Liputan6.com, Damaskus - Setelah ditolaknya dua perempuan anggota ISIS untuk kembali ke negara asal pada Februari 2019, perhatian publik kini tertuju pada nasib anak-anak mereka.
Sebagaimana diketahui bahwa Shamima Begum, anggota ISIS ingin kembali ke Inggris demi anak yang baru saja dilahirkannya. Senada dengan Begum, Hoda Muthana mengaku menyesal dan ingin kembali ke AS demi anaknya yang berusia 18 bulan.
Advertisement
Baca Juga
Dua perempuan itu telah ditolak oleh Inggris dan AS, terancam tak memiliki kewarganegaraan. Namun nasib anak-anak mereka jauh lebih mengkhawatirkan.
Setidaknya Terdapat 2.500 Anak
Anak dari Shamima dan Muthana adalah sebagian kecil dari ribuan anak-anak yang terjebak di Suriah.
Berdasarkan data dari lembaga Save the Children, setidaknya terdapat 2.500 anak militan ISIS di Suriah, dikutip dari BBC News pada Jumat (22/2/2019). Jumlah itu berasal dari 30 negara di dunia, yang ditemukan di tiga kamp pengungsian, di basis pertahanan terakhir ISIS.
Menurut laporan International Centre for the Study of Radicalisation (ICSR), setidaknya 3.704 anak telah di bawa masuk ke teritori ISIS. 460 berasal dari Prancis, 350 dari Rusia, serta 400 di Maroko. Jumlah itu belum termasuk ratusan anak lain yang dilahirkan oleh militan di tempat konflik.
Pada Juli 2018, ICSR melaporkan setidaknya terdapat kelahiran 730 bayi. Belum terdapat informasi terbaru hingga saat ini.
Â
Simak pula video pilihan berikut:
Anak-Anak Dalam Kondisi Mengenaskan
Menurut laporan Save the Children, anak-anak militan ISIS saat ini berada dalam tempat yang sangat membahayakan. Di kamp pengungsian, mereka tidak mendapatkan makanan serta perawatan medis yang layak. Mereka juga tidak mendapatkan makanan serta perawatan medis yang layak.
Sementara itu, ratusan anak harus merasakan sesaknya penjara. Anak-anak ditahan bersama ibu mereka yang dinyatakan bersalah.
Berbagai organisasi yang peduli terhadap kemanusiaan serta hak anak ,menyerukan masyarakat dunia untuk peduli terhadap hal ini.
"Semua anak yang lahir dari pihak yang berasosiasi dengan ISIS adalah korban dari konflik dan harus diperlakukan dengan baik," kata Kirsty McNeill dari Save the Children.
Sementara itu, Usama Hasan, kepala Studi Islam di Quilliam International mengatakan bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab untuk mengambil kembali anak-anak militan ISIS.
"Ada tanggung jawab moral bagi setiap negara untuk mengambil kembali anak-anak ini." kata Usama.
Meskipun demikian, pemulangan anak tidak serta merta tanpa konsekuensi.
"Anak-anak, khususnya anak laki-laki, telah menjalani indoktrinasi psikologis dan pelatihan militer intensif di wilayah ISIS sejak usia yang sangat muda," kata Gina Vale, penulis di ICSR.
Meskipun terdapat risiko, Vale mengatakan bahwa tidak membawa anak-anak kembali ke negara asal, justru akan mendatangkan konsekuensi yang lebih buruk di masa yang akan datang.
Hingga saat ini, jalan keluar yang dirasa paling mungkin adalah mempraktikkan adopsi berlandaskan hak asasi manusia, untuk repatriasi dan rehabilitasi.
Advertisement