Liputan6.com, Washington DC - Lebih dari 48 jam setelah pembantaian hari Minggu Paskah di Sri Lanka pada 21 April 2019, rasa keterkejutan atas peristiwa itu masih ada.
Serangan yang dinilai terkoordinasi dengan baik itu menargetkan tiga gereja --agama minoritas di Sri Lanka yang mayoritas Buddha, empat hotel, dan sebuah rumah di Negeri Ceylon. Menjadikan peristiwa itu sebagai aksi teror dalam satu hari dengan jumlah korban tewas terbanyak (321 orang) sejak 9/11 tahun 2001.
Sri Lanka belum pernah menghadapi jenis serangan seperti itu sebelumnya, meski mereka memiliki 26 tahun sejarah panjang konflik dan perang saudara dengan kelompok separatis Macan Tamil yang mayoritas Hindu. Namun selama ini, the Tamil Tigers sebatas dikenal dengan kelompok berhaluan politik, nasionalis-revolusi, dan memiliki agenda separatisme.
Advertisement
Mereka pun telah dinnyatakan tamat sejak pemerintah Sri Lanka mengumumkan perdamaian pada 2009.
Baca Juga
Narasi kekerasan dan konflik berbasis agama tidak ada dalam kamus pemerintah Sri Lanka. Bahkan, Menteri Perumahan, Sajith Premadasa mengatakan bahwa negaranya menghadapi "jenis terorisme baru" atas insiden 21 April lalu.
"Sejak akhir perang tahun 2009, kami belum mengalami serangan seperti ini sehingga kami sangat terganggu dan khawatir," kata Menteri Premadasa yang menambahkan bahwa rangkaian kejadian kemarin merupakan karya para bomber bunuh diri.
Kini, berbagai spekulasi mengarah pada organisasi teroris berbasis ekstremisme agama --dengan mayoritas menuduh kelompok berhaluan Islam seperti ISIS, Al Qaeda atau organisasi lokal yang terinspirasi mereka. Namun pada titik ini, tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Akan tetapi, otoritas Sri Lanka telah memusatkan penyelidikan pada kelompok bernama National Thowheeth Jamaath (NTJ) yang masuk dalam radar intelijen 10 hari sebelum insiden 21 April 2019. Kolombo juga menduga kuat bahwa NTJ mungkin dibantu oleh jaringan teroris internasional.
Pejabat Amerika Serikat mendukung dugaan itu, menyatakan bahwa mereka telah mengidentifikasi aktor penting dalam teror bom di Sri Lanka dan untuk sementara menyimpulkan bahwa orang tersebut memiliki koneksi ke organisasi terorisme internasional, termasuk ISIS.
Amerika sedang mencoba mencari tahu seberapa terlibat ISIS dalam memfasilitasi serangan, kata pejabat itu, termasuk apakah para operator ISIS menyediakan perencanaan, pembiayaan, peralatan untuk membuat bom, dan apakah mereka bertemu langsung dengan para penyerang Sri Lanka.
National Thowheeth Jamaath, Embrio Ekstremis Baru di Sri Lanka?
Terkait NTJ, kelompok itu memang bukanlah raksasa dalam konteks organisasi ekstremisme - terorisme berbasis agama.
Kelompok itu juga tergolong baru. Mereka pertama kali masuk dalam radar aparat keamanan Sri Lanka pada 2018, yang melabel NTJ sebagai "kelompok muslim radikal" dan terhubung dengan peristiwa vandalisme terhadap beberapa patung Buddha tahun lalu.
Sementara pada 2016, pemimpin mereka, Abdul Razik, ditangkap dengan tuduhan menghasut rasisme.
Namun kini, mendadak kelompok itu menjadi pusat perhatian internasional yang terkejut bahwa nama 'tak terkenal' dan tak terorganisir bak ISIS atau Al Qaeda bisa melakukan serangan mematikan seperti itu.
"Benar-benar menakutkan bahwa organisasi yang sederhana dan di bawah jangkauan radar yang sebelumnya sedikit dikenal bisa membawa kerusakan dan melakukan serangan yang canggih nan katastropik," kata Michael Kugelman, Deputi Direktur kajian kawasan Asia Selatan untuk the Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington DC, dalam sebuah artikel opini untuk CNN International, Selasa (22/4/2019).
Dalam beberapa tahun terakhir, penyerangan massal yang kompleks dan terkoreografi dengan baik di seluruh dunia biasanya dilakukan oleh kelompok yang telah memiliki nama, seperti Al Qaeda, ISIS, Lashkar-e-Taiba, al-Shabab, Boko Haram, Taliban, dan sebagainya.
NTJ bukan salah satu di antara mereka.
"Dengan demikian, orang akan berasumsi, seperti yang disarankan para pejabat Sri Lanka, bahwa NTJ menerima bantuan dari kelompok luar (internasional)," lanjut Kugelman.
"Tapi itu menimbulkan pertanyaan yang membingungkan," lanjutnya.
Al Qaeda dan ISIS akan menjadi mitra logis bagi NTJ; keduanya telah melakukan serangan seperti hari Minggu di masa lalu.
Namun, kelompok-kelompok ini telah sangat terdegradasi. Terbaru, ISIS mengalami kekalahan teritorial di kantung pertahanan terakhirnya di Suriah pada Maret 2019 --setahun sebelumnya, mereka tamat di Irak.
Kendati demikian, ISIS dan Al Qaeda masing-masing memiliki afiliasi di Asia Selatan, dengan beberapa jangkauan di luar wilayah Afghanistan-Pakistan di mana mereka sebagian besar bermarkas.
Tapi, mereka tidak diketahui memiliki rekam jejak aksi, apalagi menginjakkan kaki, di Sri Lanka. ISIS memang pernah mencoba merekrut anggota dari Negeri Ceylon. Dan, pada tahun 2016, seorang pejabat Sri Lanka mengatakan bahwa 32 warga Sri Lanka telah bergabung dengan kelompok itu.
Namun, tidak pernah ada catatan ISIS atau sel-selnya beroperasi secara signifikan di negara mayoritas Buddha itu.
Dan uniknya, sebagaimana dicatat pula oleh Kugelman, "seandainya Al Qaeda atau ISIS terlibat, orang akan mengharapkan klaim tanggung jawab dari mereka. Tapi nyatannya, tidak ada. Dalam hal ini, NTJ juga tidak mengklaim kredit."
"Beberapa hal lain tidak masuk akal. Dalam beberapa tahun terakhir, Sri Lanka telah melihat beberapa sentimen anti-Muslim, yang dipicu oleh para ekstremis Buddha, dan itu telah menyebabkan serangan episodik terhadap target Muslim."
"Tetapi Sri Lanka tidak memiliki sejarah, dulu atau sekarang, masalah dengan radikalisasi Islam."
"Lebih jauh, jika sebuah kelompok radikal Islam ingin melakukan serangan di Sri Lanka, orang akan memperkirakan mereka untuk menyerang para penganut Buddha -sebuah kelompok mayoritas yang berselisih dengan umat Islam, bukannya umat Kristen yang sama-sama minoritas seperti mereka."Â
Advertisement
Sinyal Ekstremisme Akut Telah Menginfiltrasi Sri Lanka?
Selalu ada kemungkinan bahwa kelompok lain melakukan serangan - tetapi para pejabat Sri Lanka dengan tegas menyatakan bahwa NTJ ada di belakangnya.
Sebagai alternatif, para pelaku mungkin telah menerima bantuan dari mitra selain Al Qaeda atau ISIS.
Lashkar-e-Taiba Pakistan dan Jamaat-ul-Mujahidin Bangladesh, misalnya, telah menikmati jangkauan lintas perbatasan. Tetapi, kapasitas dan kapabilitas mereka untuk membantu dengan serangan skala besar seperti di Kolombo dan Batticaloa pada 21 April 2019 lalu, dipertanyakan.
"Dari fakta-fakta yang telah muncul sejauh ini, penjelasan yang paling mungkin adalah sederhana:Â NTJ diam-diam dapat masuk ke dalam kantong kecil konstituensi Sri Lanka yang diradikalisasi, dan perlahan-lahan mengembangkan kapasitas dan sumber daya untuk melakukan serangan," kata Michael Kugelman, deputi direktur kajian kawasan Asia Selatan untuk the Woodrow Wilson International Center for Scholars di Washington DC, dalam sebuah artikel opini untuk CNN International.
"Dan karena disfungsi pemerintah Sri Lanka --perselisihan di belakang layar antara Presiden dan PM-- NTJ mampu menjalankan rencana itu dengan sedikit perlawanan — dan berhasil."
Sejak hari Minggu, laporan media telah melukiskan gambaran yang mengkhawatirkan dari pemerintah Sri Lanka yang gagal menindaklanjuti beberapa laporan intelijen sebelumnya yang menggarisbawahi ancaman pemboman dari NTJ.
Perseteruan antara Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mungkin telah memberikan kontribusi kepada orang-orang di tingkat tinggi - termasuk Wickremesinghe sendiri - yang tidak mengetahui tentang laporan intelijen itu. Dan Sirisena, yang tahu tentang itu, tidak menindaklanjutinya.
"Akibatnya, NTJ punya banyak waktu untuk menyusun rencana," kata Kugelman.
Keterkaitan itu juga bisa didukung dengan laporan 32 orang Sri Lanka yang diperkirakan telah berjuang untuk ISIS di Suriah dan Irak, serta kemungkinan koneksi mereka ke ISIS atau tokoh-tokoh Al Qaeda di Asia Selatan.
"Pemerintah Sri Lanka sekarang menghadapi situasi besar. Mereka harus menghadapi ancaman teroris baru yang dramatis, mengatasi krisis politik baru yang disebabkan oleh berbagai kegagalan intelijen, serta membawa persatuan dan ketenangan kepada negara yang berduka dengan risiko serangan balasan dan kerusuhan sosial lainnya
Itu adalah tugas berat bagi pemerintah mana pun, tetapi terutama bagi yang terbebani dengan tingkat perpecahan dan disfungsi yang tinggi - sifat-sifat yang mungkin membantu kelompok teror kecil yang tampaknya muncul entah dari mana untuk melakukan tindakan yang tidak terpikirkan."
Michael Kugelman, deputi direktur kajian kawasan Asia Selatan untuk the Woodrow Wilson International Center for Scholars.
NTJ Hendak Mendunia?
Tujuan National Thowheeth Jamaath (NTJ) bukanlah pemberontakan, kata Anne Speckhard, Direktur the International Centre for the Study of Violent Extremism seperti dikutip dari the Strait Times.
Sebaliknya, NTJ bertujuan untuk menyebarkan gerakan militan global ke Sri Lanka dan untuk menciptakan kebencian, ketakutan dan perpecahan di masyarakat.
"Ini bukan tentang gerakan separatis," katanya. "Ini tentang agama dan penghukuman."
Pengeboman bunuh diri yang terkoordinasi pada hari Minggu, menargetkan anggota minoritas Katolik Roma Sri Lanka dan tamu di hotel-hotel favorit wisatawan asing, mirip dengan yang dilakukan di tempat lain oleh kelompok-kelompok militan ekstremis arus utama, kata Speckhard.
"Serangan-serangan ini tampaknya sangat berbeda (dari yang pernah dihadapi Sri Lanka) dan tampak seolah-olah terinspirasi dari buku pedoman militansi global ISIS atau Al Qaeda, karena ini adalah serangan yang memicu kebencian agama dengan menyerang beberapa gereja pada hari libur keagamaan yang ramai," katanya.
Advertisement