi yang sempurna untuk Bumi, karena keduanya terkena dampak yang sama dari waktu ke waktu. Kawah juga lebih terawetkan di Bulan karena tidak mengalami proses gangguan yang sama seperti Bumi.

"Satu-satunya kendala untuk melakukan ini adalah menemukan cara yang akurat untuk melakukan penanggalan kawah besar di Bulan," William Bottke, rekan penulis studi dan pakar asteroid di Southwest Research Institute, mengatakan dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari CNN, Jumat (18/1/2019).

Lunar Reconnaissance Orbiter NASA, yang memulai misinya mengelilingi Bulan satu dekade lalu, mengumpulkan data dan gambar termal yang dapat digunakan oleh para peneliti.

Data termal menunjukkan berapa banyak panas yang terpancar dari permukaan Bulan.

Batuan yang lebih besar mengeluarkan lebih banyak panas daripada regolith, atau tanah halus di permukaan.

Rebecca Ghent, rekan penulis studi dan ilmuwan planet di University of Toronto, menentukan tingkat di mana batu terurai menjadi tanah. Dia juga menemukan bahwa kawah yang lebih tua ditutupi oleh lebih sedikit batu dan kerikil daripada kawah yang lebih muda.

Itu karena, meteorit kecil yang mengenai Bulan membantu untuk menghancurkan bebatuan dari waktu ke waktu.

Apa yang mereka temukan adalah bahwa kawah hasil tabrakan asteroid paling awal di Bumi bukannya hilang, tapi memang tidak ada. Dan mereka juga tidak ada di Bulan.

"Bumi memiliki lebih sedikit kawah berusia tua di daerah yang paling stabil bukan karena erosi, tetapi karena tingkat dampak tabrakannya lebih rendah sebelum 290 juta tahun yang lalu," kata Bottke.

"Bulan seperti kapsul waktu, membantu kita memahami Bumi. Kami menemukan bahwa Bulan memiliki sejarah tabrakan asteroid yang sama, yang berarti jawaban untuk tingkat dampaknya di Bumi ada di depan wajah kita sendiri," tambahnya.

 

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pipa Kimberlite

Asteroid ʻOumuamua
Kesan seorang seniman yang dirilis oleh European Space Agency menunjukkan objek antar bintang pertama yang ditemukan di Tata Surya, 'Oumuamua. (Sumber: AFP)

Temuan itu sangat mengejutkan sehingga mereka menginginkan lebih banyak bukti untuk konfirmasi.

Jawabannya ada pada "pipa kimberlite".

Pipa-pipa ini sebenarnya adalah gunung berapi yang telah lama punah dan membentang lebih dari satu mil di bawah permukaan Bumi dalam bentuk wortel.

Pipa-pipa sebagian besar ditambang untuk berlian dan ditemukan di bagian Bumi yang paling tidak terkikis. Di sinilah kawah tabrakan asteroid yang terawetkan ditemukan.

Tom Gernon, rekan penulis studi dan ilmuwan Bumi di University of Southampton, menemukan bahwa pipa kimberlite terbentuk dalam 650 juta tahun terakhir di medan stabil. Ini berarti bahwa kawah dampak tabrakan asteroid yang ditemukan di area yang sama juga utuh.

"Penelitian kami memberikan bukti untuk perubahan dramatis dalam tingkat dampak asteroid di Bumi dan Bulan yang terjadi sekitar akhir era Paleozoikum," kata Sara Mazrouei dalam sebuah pernyataan, penulis studi utama dan ilmuwan planet.

"Implikasinya adalah bahwa sejak saat itu kita berada dalam periode tingkat dampak asteroid yang relatif tinggi yaitu 2,6 kali lebih tinggi daripada sebelum 290 juta tahun yang lalu."

Metode mereka dalam mempelajari pipa kimberlite dan kawah dampak tabrakan asteroid dapat diterapkan planet lain di masa depan.

"Kami sekarang dapat menerapkan teknik ini untuk mempelajari permukaan planet lain untuk mencari tahu apakah mereka juga menunjukkan dampak yang lebih besar," kata Bottke.

"Temuan kami juga memiliki implikasi bagi sejarah kehidupan, yang diselingi oleh peristiwa kepunahan dan evolusi spesies baru yang cepat. Meskipun kekuatan yang menggerakkan peristiwa ini rumit, dampak asteroid pasti memainkan peran dalam kisah yang sedang berlangsung ini."

Perubahan laju asteroid bertabrakan dengan Bumi dan Bulan mungkin disebabkan oleh tabrakan besar yang terjadi di sabuk asteroid utama. Sabuk itu terletak di antara Mars dan Jupiter, dan daerah ini sangat aktif 300 juta tahun yang lalu. Itu akan menciptakan aliran puing-puing yang akan memasuki Tata Surya bagian dalam antara Merkurius - Mars.

Dan peningkatan tabrakan asteroid terjadi bersamaan dengan usia dinosaurus.

"Dinosaurus sebagai spesies sangat rentan terhadap dampak besar, lebih dari kelompok hewan sebelumnya," kata Gernon.

"Mungkin adil untuk mengatakan itu adalah takdir bagi dinosaurus - kepunahan mereka agak tak terhindarkan mengingat gelombang besar batu ruang angkasa bertabrakan dengan Bumi."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya