24-3-1603: Berdirinya Era Tokugawa, Keshogunan Jepang yang Terakhir

Perjalanan dan strategi Ieyasu Tokugawa mendirikan keshogunan terakhir di Jepang.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 24 Mar 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 24 Mar 2020, 06:00 WIB
Kastil Matsumoto
Kastil Matsumoto, satu dari lima kastil di Jepang yang ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO pada September 2019. Kastil ini pernah menjadi tempat tinggal klan Tokugawa. (Liputan6.com/Andry Haryanto)

Liputan6.com, Tokyo - Pada 24 Maret 1603, Ieyasu Tokugawa diangkat menjadi shogun Jepang. Keluarga Tokugawa berkuasa selama lebih dari 250 tahun dan menjadi keshogunan terakhir di Jepang.

Perjalanan Ieyasu menjadi shogun Jepang sangatlah panjang. Untuk mendapat gelar shogun, Ieyasu harus melewati Zaman Sengoku, era Toyotomi, dan finalnya pada perang besar Sekigahara.

Ieyasu Tokugawa adalah orang dekat tokoh pemersatu Jepang di zaman perang saudara, yakni Nobunaga Oda dan Hideyoshi Toyotomi. Dinamika kekuasaan antara tiga orang itu sangat menarik.

Ada sebuah cerita terkait gaya memimpin mereka. Alkisah, tiga pemimpin itu melihat seekor burung yang tak mau bernyanyi dan ketiganya memberi respons yang amat berbeda.

Nobunaga mengancam agar burung itu dibunuh, Hideyoshi meminta agar burung itu dibuat bernyanyi, sementara Ieyasu memilih menunggu sampai burung itu bernyanyi.

Strategi kesabaran Ieyasu Tokugawa menjadi reputasinya yang paling diingat selama berabad-abad.

Japan Visitor, mencatat Ieyasu hanyalah anak dari keluarga militer kecil pada 1543. Aslinya, Ieyasu bernama Takechiyo Matsudaira dan keluarganya beraliansi dengan klan Imagawa.

Namun, klan Imagawa hancur oleh Nobunaga Oda, seorang pemimpin muda dari Owari. Klan Matsudaira kemudian memilih bersumpah kepada Nobunaga, dan klan Matsudaira berganti nama menjadi klan Tokugawa.

Pilihan Ieyasu Tokugawa untuk setia pada Nobunada Oda teryata tepat. Taktik Nobunaga yang agresif dan inovasinya dengan senjata api membuat reputasinya disorot klan besar seperti klan Takeda dan klan Uesugi di zaman Sengoku.

Nobunaga Oda sedang berada di puncak kekuasaan ketika ia dikhianati oleh Mitsuhide Akechi dalam peristiwa Kuil Honnoji pada 1582. Nobunaga melakukan seppuku dan Jepang kehilangan seorang sosok dominan.

Ketika Nobunaga tiada, kekuatan Ieyasu Tokugawa pun mulai disorot sebagai sosok penerus Nobunaga menyatukan Jepang yang sedang dilanda perang saudara. Namun, ada satu pesaingnya, yakni Hideyoshi Toyotomi yang terkenal di kalangan wong cilik.

Lantas apa pilihan Ieyasu Tokugawa?

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Sabar Menanti

Matsumoto Castle
Pemerintah Jepang menyematkan Kastil Matsumoto sebagai aset penting negara karena orisnalitas dan bukti-bukti sejarah yang masih tersimpan di kastil tersebut (Andry Haryanto/Liputan6.com)

Kematian Nobunaga tak langsung membuat Ieyasu Tokugawa mengejar kekuasaan. Ia memilih tunduk kepada Hideyoshi Toyotomi. Masih pada 1982, keduanya kompak membalas dendam terhadap Mitsuhide Akechi.

Sesudah memberantas klan Akechi pada Pertempuran Yamazaki, sempat muncul friksi antara klan Tokugawa dan klan Hideyoshi. Untungnya, konflik keduanya berakhir damai dan Ieyasu Tokugawa menjadi sosok penting di pemerintahan Toyotomi.

Sama seperti Nobunaga, perjalanan militer Toyotomi juga sukses, dan tidak hanya di ibu kota melainkan di daerah. Hideyoshi berhasil menjinakan Pulau Shikoku dan Tachibana, menembus benteng klan Hojo di Odawara, dan melancarkan Invasi Joseon (Korea) pada 1590-an.

Selama itu pula Ieyasu Tokugawa selalu hadir di ring satu kekuasaan. Hingga akhirnya, Hideyoshi Toyotomi tutup usia di 1598

Kepergian Hideyoshi Toyotomi tak ayal membuka peluang lebar bagi Ieyasu Tokugawa. Tak ada lagi sosok dominan di Jepang yang sejajar dengan Ieyasu Tokugawa dari level pengalaman militer maupun politik.

Pusat kekuasaan Jepang pun terpecah menjadi kubu pro-Toyotomi dan pro-Ieyasu. Dua tahun kemudian, pecahlah Perang Sekigahara.

Bangkitnya Tokugawa

Kota Tokyo dari Ketinggian
Tokyo menjadi ibu kota Jepang di zaman Tokugawa.Gambar pada 19 Agustus 2019 memperlihatkan pemandangan cakrawala Tokyo terlihat dari dek observasi Menara Roppongi Hills. (AP Photo/Jae C. Hong)

Pertempuran Sekigahara adalah pertempuran penutup di era perang saudara di Jepang. Situs Japan Travel menyebut perang ini dijuluki "Pertempuran untuk Dunia Yang Terpecah".

Kubu Toyotomi disebut pasukan Barat dan kubu Tokugawa adalah pasukan timur. Pertempuran pecah pada 21 Oktober 1600.

Kubu pro-Toyotomi dipimpin oleh Mitsunari Ishida yang merupakan loyalis Hideyoshi. Ia didukung ksatria legendaris Yukimura Sanada, serta klan Uesugi, Mori, dan Shimizu yang loyal dengan Tokugawa.

Kubu pro-Tokugawa sejatinya kalah orang. Namun, ternyata Tokugawa berhasil melobi seorang jenderal di kubu pro-Toyotomi, yaitu Hideaki Kobayakawa yang membawa 15 ribu lebih pasukan. Kubu Barat pun hancur.

Pengkhianatan Kobayakawa membawa kemenangan bagi Tokugawa dan klannya berkuasa ratusan tahun hingga akhir abad ke-19.

Ieyasu Tokugawa dianggap mendapat "enaknya" dari perjuangan Nobunaga Oda dan Hideyoshi Toyotomi yang mempersatuan Jepang dengan mengalahkan pemimpin daerah yang berontak di zaman perang saudara.

Alhasil, muncul anekdot lain antara Oda, Toyotomi, dan Tokugawa.

Nobunaga Oda disebut yang menumbuk padi, Hideyoshi yang menanak nasi, dan Ieyasu yang memakannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya