Al Qaeda Diprediksi Bangkit Usai Kekalahan Besar ISIS di Irak dan Suriah

Kelompok teror Al Qaeda diprediksi perlahan membangun kembali kemampuannya di negara-negara yang dilanda konflik.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Nov 2019, 16:57 WIB
Diterbitkan 12 Nov 2019, 16:57 WIB
Aksi Serangan Teroris
Ilustrasi Foto Teroris (iStockphoto)

Liputan6.com, Gaza - Meski mengalami kemunduran besar dalam beberapa tahun terakhir, kelompok teror Al Qaeda sepertinya tetap ulet dan perlahan membangun kembali kemampuannya di negara-negara yang dilanda konflik. Tren itu terjadi saat dunia memusatkan perhatian kepada ISIS, demikian peringatan yang disampaikan sejumlah pakar.

Mereka mengatakan kelompok jihadis yang dulunya kuat itu telah berupaya membangun hubungan lebih erat dengan kelompok-kelompok ekstremis lokal, terutama di beberapa bagian Afrika dan Timur Tengah.

"Selama beberapa waktu Al Qaeda telah beroperasi secara diam-diam di banyak tempat, menjalin aliansi baru dan membangun kembali hubungan dengan bekas afiliasinya," ujar Radwan Badani, pakar ilmu politik di Universitas Salahaddin di Irbil, Irak, seperti dilansir VOA Indonesia, Selasa (12/11/2019).

Ketidakstabilan politik dan keamanan di banyak negara, seperti Suriah, Libya dan Yaman telah memberi kesempatan baru bagi Al Qaeda untuk memperkuat keberadaannya.

"Fakta bahwa ISIS telah menjadi target utama Amerika dan negara-negara lain telah membuat Al Qaeda berkesempatan mengubah diri dan menjadi jaringan teror yang lebih terdesentralisasi, yang menarik kelompok-kelompok Islam yang bahkan memiliki sedikit kecenderungan melancarkan serangan terhadap Barat," ujar Badini kepada VOA.

Dalam Laporan Tahunan tentang Terorisme 2018 pekan lalu, Kementerian Luar Negeri AS menyatakan afiliasi Al Qaeda di Yaman telah berhasil merekrut anggota baru, melancarkan serangan dan mengancam Barat.

Laporan itu menambahkan, Al Qaeda di Semenanjung Arab juga telah "merilis sejumlah video yang menegaskan kembali niat untuk menyerang Barat."

Para pejabat Amerika mengatakan afiliasi Al Qaeda di Libya juga telah membangun tempat perlindungan yang aman di sana, dengan mengeksploitasi sistem keamanan yang rapuh di negara di Afrika Utara itu.

Di Suriah, para pakar mengatakan, Al Qaeda mempertahankan kehadirannya lewat sejumlah afiliasi lokal yang umumnya berbasis di bagian barat laut negara yang dikoyak perang itu; meskipun hubungannya dengan afiliasi utama di Suriah, Front Al Nusra, terputus.

Simak video pilihan berikut:

ISIS Umumkan Pemimpin Baru, Masih Aktif?

Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)
Ilustrasi Anggota ISIS (AFP Photo)

Sementara itu, ISIS telah mengumumkan pemimpin baru setelah kematian Abu Bakr al-Baghdadi.

Dalam rekaman yang diterbitkan oleh corong media ISIS al-Furqan, kelompok teroris mengumumkan Abu Ibrahim al-Hashimi al-Qurashi (beberapa menuliskannya dengan al-Qurayshi) sebagai pemimpin barunya, demikian seperti dikutip dari CNN, Jumat 1 November 2019.

Pesan itu diumumkan oleh juru bicara baru ISIS, Abu Hamza al-Qarshi.

Dia menggantikan mantan juru bicara Abu Hasan al-Muhajir, yang dibunuh oleh pasukan AS di dekat Jarablus di Suriah utara, kata seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri AS, Senin 28 Oktober 2019.

"Amerika, jangan senang dengan pembunuhan Sheikh al-Baghdadi," kata juru bicara baru itu dalam rekaman.

"Apakah kamu tidak menyadari bahwa Negara (ISIS) saat ini tidak hanya di ambang pintu Eropa dan di pusat Afrika, itu tetap dan berkembang dari timur ke barat," lanjut juru bicara ISIS itu.

Hanya sedikit yang diketahui tentang al-Qurashi, dengan BBC melaporkan bahwa nama itu kemungkinan bukan nama asli, melainkan sebuah nom de guerre atau "nama perang". Belum diketahui nama asli pria tersebut.

BBC menambahkan bahwa pemilihan nama al-Qurashi dan al-Hashimi, yang memiliki rekam silsilah sebagai salah satu suku yang dekat dengan Nabi Muhammad (Bani Hasyim dan Bani Quraysh), membantunya dalam "mengklaim legitimasi atas kekhalifahan."

The Guardian melaporkan bahwa al-Qurashi adalah "veterang perang dari kelompok-kelompok militan Timur Tengah yang berperang melawan negara Barat.

Sementara situs media Belanda Trouw menulis bahwa al-Qurashi "berpendidikan agama dan memiliki pengalaman memimpin pertempuran."

Al Jazeera melaporkan bahwa metode kepemimpinan al-Qurashi "diperkirakan akan berbeda dari apa yang dilakukan oleh al-Baghdadi," karena pria itu mewarisi ISIS "yang terpecah-belah dan kini berubah menjadi (organisasi) sel-sel tidur yang tersebar."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya