Liputan6.com, Bonn - Perubahan iklim tidak bisa dihentikan jika degradasi (penurunan kualitas) tanah terus terjadi, kata laporan yang akan segera dirilis dari organisasi riset antarpemerintah yang berada di bawah pengawasan PBB.
Ada tiga kali lebih banyak karbon di tanah daripada di atmosfer - tetapi karbon itu dilepaskan oleh deforestasi (pengrusakan hutan) dan sistem pertanian yang buruk.
Tanah yang tererosi, dipadatkan oleh mesin dan alat berat, dijadikan kompleks bangunan, dan irigasi berlebihan juga berkontribusi pada sasalah ini.
Advertisement
Baca Juga
Hal tesebut memicu perubahan iklim dan mengkompromikan upaya manusia untuk memberi makan populasi dunia yang terus bertambah, lanjut laporan itu seperti dilansir BBC, Senin (29/4/2019).
Penurunan kualitas tanah tanah memengaruhi iklim dengan dua cara: itu mengganggu pertumbuhan tanaman yang mengambil karbon dari atmosfer, dan melepaskan karbon tanah yang sebelumnya disimpan oleh cacing yang membawa materi daun di bawah tanah.
Laporan dari The Intergovernmental science-policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) akan didiskusikan dalam pertemuan pekan ini, yang bertujuan untuk membuat semua pemerintah dunia bersua tentang perlunya melindungi ekosistem kita.
Organisasi antar pemerintah tentang keanekaragaman hayati dan ekosistem itu akan secara resmi merilis laporannya pada 6 Meimendatang.
3,2 Miliar Orang Terdampak Degradasi Tanah
Ketua IPBES, profesor Bob Watson, mengatakan kepada BBC News bahwa sekitar 3,2 miliar orang di seluruh dunia menderita tanah yang terdegradasi.
"Itu hampir setengah dari populasi dunia," katanya. "Dan jelas bahwa kami manusia telah mendegradasi tanah di seluruh dunia."
"Kami kehilangan karbon organik dari tanah dan ini merusak produktivitas pertanian dan berkontribusi terhadap perubahan iklim. Kami benar-benar harus memulihkan tanah yang terdegradasi yang bisa kami temui."
Profesor Bob Watson, yang sebelumnya pernah memimpin Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB (IPCC), mengatakan: "Pemerintah telah berfokus pada perubahan iklim jauh lebih banyak daripada yang mereka fokuskan pada hilangnya keanekaragaman hayati atau degradasi lahan."
"Ketiganya sama pentingnya untuk kesejahteraan manusia."
Pakar tanah, Prof Jane Rickson dari Cranfield University, Inggris, menambahkan: "Lapisan tipis tanah yang menutupi permukaan bumi mewakili perbedaan antara kelangsungan hidup dan kepunahan bagi sebagian besar kehidupan di daratan."
"Hanya 3 persen dari permukaan planet ini yang cocok untuk produksi yang subur dan 75 miliar ton tanah subur hilang akibat degradasi lahan setiap tahun." Dia mengatakan tanah terbentuk pada kecepatan 1 sentimeter dalam 300 tahun.
Wilayah yang Terancam Besar
Ada ketidakpastian tentang tingkat pasti degradasi tanah global, tetapi titik utama dilaporkan berada di Amerika Selatan, di mana hutan ditebang; Sub-Sahara Afrika; India dan China.
Ilmuwan tanah di kedua negara Asia terbesar khawatir bahwa kemampuan mereka untuk menanam makanan mereka sendiri dapat dikompromikan.
Sementara di Amerika Serikat, beberapa tanah sedang dipulihkan karena hutan mengambil alih tanah berkualitas buruk yang sebelumnya dikerjakan oleh petani kecil, tetapi yang lain masih terdegradasi.
Inggris juga terdampak. Beberapa ladang jagung di Inggris barat daya menderita degradasi tanah yang besar dengan curah hujan yang tinggi karena menanam daun jagung di tanah terbuka. Hujan deras lebih mungkin terjadi di bawah perubahan iklim.
Erosi juga merupakan masalah lama di Dataran Rendah Fens, Inggris yang subur, di mana pada hari-hari kering partikel tanah gambut kadang-kadang membentuk semacam kabut asap yang disebut "Fen Blow".
Gambut memiliki kandungan karbon tinggi - dan sebuah makalah baru-baru ini menunjukkan bahwa ada jauh lebih banyak karbon yang hilang dari lahan gambut daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Dan di bukit-bukit berkapur di Inggris selatan, pertanian tanaman kimia intensif dikatakan telah menyebabkan hilangnya lebih dari satu kaki tanah di beberapa tempat.
Advertisement
Kata Ilmuwan soal Peran Krusial Tanah
Dr Joanna Clark dari Reading University mengatakan kepada BBC, "Tanah sangat penting untuk kesejahteraan kita: kita semua tahu bahwa tanaman ditanam di tanah, tetapi tanah juga penting untuk perubahan iklim."
"Ada tiga kali lebih banyak karbon yang tersimpan di tanah daripada di atmosfer. Jadi bayangkan jika semua karbon itu dilepaskan, kita akan mendapatkan perubahan iklim yang tak terkendali, jadi kita perlu menyimpan karbon di dalam tanah."
Cara paling sederhana untuk melindungi tanah sambil memerangi perubahan iklim adalah membiarkan hutan tumbuh kembali. Opsi ini disukai oleh penggemar reforestasi.
Tetapi beberapa petani percaya bahwa mereka dapat terus memproduksi makanan dengan mengubah cara mereka bertani untuk meningkatkan kualitas tanah.