Donald Trump: Survei Warga AS yang Dukung Saya Dilengserkan Adalah Hoaks

Presiden Donald Trump menolak jajak pendapat outlet media utama, yang menunjukkan bahwa hampir setengah dari orang Amerika Serikat mendukung pelengseran dan pemecatannya.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Nov 2019, 18:05 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2019, 18:05 WIB
Presiden AS Donald Trump (AP PHOTO)
Presiden AS Donald Trump (AP PHOTO)

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Donald Trump, pada Minggu 3 November 2019, menolak jajak pendapat dari beberapa outlet media utama, yang menunjukkan bahwa hampir setengah dari orang Amerika Serikat mendukung pelengseran dan pemecatannya.

"Saya memiliki (hasil) jajak pendapat yang sebenarnya," klaim Trump kepada wartawan di luar Gedung Putih.

"Jajak pendapat CNN palsu. Jajak pendapat Fox selalu buruk. Saya beri tahu Anda, mereka harus membuat survei baru," lanjutnya, seperti dikutip dari Huffpost (Huffington Post), Senin (4/11/2019).

Jajak pendapat Washington Post-ABC News yang dirilis Jumat 1 November menunjukkan, 49% warga AS mendukung penggulingan Trump.

Pada Minggu 3 November, Fox News merilis sebuah jajak pendapat dengan jumlah yang sama. Begitupun hasil dari NBC/The Wall Street Journal dalam survei bersama.

Semua jajak pendapat dilakukan pada akhir Oktober 2019.

Tetapi Presiden Donald Trump mencemooh hasil survei yang menunjukkan bahwa hampir separuh publik AS ingin dia dimakzulkan. Sang presiden mengklaim, "orang tidak ingin ada hubungannya dengan pemakzulan."

"Ini adalah penipuan palsu. Ini hoaks," katanya, berargumen bahwa "pelapor (yang memicu penyelidikan pemakzulan) harus diungkap, karena pelapor memberikan informasi yang salah."

Trump telah berulang kali menuntut agar anggota komunitas intelijen yang melaporkan panggilan teleponnya pada 25 Juli dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky diumumkan.

Andrew Bakaj, salah satu pengacara untuk individu yang masih anonim, berpendapat bahwa kliennya "berhak atas anonimitas."

Pelapor itu melaporkan kepada Kongres AS (DPR dan DPD) bahwa Trump diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai presiden untuk memeras Presiden Ukraina agar mau menyelidik tudingan skandal yang disebut-sebut menimpa saingannya pada Pilpres AS 2020 mendatang: Joe Biden dari Partai Demokrat yang beroposisi.

Percakapan telepon antara kedua presiden adalah jantung dari penyelidikan pemakzulan House of Representatives (DPR AS) yang didominasi Demokrat.

Ringkasan sambungan telepon itu menunjukkan, Trump mendesak Zelensky untuk mendapatkan bantuan menyelidiki korupsi mantan Wakil Presiden Joe Biden dan putranya berdasarkan tuduhan yang tidak berdasar. Pada saat yang sama, bantuan militer dari Amerika untuk Ukraina ditahan, meningkatkan kekhawatiran atas kemungkinan politik 'balas budi' (quid pro quo).

Namun, pelapor itu bukan satu-satunya yang melaporkan panggilan Donald Trump.

Pekan lalu, pakar terkemuka Ukraina dari Dewan Keamanan Nasional AS, Letnan Kolonel Alexander Vindman, muncul di hadapan penyelidik kongres dengan informasi langsung tentang diskusi tersebut, menurut pernyataan yang belum dipublikasikan, namun berhasil diperoleh oleh HuffPost dari seorang narasumber. Vindman melaporkan panggilan Trump-Zelensky, katanya, karena dia khawatir hal itu dapat "merusak keamanan nasional AS."

Sementara orang Amerika terpecah secara merata pada apakah pemakzulan adalah langkah yang tepat, perpecahan itu jauh lebih mencolok di sepanjang garis partisan.

Menurut jajak pendapat The Post/ABC, 82% dari Partai Republik menentang pemakzulan, sementara persentase yang sama dari Demokrat mendukungnya. Demikian pula, jajak pendapat NBC/WSJ menemukan bahwa 90% dari Partai Republik menentang pemakzulan, sementara 88% Demokrat mendukungnya.

Simak video pilihan berikut:

Apa yang Dikatakan Survei?

Donald Trump dalam safari politiknya di Biloxi, negara bagian Mississippi, pada November 2018 (AFP/Jim Watson)
Donald Trump dalam safari politiknya di Biloxi, negara bagian Mississippi, pada November 2018 (AFP/Jim Watson)

Sekitar setengah dari orang Amerika Serikat sekarang ingin agar Kongres AS (DPR dan DPD) memakzulkan Presiden Donald Trump dan mencopotnya dari jabatan. Angka itu naik sedikit dari sebulan yang lalu --menurut sebuah jajak pendapat baru NBC News/Wall Street Journal.

Survei itu dilakukan dengan menelpon 900 responden orang dewasa AS, dilakukan dari 27-30 Oktober 2019, dengan margin untuk kesalahan 3,27 poin persentase.

Survei terkini menunjukkan, 49% responden mendukung pemakzulan dan pencopotan Trump, sementara 46% menentangnya. Sebulan lalu, 49% orang menentang pemakzulan, sementara 43% mendukungnya, demikian seperti dikutip dari CNBC, Senin (4/11/2019).

Namun secara paradoks, survei persetujuan kinerja Trump di mata publik naik dua poin menjadi 45%.

Politikus Partai Republik, Bill McInturff menyebut tanda itu bahwa, sejauh ini, paling tidak, penyelidikan pemakzulan Trump yang dituduh mempengaruhi Ukraina untuk menyelidiki lawan politiknya pada Pilpres AS 2020, belum mengubah penilaian keseluruhan presiden.

"Kami sama sekali tidak melihat perubahan dalam posisi Trump," kata McInturff.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya