Liputan6.com, Beijing - Kementerian Luar Negeri China mendesak Amerika Serikat (AS) untuk menyelesaikan selisih pendapat dengan Rusia melalui dialog, alih-alih mengancam akan menarik diri dari perjanjian penting pengendalian senjata nuklir antara kedua negara.
Menteri luar negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan pada Jumat 1 Februari, bahwa Washington akan menarik diri dari Traktat Nuklir Jangka Menengah (INF), yang ditekan bersama dengan Rusia pada 1987.
Dikutip dari Channel News Asia pada Minggu (3/2/2019), ancaman itu berlaku selama enam bulan ke depan, kecuali Rusia kembali pada "kepatuhan penuh dan dapat diverifikasi" atas perjanjian tersebut.
Advertisement
Baca Juga
AS mengklaim rudal jelajah milik Rusia, Novator 9M729 terbaru, melanggar perjanjian INF, yang melarang rudal balistik dan pelayaran darat diluncurkan dengan jarak antara 500 dan 5.500 kilometer.
"Sebagai perjanjian bilateral penting dalam pengendalian dan pelucutan senjata, Perjanjian Jangka Menengah memiliki makna besar dalam meningkatkan hubungan antara para kekuatan besar, menggemakan perdamaian internasional dan regional, serta menjaga keseimbangan dan stabilitas strategis global," kata Kementerian Luar Negeri China dalam sebuah pernyataan yang diunggah di situs resminya.
"China menentang tindakan penarikan Washington, serta mendesak Amerika Serikat dan Rusia untuk menangani perselisihan dengan baik melalui dialog yang konstruktif," lanjut pernyataan itu, memperingatkan bahwa penarikan secara sepihak dapat memicu "konsekuensi negatif".
Sebagai sesama anggota tetap Dewan Keamanan PBB, China dinilai memiliki suara cukup kuat untuk ikut menentukan kebijakan besar untuk mendukung perdamaian dunia, terutama terkait dengan risiko teknologi nuklir mutakhir.Â
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Berakhir pada 2021, dan Dapat Diperpanjang
Perjanjian INF secara resmi berakhir pada awal 2021, tetapi dapat diperpanjang lima tahun lagi jika Washington dan Moskow setuju.
Namun, para pejabat Rusia menuduh Amerika Serikat menciptakan dalih untuk mengakhiri perjanjian, yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan senjata baru.
Kementerian luar negeri China mengatakan tidak mendukung pembuatan perjanjian pengendalian senjata multilateral, meski dimaksudkan untuk mengganti Perjanjian Jangka Menengah.
Alasannya adalah hal tersebut sangat rumit, dan kebutuhan implementasi perjanjian terkait masih relevan dan dibutuhkan hingga saat ini.
Advertisement