28 Ekor Kuda Nil Mati Secara Misterius di Taman Nasional Ethiopia

Sebanyak 28 ekor kuda nil ditemukan mati secara misterius di dalam sebuah wilayah taman nasional Ethiopia..

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 06 Mei 2019, 14:23 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2019, 14:23 WIB
Kuda Nil (iStock)
Kuda Nil (iStock)

Liputan6.com, Addis Ababa - Sedikitnya 28 bangkai kuda nil ditemukan di sebuah wilayah taman nasional di Ethiopia barat daya, akhir pekan lalu.

Mamalia semi-akuatik itu mati di Taman Nasional Gibe Sheleko, yang merupakan kawasan subur di tepi Sungai Gibe, lapor kantor berita lokal FANA.

Behirwa Mega, kepala taman nasional terkait, mengatakan kepada FANA bahwa kematian puluhan kuda nil itu terjadi antara tanggal 14 dan 21 April lalu.

Dikutip dari CNN pada Senin (6/5/2019), penyebab kematian seluruh kuda nil malang tersebut masih belum diketahui.

Taman Nasional Gibe Sheleko, yang baru didirikan pada 2011, dilaporkan memiliki 200 ekor kuda nil yang berkeliaran di area seluas 36.000 kilometer persegi.

Meskipun penyebab kematian kuda nil masih belum diketahui, hewan-hewan tersebut digambarkan sebagai satwa dalam kondiri rentan pada Daftar Merah Spesies Terancam Punah Internasional (IUCN), menurut pengamatan lembaga Konservasi Alam PBB.

IUCN memperkirakan populasi global kuda nil adalah antara 115.000 hingga 130.000 ekor. Lembaga itu menegaskan bahwa tindakan konservasi terhadap hewan terkait harus menjadi "prioritas" di negara-negara tempat habitat mereka ditemukan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Populasi Kuda Nil Kian Terancam

Gelombang Panas Landa Roma, Hewan-Hewan Diberi Semangka hingga Es Krim
Seekor kuda nil diberi makan buah untuk mendinginkan diri di kebun binatang "Bioparco" selama gelombang panas di Roma, Italia (25/7). (AFP Photo/Tiziana Fabi)

Menurut para ahli, populasi kuda nil saat ini semakin terancam oleh perburuan, virus penyakit, hilangnya habitat, penggundulan hutan, dan polusi.

Mereka diburu oleh pemburu liar dari negara-negara Afrika, yang mengekspor gigi taring panjang mereka untuk diekspor ke berbagai penjuru dunia, seperti Hong Kong dan Amerika Serikat.

Menurut jaringan pemantauan perdagangan satwa liar TRAFFIC, gigi taring kuda nil dimanfaatkan serupa gading gajah, untuk kebutuhan aksesori premium.

Sebelumnya, pada 2017, lebih dari 200 ekor kuda nil tewas karena wabah antraks yang emlanda Taman Nasional Bwabwata di Namibia.

Hal itu semakin buruk tatkala pemerintah negara tetangga Zambia, menetapkan kebijakan untuk memusnahkan kuda nil, sebagai upaya mencegah perluasan wabah antraks.


Pengaruh Wabah Antraks

Kuda Nil Si Gembul yang Terancam
Perut gembul berpadu dengan mata sipit, telinga kecil, dan moncong besarnya membuat kuda nil nampak lucu.(AP Photo)

Pemusnahan kuda nil yang terdampak wabah antraks akan dimulai oleh pemerintah Zambia pada Mei ini, meski ada keberatan dari kelompok-kelompok hak hewan.

Kebijakan kontroversial itu akan dilakukan di Lembah Sungai provinsi Luangwa di Zambia timur, kata Departemen Taman Nasional & Margasatwa setempat, pada Februari lalu.

Dikutip dari CNN, rencana tersebut dimulai pada 2015 ketika wabah antraks merebak di Afrika Tengah, termasuk di beberapa negara yang berbatasan dengan Zambia.

Rencana itu sempat ditangguhkan pada 2016, sebelum kembali diumumkan pada Oktober tahun lalu, di mana sebanyak 2.000 ekor kuda nil akan dimusnahkan secara bertahap selama lima tahun ke depan.

Banyak kelompok hak hewan mengajukan protes keras terhadap kebijakan tersebut, termasuk salah satunya organisasi yang berbasis di Inggris, Born Free.

Kelompok itu mengklaim bahwa kementerian margasatwa Zambia belum memberikan bukti ilmiah tentang klaim kelebihan populasi kuda nil dan level air yang terlalu rendah untuk mempertahankannya.

Kementerian pariwisata setempat, masih menurut Born Free, juga gagal memberikan data kredibel bahwa pemusnahan sebelumnya telah membantu mengendalikan wabah antraks terkait. 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya