Akan Keluar dari Pakta Nuklir, Rusia Akan Buat Rudal Baru

Rusia akan mengembangkan sistem rudal baru setelah semakin berniat keluar dari pakta pengendalian nuklir yang mereka teken dengan AS.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 06 Feb 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2019, 07:00 WIB
Jelang Pemilihan Presiden Rusia, Kampanye Vladimir Putin Dihadiri 130 Ribu Orang
Bendera Rusia. (AFP/Kirill Kudryavtsev)

Liputan6.com, Moskow - Rusia mengatakan akan mengembangkan sistem rudal baru setelah Moskow semakin berniat keluar dari pakta pengendalian nuklir yang mereka teken dengan Amerika Serikat pada era Perang Dingin lalu.

Langkah Moskow untuk keluar dari Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) 1987 merupakan aksi resiprokal setelah Amerika lebih dulu mengumumkan hal serupa pada 2018. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan niatan itu.

Traktat INF melarang penempatan rudal dan peluncur rudal jarak pendek hingga menengah berbasis darat (ground-based missile) --dengan kisaran antara 500 dan 5.500 km-- di Eropa. Perjanjian itu menjadikan kawasan Benua Biru steril dari senjata nuklir selama lebih dari tiga dekade, sejak kesepakatan itu ditandatangani oleh Presiden Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev pada 8 Desember 1987.

Proyek Rudal Baru Rusia

Pada Selasa 5 Februari 2019, Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu mengatakan bahwa Moskow bertujuan membuat sistem rudal berbasis darat (ground-based missile) dalam rentang waktu dua tahun ke depan, demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (6/2/2019).

Rudal berbasis darat dilarang di bawah INF, tetapi bukan rudal yang diluncurkan melalui laut atau udara, yang sudah dimiliki Rusia. Ini kemudian dapat digunakan untuk membuat sistem baru.

Mengomentari soal INF, Shoigu mengatakan AS telah melanggar perjanjian itu.

"AS secara aktif bekerja untuk menciptakan rudal-rudal darat dengan kemampuan jangkauan lebih dari 500 km, yang berada di luar batasan yang ditentukan oleh perjanjian," kata Shoigu.

"Dalam situasi ini, presiden Rusia telah menetapkan tugas bagi kementerian pertahanan untuk mengambil langkah-langkah yang dicerminkan," katanya.

AS belum menanggapi pengumuman Rusia, tetapi kantor berita the Associated Press pekan lalu mengutip para pejabat Trump yang mengatakan tidak ada rencana segera untuk menguji atau menyebarkan rudal yang dilarang di bawah INF.

 

Simak video pilihan berikut:

 

AS Jadikan Rusia Sebagai Alasan untuk Keluar INF

Uji coba rudal AS, Minuteman III (AP)
Uji coba rudal AS, Minuteman III (AP)

Presiden Donald Trump, pada Sabtu 20 Oktober 2018 waktu setempat, mengumumkan untuk pertama kali akan menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjain pengendalian senjata nuklir yang mereka teken dengan Rusia (dulu Uni Soviet) pada era-Perang Dingin.

Berbicara kepada para wartawan tentang alasannya, Trump mengatakan bahwa Rusia telah "melanggar" Traktat INF dengan terus mengembangkan senjata nuklir. "Amerika Serikat tidak akan membiarkan Rusia lolos begitu saja (dari pelanggaran itu) sementara mereka terus mengembangkan senjata. Kami tidak akan membiarkannya," lanjut Trump.

Sementara itu pada laporan tahun 2018, Kementerian Pertahanan AS juga menuduh bahwa Rusia mengembangkan rudal jarak menengah baru yang disebut Novator 9M729 --bernama sandi NATO sebagai SSC-8. Tindakan itu dianggap oleh AS telah melanggar Traktat INF.

Rudal tersebut, menurut klaim AS, memungkinkan Rusia untuk meluncurkan serangan nuklir di negara-negara NATO (Organisasi Pakta Kerja Sama Militer Amerika Utara, Eropa Barat dan Atlantik) dalam waktu yang sangat singkat.

Menanggapi, pihak Rusia membantah tuduhan itu dan menolak bahwa mereka telah melanggar Traktat INF. Namun pada saat yang sama, mereka tak memberikan bukti merinci atas bantahan tersebut. Di sisi lain, para pengamat mengatakan, Rusia melihat senjata semacam itu sebagai alternatif yang lebih murah daripada pasukan konvensional.

Menambahkan, sumber Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa rencana AS untuk mundur dari INF beserta segala tuduhan yang mereka lontarkan "dimotivasi oleh impian dunia unipolar, di mana mereka (AS) ingin menjadi satu-satunya negara kekuatan super global," seperti dikutip dari kantor berita Rusia RIA Novosti yang terafiliasi pemerintah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya