Dubes RI: Belum Ada Bukti Jelas WNI Sebagai Pelaku Bom Gereja di Filipina

Dubes RI untuk FIlipina mengatakan, belum ada kesaksian dan bukti jelas yang menyimpulkan bahwa WNI jadi pelaku bom gereja di Jolo.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 05 Feb 2019, 06:31 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2019, 06:31 WIB
Dua Bom Meledak di Gereja Filipina Selatan saat Misa Minggu
Tentara Filipina berjaga di dalam gereja pasca ledakan bom di Gereja Katolik Jolo, Filipina Selatan, Minggu (27/1). Dua bom meledak, Sedikitnya 27 orang tewas dan 57 orang lainnya mengalami luka. (Angkatan Bersenjata Filipina/HO/AFP)

Liputan6.com, Manila - Setelah upaya mendalami kabar yang menyebut keterlibatan Warga Negara Indonaia (WNI) sebagai pelaku bom ganda di sebuah gereja katolik di Kota Jolo, Filipina selatan, Duta Besar RI untuk negara tersebut, Dr Sinyo Harry Sarundajang, memastikan bahwa bukti dan kesaksian di lapangan belum bisa menyimpulkan dugaan terkait.

Pernyataan tersebut diperkuat dengan fakta bahwa otoritas setempat, yaitu Kepolisian Nasional Filipina (PNP), belum mengeluarkan hasil uji DNA dan gambar resmi dari rekaman CCTV di lokasi ledakan, yang menyatakan bahwa kedua pelaku --sebagaimana dinyatakan oleh kementerian dalam negeri setempat-- adalah WNI, demikian mengutip dari siaran pers yang diterima Liputan6.com pada Selasa (5/2/2019).

Di lain pihak, intelijen Filipina juga mengakui bahwa pihaknya belum mengetahui dasar penyampaian kemendagri setempat, yang menyebutkan keterlibatan WNI dalam serangan bom ganda yang menewaskan 22 orang itu.

Saat dihubungi oleh KBRI Manila, pihak intelijen Filipina juga mengatakan secara informal bahwa mereka siap melakukan ivestigasi gabungan dengan pemerintah Indonesia.

Saat ini, KBRI Manila tengah meminta konfirmasi langsung dari menteri luar negeri dan menteri dalam negeri Filipina terkait dugaan keterlibatan WNI dalam serangan bom di Jolo.

KBRI Manila juga mengirimkan nota verbal untuk meminta klarifikasi kepada pemerintah Filipina, serta menyatakan keberatan karena tidak adanya notifikasi resmi mengenai dugaan terkait.

Siaran pers terkait juga memuat rangkuman catatan KBRI Manila, yang menyebut bahwa sudah beberapa kali pemerintah Filipina menyinggung keterlibatan WNI dalam serangan teror di negara itu.

Salah satunya adalah ledakan bom di Kota Lamitan, Provinsi Basilan pada 31 Juli 2018, dan bom jelang pergantian tahun 2019 di Cotabato City, yang menuduh seorang WNI bernama Abdulrahid Ruhmisanti.

Meski demikian, hasil investigasi di lapangan menunjukkan tidak ad aketerlibaran WNI dalam dua kasus pemboman tersebut, sebagaimana turut disimpulkan dari pernyataan pihak berwenang dan pemberitaan media masaa kala itu.

 

Simak video pilihan berikut: 

Asal Muasal Dugaan Keterlibatan WNI

Dua Bom Meledak di Gereja Filipina Selatan saat Misa Minggu
Susana pasca ledakan bom di Gereja Katolik Jolo, Filipina Selatan, Minggu (27/1). Sedikitnya 27 orang tewas dan 57 orang lainnya mengalami luka akibat dua bom meledak di dalam gereja dan tempat parkir. (Angkatan Bersenjata Filipina/HO/AFP)

Kabar mengenai dua WNI menjadi pelaku pengeboman gereja di Jolo pertama kali mencuat lewat pernyataan Menteri Dalam Negeri Filipina Eduardo Ano pada Jumat 1 Februari.

Menurut Menteri Ano, informasi tersebut didapat dari keterangan saksi dan sejumlah sumber yang tidak disebutkan namanya.

"Mereka orang Indonesia," kata Ano kepada CNN Philippines, seperti dikutip dari Euronews. "Saya yakin mereka orang Indonesia."

Ano menambahkan, pasangan tersebut menerima bantuan dari Abu Sayyaf, sebuah organisasi militan terafiliasi ISIS di Filipina Selatan yang terkenal karena aksi penculikan dan aksi ekstremis lainnya.

Mendagri Filipina menambahkan, mereka yang merencanakan serangan itu berada di bawah instruksi ISIS.

Ano mengatakan dua pelaku utama teridentifikasi sebagai "Abu Huda" dan "Istri Abu Huda (yang tidak disebutkan namanya)", yang telah tinggal di Provinsi Sulu sejak lama.

Ia menambahkan bahwa kedua pelaku dibantu oleh seorang lagi yang teridentifikasi sebagai "Alias Kamah", yang diduga anggota ekstremis lokal Ajang Ajang, sempalan Abu Sayyaf.

Nama-nama itu diduga merupakan nom de guerre dan bukan nama sesuai dokumen pencatatan sipil.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya