Liputan6.com, Beijing - Sehubungan dengan penangguhan penerbangan Boeing 737 MAX sejak beberapa waktu lalu, China semakin melirik Airbus, rival utama Boeing. Negeri Tirai Bambu itu telah menandatangani perjanjian senilai puluhan miliar dollar pada Senin, 25 Maret 2019, memesan 300 pesawat dari perusahaan yang berbasis di Prancis tersebut.
Kesepakatan dilakukan antara Airbus dengan China Aviation Supplies Holding Company, sebuah agensi pembelian negara. Adapun 300 pesawat yang dibeli, mencakup 290 unit jet tipe A320 dan 10 buah A350, mengutip Channel News Asia pada Selasa (26/3/2019).
Baca Juga
Total 300 pesawat yang dipesan bernilai sekitar 30 miliar euro (sekira Rp 480,46 triliun dengan kurs Rp 14.173 untuk setiap dollarnya). Harga itu berpotensi menjadi lebih murah, mengingat perusahaan terbiasa memberikan diskon yang signifikan.
Advertisement
Pertanda Hubungan China-AS Memburuk?
Pemesanan 300 jet Airbus ini mengulang sejarah pembelian maskapai oleh China, di mana pada 2017 Negeri Tirai Bambu juga membeli Boeing dengan jumlah yang sama. Saat itu, bertepatan dengan kunjungan Presiden AS Donald Trump ke Beijing.
Sejumlah pengamat Tiongkok mengatakan bahwa Beijing memiliki sejarah dalam mengirim "sinyal diplomatik" melalui kesepakatan pembelian pesawat. Namun dalam konteks pemesanan 300 jet Airbus ini relatif sulit diprediksi, meski sebagian pihak mencurigai sebagai pertanda adanya ketegangan China-AS atau permasalahan armada Boeing.
Dalam sebuah pidato, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa pembelian pesawat merupakan pertanda yang sangat baik bagi hubungan kedua negara.
"Kesimpulan dari kontrak besar (penerbangan) ... adalah adanya langkah maju yang sangat penting dan sinyal yang sangat baik dalam konteks saat ini," kata Macron.
Â
Simak pula video pilihan berikut:
Pamor Boeing Menurun?
Sejumlah pihak berpendapat bahwa pamor Boeing menurun pascaterjadinya insiden jatuhnya Ethiopian Airlines pada Minggu 10 Maret lalu. Bahkan banyak maskapai global yang mempertimbangkan kembali pembelian pesawat dari perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat itu.
Maskapai asal Vietnam, VietJet, yang sempat menggandakan pesanan Boeing 737 MAX 8 menjadi 200 pesawat --dengan harga sekitar US$ 25 miliar-- pada Februari lalu, mengatakan akan mempertimbangkan kembali masa depan transaksi itu, setelah penyebab tragedi jatuhnya Ethiopian Airlines ditemukan.
Sementara itu, sebagaimana dikutip dari Bloomberg.com, maskapai Kenya Airways juga tengah meninjau proposal untuk membeli Boeing 737 MAX, dan kemungkinan bisa beralih ke rivalnya, Airbus A320.
Maskapai berbiaya murah asal Indonesia, Lion Air, turut dikabarkan berpotensi mengubah kesepakatan pemesanan Boeing 737 MAX senilai US$ 22 miliar, dan mempertimbangkan untuk berbicara dengan Airbus.
Secara terpisah, pesanan maskapai Flyadeal senilai US$ 5,9 miliar juga dikatakan "tergantung pada peninjauan lebih lanjut".
Jatuhnya Ethiopian Airlines ET 302, di mana menewaskan 157 orang di dalamnya, diketahui memiliki kemiripan dengan tragedi serupa yang menimpa Lion Air JT 610 pada Oktober lalu.
Hal itu memicu kekhawatiran bahwa fitur yang dimaksudkan untuk membuat seri 737 MAS terbang lebih aman dari seri-seri sebelumnya, justru memicu kerumitan bagi pilot.
Advertisement