Purnatugas, Dubes Iran untuk Indonesia Kenang Bangsa Persia di Sumatra

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Valiollah Mohammadi purnatugas. Ia berkisah tentang Bangsa Persia di Sumatra.

oleh Afra Augesti diperbarui 25 Jul 2019, 17:34 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2019, 17:34 WIB
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Valiollah Muhammadi, dalam sesi wawancara eksklusif bersama Liputan6.com pada Kamis (25/7/2019) di Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Valiollah Mohammadi, purnatugas setelah empat setengah tahun menjabat sebagai diplomat top negaranya --terhitung sejak 2015 hingga Juli 2019.

Dalam kurun waktu tersebut, banyak pencapaian yang telah dibuatnya untuk membangun dan menstabilkan hubungan biateral antara Iran dan Indonesia, mulai dari sektor perdagangan, ekonomi, budaya, hingga teknologi dan sains.

Namun ada satu yang membuat dirinya tertarik terhadap Nusantara, yaitu jejak Bangsa Persia di Indonesia, terutama di Sumatra. Melalui kota besar seperti Aceh, Bangsa Persia masuk ke Tanah Air dan membawa sejumlah pengaruh Islam di sana.

"Hubungan antara Iran dan Indonesia sangat akrab dan hangat. Tidak seperti hubungan yang baru dijalin dalam sehari atau dua hari kemarin, tetapi kembali lagi ke Abad ke-5, ketika orang-orang Iran datang ke Indonesia lewat Sumatra, terutama Aceh, dengan perahu dan mereka tinggal di sana, membaur dan menikah dengan masyarakat setempat," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com pada Kamis (25/7/2019) di Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Jakarta.

Relasi diplomatik telah dimulai sejak tahun 1950. Kala itu, Indonesia akhirnya memiliki kedutaan di Teheran dan Iran memiliki kedutaan di Jakarta.

Di satu sisi, dubes yang kini menginjak usia 57 tahun itu pun menggambarkan bahwa hubungan antara dua negara ini sangat penting, karena Iran dan Indonesia berpenduduk mayoritas Muslim, yang bertanggung jawab untuk mewakili dunia Islam secara global.

Meskipun ada perbedaan dalam orientasi keagamaan dua negara (Indonesia dengan populasi Sunni terbesar di dunia, sementara Iran adalah satu-satunya negara mayoritas Syiah di dunia), tetapi hal tersebut tampaknya tidak menjadi persoalan besar bagi kedua pihak.

"Anda bisa melihat banyak bukti peninggalan sejarah itu, seperti tempat-tempat yang menunjukkan bahwa ini dari orang Persia, budayanya, dan ada 400 bahasa Persia yang dijadikan sebagai bahasa serapan di Indonesia," imbuh Valiollah.

Dalam buku "Iran The Cradle of Civilization" yang ditulis dan diterbitkan oleh bagian kebudayaan Kedubes Iran, bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia, bahkan disebutkan ada 400 kosakata dalam Bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari Bahasa Persia.Kosa kata Bahasa Indonesia yang merupakan serapan dari Bahasa Persia dituliskan dalam buku "Anggur (angur), kismis (kesmesh), piala (piyala), tamasya (tamsha)," ucap Dubes Valiollah. "Sejak itu hingga sekarang, Iran dan Indonesia selalu berteman baik. Begitu pula pada tahun-tahun selama saya menjabat, ini adalah relasi terbaik yang kami miliki."

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kilas Balik Bangsa Persia di Indonesia

Masjid Raya Baiturrahman Aceh
Masjid Raya Baiturrahman Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Bila menelaah pada teori masuknya Islam ke Nusantara, menurut antropolog Muhajir Al Fairusy dalam studi ilmiahnya berjudul "Kontribusi Persia di Nusantara (Budaya Hemispheric Islam sebagai Jembatan Persia, dan Nusantara)", ada peran besar Persia di negara kita, selain Arab dan India.

Penulis kondang seperti Harry W. Hazard, Schlegel, Tibbets, Mills, Arnold, dan Syed Naquib Al Attas pun memiliki argumentasi yang kuat untuk menyatakan bahwa orang-orang Persia telah datang ke Pantai Sumatra pada sejak awal Islam atau abad pertama Hijriyah.

Dalam risetnya, Al Fairusy menyebutkan bahwa ada catatan China yang menjelaskan mengenai permukiman Arab di Sumatra, yang dikepalai oleh seorang Arab pada tahun 55 Hijriyah (672 Masehi).

Saudagar Arab, India, dan Persia juga menjadi hipotesis kuat mengenai hubungan mereka dengan masyarakat Indonesia, jauh sebelum proses islamisasi terjadi.

Di Indonesia, khususnya Aceh, nuansa Persia (yang diklaim identik dengan Syi'ah) sangat terasa lewat syair dan hikayat yang berkembang di tengah warga lokal, seperti 'mengagungkan' ahlul bait (keluarga Ali dan Fatimah) yang dituangkan lewat cerita, serta kisah-kisah yang ditulis dalam hikayat-hikayat.

"Bahkan, kemudian ditransformasikan lewat lantunan lagu yang didendangkan dengan transparan memuji ahlul bait, terutama pada anak-anak," tulis Al Fairusy.

Di Indonesia sendiri, pengaruh Bahasa Persia turut berperan dalam perkembangan Bahasa Aceh. Sebagai bahasa yang memiliki perbendaharaan kata (kosakata) yang tidak begitu banyak, maka bahasa Aceh juga diklaim lebih banyak mengandung kata-kata bahasa Arab, Sansekerta, Melayu, Persia, dan sejumlah kecil Bahasa Belanda, Inggris, dan Portugis.

"Beberapa kontribusi Persia tersebut, yang berakulturasi dengan kebudayaan lokal, menunjukkan peran Persia yang luas hingga ke Nusantara," tulis Al Fairusy. 

People-to-People Contact

Dalam sebuah wawancara pada Februari 2019, Valiollah menuturkan bahwa latar belakang sejarah Iran dan Indonesia adalah modal yang baik untuk dijadikan dasar perkembangan dan penguatan hubungan masyarakat.

"Interaksi antara kedua negara sudah terjadi pada ratusan tahun yang lalu, saudagar-saudagar Persia datang ke Indonesia, dan ini menjadi dasar untuk perluasan dan penguatan hubungan kerja sama tersebut," dubes mengatakan. 

Cara-cara yang dapat ditempuh untuk memperluas people-to-people contact adalah melaksanakan kegiatan pekan sosial dan budaya, meningkatkan interaksi antara mahasiswa kedua negara, meningkatkan hubungan antara parlemen sebagai wakil rakyat kedua negara, dan khususnya olahraga. Semua ini sudah banyak dilakukan sepanjang tahun 2018.

Ilmu pengetahuan dan teknologi-teknologi canggih juga merupakan cara lain untuk meningkatkan peopple-to-people contact.

Iran, kata Valiollah, menduduki peringkat ke-16 dari segi ilmu pengetahuan dan beberapa teknologi canggih lainnya, salah satunya seperti teknologi nano yang menempati urutan ke-5 di dunia.

"Saya rasa jika kemampuan ini dimaksimalkan antara Iran dan Indonesia, imbasnya akan secara langsung menuju pada penguatan hubungan masyarakat kedua negara," sebutnya lagi.

Pertukaran mahasiswa, dosen, akademisi, atlet, ilmu pengetahuan, teknologi canggih, budaya, sastra, puisi, film layar lebar, semua hal itu bisa menjadi penguat antara warga negara Iran dan Indonesia. Sementara itu, sektor pariwisata berada di puncak dari hal-hal yang disebutkan tadi. 

 

Sanksi AS dan Hubungannya dengan Bilateral Indonesia

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Valiollah Muhammadi, dalam sesi wawancara eksklusif bersama Liputan6.com pada Kamis (25/7/2019) di Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, setelah melakukan lawatan ke India pada 12 hingga 13 Desember 2016, Presiden Joko Widodo melanjutkan kunjungan kenegaraannya ke Republik Islam Iran pada 14 Desember 2016.

Kunjungan tersebut adalah lawatan balasan setelah sebelumnya pada April 2015, Presiden Iran Hassan Rouhani datang ke Indonesia. Namun bagi Dubes Valiollah, ini adalah salah satu pencapaian terbesarnya selama menjabat sebagai duta besar.

"Tentu saja mendatangkan Presiden (Hassan Rouhani) ke Indonesia dan kunjungan Presiden Jokowi ke Iran. Ini, menurut saya, adalah pencapaian terbesar saya. Kedua pemimpin juga berdiskusi mengenai berbagai topik," ungkap Valiollah kepada Liputan6.com pada Kamis (25/7/2019) di Kedutaan Besar Republik Islam Iran di Jakarta.

Ada lagi soal volume perdagangan antara Indonesia dan Iran yang diklaimnya naik. "Saat pertama saya datang ke sini, masih sekitar US$ 250 juta. Sekarang sudah mencapai US$ 1 miliar pada 2018." 

Penguatan kerja sama pun dilakukan di bidang sains dan teknologi. Contohnya ketika rektor UI, Muhammad Anis, datang ke Iran dan menandatangani MoU dengan Teheran.

"Kami juga punya joint committee di bidang sains dan teknologi, sebab Iran adalah negara yang kini dikenal akan bioteknologi, nanoteknologi (nomer 4 di dunia), teknologi nuklir, dan banyak lagi," imbuh Valiollah.

Iran dan Indonesia juga telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Bengkulu untuk mengelola air bersih menggunakan nanoteknologi. Beberapa sektor kerja sama bahkan disebut bisa mencapai nilai US$ 2 miliar.

Namun menurutnya, bila melihat kemampuan dari kedua negara, ia yakin seharusnya volume ini bisa mencapai US$ 20 miliar.

Lalu, apakah semua ini karena sanksi Amerika Serikat terhadap Iran, kemudian berdampak kepada hubungan bilateral Iran dengan Indonesia dan negara-negara lain?

"Tentu saja, ketika mereka mengeluarkan unilateral sanksi, bukan internasional, bukan Uni Eropa, bukan Asia. Hanya Amerika, mereka mempengaruhi seluruh negara di dunia, jadi merambah ke sektor swasta. Bila Anda mengajak perang Iran, maka kami akan menghukum Anda," tegasnya.

Ketika ada sanksi, beberapa perushaan terpaksa tidak dapat lagi melanjutkan kerja sama dengan Iran. Ini dikarenakan situasi yang memaksa mereka untuk tidak melakukan apa-apa kepada Iran. Sanksi biasanya akan memengaruhi perbankan dan trasportasi yang kerap digunakan untuk pengiriman komoditas ekspor-impor. 

"Kami baru saja bernegosiasi terkait proyek pembangkit listrik (dengan Indonesia). Namun sayangnya, hasil dari sanksi unilateral Amerika berdampak besar, tetapi kita masih terus mencoba bernegosiasi untuk itu. Saya berharap bisa merealisasikannya segera dan rampung tahun ini," pungkasnya.

Pesan Untuk Dubes Baru

Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia
Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Valiollah Muhammadi, dalam sesi wawancara eksklusif bersama Liputan6.com pada Kamis (25/7/2019) di Kedutaan Besar Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Seiring dengan berakhirnya masa tugas Valiollah Mohammadi di Indonesia, sosok penggantinya sudah ada. Ia diperkirakan akan mulai masuk kantor pada awal Agustus tahun ini.

Kepada Liputan6.com, Valiollah menjelaskan dubes baru tersebut pernah tinggal di Indonesia sebanyak dua kali. Misi pertamanya kala itu, tahun 2006, masih sebagai diplomat muda.

"Yang kedua adalah sebagai wakil duta besar dan kali ini, ia menjabat duta besar. Jadi, dia pasti tahu banyak tentang Indonesia, bisa berbicara Bahasa Indonesia juga dan saya ingin mengucapkan selamat kepadanya karena dia sudah terpilih sebagai dubes Iran yang baru," Valiollah menuturkan.

Kepada dubes baru, Valiollah menyampaikan: "Saya ingin mengingatkannya bahwa masih ada potensi dan kesempatan besar antara Iran dan Indonesia untuk membangun kerja sama, misalnya sektor ekonomi. Kedua negara saling melengkapi satu sama lain, bukan berkompetensi."

"Silakan memperluas, meningkatkan, dan memperdalam hubungan itu seperti di bidang perdagangan, ekonomi, sains dan teknologi, budaya, pariwisata, keagamaan, dan saya yakin dia punya arahnya sendiri."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya