Liputan6.com, Christchurch - Brenton Tarrant -- itu identitas yang diakui seorang pelaku penembakan di dua masjid di Selandia Baru, Jumat 15 Maret 2019. Sebelum melakukan aksi sadisnya, ia menulis sebuah manifesto alias pernyataan sikapnya di internet. Judulnya, 'The Great Replacement'.
"Hanya seorang pria kulit putih biasa, 28 tahun," demikian tertera dalam manifesto yang ia tulis, seperti dikutip dari heavy.com, Jumat 15 Maret 2019. "Lahir di Australia dari keluarga kelas pekerja, berpenghasilan rendah. Orang tua saya keturunan Skotlandia, Irlandia dan Inggris. Saya memiliki masa kecil yang teratur, tanpa masalah besar."
Advertisement
Baca Juga
Tarrant juga mengaku hanya punya sedikit minat dalam pendidikan. Ia nyaris tak lulus. Pria itu mengaku berinvestasi dalam 'bitconnect' dan menggunakan uangnya untuk bepergian. "Aku hanya pria kulit putih biasa, dari keluarga biasa, yang memutuskan mengambil sikap untuk memastikan masa depan bagi orang-orangku."
'My people' atau orang-orangku yang ia maksud adalah warga kulit putih.
Ada banyak dalih yang ia utarakan di balik pembantaian yang dilakukannya, dari balas dendam hingga supremasi kulit putih.
Pelaku juga menyiarkan secara langsung aksinya di Masjid Al Noor di Christchurch, Selandia Baru lewat Facebook Live. Ia, yang mengenakan helm, kaca mata, dan jaket ala militer, memuntahkan peluru secara membabi-buta. Dari luar masjid hingga ke rumah ibadah.
Dalam rekaman aksi sadis yang beredar, juga foto yang diposting di internet, terlihat ia menuliskan sesuatu di senapan yang digunakan, yang ternyata adalah nama-nama.
"Untuk Rotherham, Alexandre Bissonnette, Luca Traini," demikian salah satu kalimat, dalam goresan tinta putih, di permukaan senapan yang dipakainya.
Bissonnette dijatuhi hukuman 40 tahun karena melakukan penembakan di sebuah masjid di Quebec pada 2017 yang menewaskan 6 orang.
Sementara, Traini, seorang pria Italia, menjalani hukuman 12 tahun penjara karena melakukan penembakan terhadap enam imigran asal Afrika dalam serangan bermotif rasial pada Oktober tahun lalu.
Belum jelas apa yang ia maksud dengan Rotherham. Diduga Tarrant merujuk pada eksploitasi seksual sekittar 1.400 anak di kota Rotherham di Inggris utara pada akhir 1980-an, 1990-an dan 2000-an, terutama oleh pria Inggris keturunan Pakistan.
Seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, dua juga menuliskan sejumlah nama figur militer Serbia. Salah satunya Milos Obilic, seorang ksatria yang menonjol dalam Pertempuran Kosovo 1389 melawan Kekaisaran Ottoman yang adidaya saat itu.
Obilic bahkan disebut-sebut sebagai pembunuh Sultan Ottoman, Murad I.
Nama-nama lain yang tertulis pada persenjataan Tarrant yang digunakan dalam penembakan di Christchurch, Selandia Baru termasuk Bajo Pivljanin dan Novak Vujosevic, yang masing-masing memimpin pemberontakan melawan Ottoman selama periode-periode berikutnya.
Pun dengan nama jenderal Montenegro, Marko Miljanov yang juga melawan Ottoman.
Juga tertulis pada senjata dan amunisi Tarranr, referensi untuk Pertempuran Wina 1683, di mana pasukan Austria dan Polandia memukul mundur tentara Ottoman.
Ia juga menulis '1571', yang merujuk pada Pertempuran Lepanto di mana Kesultanan Ottoman juga menderita kekalahan.
Jagal Bosnia
Musik diputar di mobil di latar belakang video serangan yang diunggah Brenton Tarrant di Facebook Live.
Sebuah lagu dalam Bahasa Serbia, dan satu lainnya dalam Bahasa Jerman. Lagu Serbia merujuk pada "jagal Bosnia", Radovan Karadzic -- mantan Presiden Bosnia-Herzegovina sekaligus penjahat perang.
"Serigala sedang bergerak dari Krajina. Berhati-hatilah dengan kaum Fasis dan Turki. Karadzic, pimpinlah orang-orang Serbiamu, biarkan mereka melihat tak ada satu pun yang ditakuti," demikian lirik lagu itu.
Sejauh ini belum jelas apakah Tarrant terlibat dalam kelompok neo-Nazi sayap kanan di Australia.
Namun, foto-foto profil Twitter milik Tarrant, yang sekarang dihapus, memiliki kesamaan dengan yang digunakan oleh kelompok ekstrem kanan anti-imigrasi, The Dingoes.
Dalam tulisan manifestonya, Tarrant menggemakan pandangan yang diungkapkan oleh Anders Breivik, teroris sayap kanan Norwegia yang membunuh 77 orang dengan bom van dan pembantaian bersenjata di Norwegia pada 2011.
Dia secara khusus menyebut nama Breivik, mengklaim bahwa dia memiliki "kontak singkat" dengan sang pembunuh massal dan telah menerima restu atas tindakannya dari rekan Breivik.
Dokumen manifestonya itu juga memuji Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai 'simbol identitas dan tujuan bersama kulit putih yang diperbarui'.
Advertisement