Studi Baru Temukan Hujan Asteroid Hantam Bumi dan Bulan 800 Juta Tahun Lalu

Sebuah studi baru menemukan bahwa sebuah hujan asteroid yang diduga telah menghantam bulan dan Bumi 800 juta tahun yang lalu diperkirakan telah membantu memicu zaman es terbesar di Bumi.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2020, 20:40 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 20:40 WIB
An asteroid shower (Murayama/Osaka Univ)
An asteroid shower (Murayama/Osaka Univ)

Liputan6.com, Jakarta Studi baru menguak adanya hujan asteroid yang diduga menghantam bulan dan Bumi pada 800 juta tahun lalu. Hujan asteroid itu diperkirakan telah membantu memicu zaman es terbesar di Bumi.

Ada banyak tanda bahwa dampak sinar kosmik memiliki efek besar pada sejarah Bumi. Sebagai contoh, sebuah asteroid seluas 6 mil (10 kilometer) yang menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu dekat kota yang sekarang disebut Chicxulub di Semenanjung Meksiko, mampu menghancurkan tiga perempat spesies hewan dan tumbuhan di Bumi --termasuk sebagian besar dinosaurus-- dan meninggalkan kawah raksasa lebih dari 180 km.

Asteroid sebesar itu diperkirakan mampu menyerang bumi hanya 100 juta tahun sekali. Namun, erosi, gunung berapi, dan aktivitas geologis lainnya telah menghapus sebagian besar kawah di bumi yang dipengaruhi kosmik tersebut sebelum 600 juta tahun lalu, sehingga menghilangkan sedikit pengetahuan tentang tabrakan kosmik ini.

Dalam sebuah penelitian baru dari Jepang, untuk mempelajari lebih lanjut tentang dampak kuno di Bumi, para ilmuwan menyelidiki Bulan. Hal itu dikarenakan kawah terpelihara dengan baik dalam ruang hampa di permukaan Bulan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

8 Kawah Besar Bulan Terbentuk Bersamaan

Bumi Punya 'Bulan Kedua': Asteroid 2014 OL339
Bumi Punya 'Bulan Kedua': Asteroid 2014 OL339

Para ilmuwan menyelidiki 59 kawah bulan, masing-masing memiliki lebar sekitar 12 mil (20 km)  dan akan lebih besar jika menggunakan pesawat ruang angkasa pengorbit bulan Jepang, Kaguya.

Para peneliti menganalisis ketika kawah-kawah ini terbentuk dengan memeriksa cincin-cincin batu yang menyembur dari dampak tersebut. Meteoroid kecil menghujani bulan dengan kecepatan yang dapat diprediksi, meninggalkan kawah dengan jarak mulai dari 330 hingga 3.300 kaki (100 hingga 1.000 meter), dan dengan menghitung jumlah kawah-kawah kecil dalam partikel-partikel yang terlempar dari kawah besar, mereka dapat memperkirakan kapan kawah besar terbentuk.

Para ilmuwan menemukan delapan kawah besar yang mereka teliti terbentuk secara bersamaan, termasuk kawah Copernicus yang lebarnya 93 kilometer, tempat di mana astronot Apollo mengumpulkan sampel.

Menggunakan materi penanggalan radiometric milik Copernicus pada radioisotope dan manik-manik kaca yang dibentuk oleh dampak meteorit yang sudah dikumpulkan dari sejumlah lokasi pendaratan Apollo, para peneliti memperkirakan kawah-kawah ini lahir setelah hujan asteroid sekitar 800 juta tahun lalu.

Pemicu Terjadinya Zaman Es

Ini yang Terjadi Jika Komet Swift-Tuttle Menabrak Bumi
Ilustrasi hujan meteor Perseid (Wikipedia)

Dampak kosmik ini menghantam Bumi dan Bulan tepat sebelum periode Kriogenium 635 juta hingga 720 juta tahun yang lalu. Selama periode Kriogenium, bumi melihat zaman es terbesarnya, yang berpotensi menutupi seluruh planet serta fosil hewan tertua dengan es.

Ketua penulis penelitian, Kentaro Terada, yang juga seorang kosmokimiawan di Universitas Osaka di Jepang, mengungkapkan kepada Space.com, Kamis (23/7/2020), bahwa penelitian sebelumnya menunjukkan dampak asteroid di Chicxulub mampu meledakkan sejumlah besar debu, yang menyebabkan langit gelap dan suhu di bumi turun.

Selain itu, hujan meteoroid 470 juta tahun lalu juga mungkin menghancuran debu dalam jumlah yang luar biasa, berpotensi memicu apa yang disebut zaman es pertengahan Ordovisium, tambahnya.

"Dari pertimbangan ini, saya dapat mengatakan bahwa tidak aneh jika hujan asteroid 800 juta tahun yang lalu merupakan pemicu terjadinya zaman es, karena total massa 800 juta tahun yang lalu dalam penelitian kami adalah 10 hingga 100 kali lebih besar daripada dampak Chicxulub dan hujan meteoroid 470 juta tahun yang lalu," kata Terada.

Para peneliti memperkirakan hujan asteroid ini akan menyebarkan 100 miliar metrik ton fosfor di seluruh Bumi, yang sekitar 10 kali lebih banyak dari total fosfor di lautan saat ini. Mereka menyarankan fosfor ini mungkin memiliki efek biologis yang tak terhitung karena fosfor merupakam elemen utama dari DNA dan membran sel.

Peneltian Ryugu dan Bennu

Ryugu dan Bennu (JAXA, U. Tokyo and collaborators; NASA/OSIRIS-REx))
Ryugu dan Bennu (JAXA, U. Tokyo and collaborators; NASA/OSIRIS-REx))

Mengingat waktu hujan asteroid, Terada dan rekan-rekannya berfikiran bahwa itu berasal dari peristiwa mengganggu yang memunculkan sabuk asteroid, yang terbentuk sekitar 830 juta tahun yang lalu. Penelitian sebelumnya berfikran bahwa sabuk asteroid merupakan tubuh induk asteroid dekat Bumi Bennu dan Ryugu.

Misi OSIRIS-REx NASA dijadwalkan untuk mengumpulkan sampel dari Bennu, sementara penyelidikan Hayabusa2 Jepang untuk mengumpulkan sampel dari Ryugu dan dijadwalkan untuk kembali ke Bumi pada bulan Desember.

"Rencana penelitian saya berikutnya adalah memberi tanggal sampel yang dikumpulkan dari asteroid yang dekat dengan bumi, Ryugu dan Bennu. Jika kita mendapatkan usia 800 juta tahun dari sampel Ryugu, saya akan sangat senang," kata Terada, karena itu mungkin mendukung hubungan antara asteroid ini dan dampak kosmik yang mereka fikirkan mengenai Bumi dan bulan.

 

Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya