Kemlu Terus Awasi Perkembangan Kasus Adelina Lisao, WNI Tewas Teraniaya di Penang

Kasus Adelina Lisao, ART WNI yang dianiaya hingga meninggal di Penang, Malaysia masih terus diawasi oleh Kemlu.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 23 Sep 2020, 17:26 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2020, 17:25 WIB
Gedung Pancasila
Gedung Pancasila. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kasus penganiayaan yang menimpa ART asal Indonesia di Penang masih terus berlanjut. Pihak Kementerian Luar Negeri pun masih mengawasi perkembangan kasus ini. 

Adelina Lisao adalah TKI yang ditemukan dalam kondisi tak berdaya di rumah majikannya, di Bukit Mertajam Malaysia pada Februari 2018. Ia meninggal usai dibawa ke rumah sakit. Kala itu, ia diduga kuat menjadi korban penyiksaan dan penelantaran.

Pada 2019, pemerintah Indonesia sempat dikejutkan dengan keputusan bebas murni majikan TKI Adelina Lisao yang diberikan oleh Pengadilan Tinggi Pulau Penang pada 18 April 2019 lalu.

Namun, kini pihak Kemlu meyakinkan bahwa pemerintah Indonesia masih mengawasi perkembangan kasus ini. 

"Kita akan kawal terus sampai Adelina dan keluarganya mendapatkan keadilan. Kami masih menunggu posisi resmi Kejaksaan Agung Malaysia terhadap putusan di Mahkamah Rayuan tersebut," jelas Joedha Nugraha selaku Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Rabu (23/9/2020). 

Ia menambahkan bahwa pemerintah Indonesia juga masih menunggu posisi Kejaksaan Agung Malaysia.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kronologi Adelina Jadi TKI hingga Tewas di Malaysia

Kronologi Adelina Menjadi TKI hingga Tewas di Malaysia
Orangtua Adelina, TKI asal Kabupaten Timor Tengah Selatan, mengaku tak pernah mengizinkan anaknya yang masih berusia 16 tahun saat itu. (Liputan6.com/Ola Keda)

Setelah resmi dilaporkan oleh orangtua Adelina Sau (bukan Adelina Lisao), aparat Polres TTS langsung melakukan penyelidikan kasus itu pada Februari 2018 lalu.

Langkah awal adalah menyelidiki dugaan pemalsuan dokumen korban. Polisi mengaku sudah mengantongi nama calo perekrut yang mengirim korban secara ilegal ke Malaysia.

"Namun, identitas pengirim dirahasiakan untuk kepentingan pengungkapan kasus ini," ujar Kapolres TTS, AKBP Totok Mulyanto, Rabu, 14 Februari 2018.

Totok mengatakan, setelah korban direkrut dan dikirim tanpa memberi tahu orangtuanya terlebih dulu, orangtua korban mendapat uang Rp 500 ribu dari calo perekrut calon TKI. Uang itu dititip perekrut melalui tetangga korban.

Setelah korban dibawa oleh perekrut, sejak saat itu pula komunikasi antara korban dengan keluarganya putus hingga keluarga mendapatkan informasi bahwa korban sudah meninggal dunia di Malaysia.

Pemalsuan Dokumen

Ia menjelaskan nama korban sebenarnya adalah Adelina Sau, dan bukan Adelina Lisao. Sebab, di Desa Abi tidak ada warga yang bernama Adelina Lisao. Nama Adelina Lisao adalah nama yang dipalsukan oleh pihak yang mengirim korban ke Malaysia.

Paspor korban diterbitkan oleh kantor Imigrasi Jawa Timur. Saat diberangkatkan menjadi TKI, Adelina disebut masih berumur 16 tahun. Sesuai akta lahir, korban kelahiran 1998, sementara dalam paspor tertulis kelahiran 1992.

Salah salah satu bukti yang diperoleh Tim Anti-Trafficking Polres TTS, kata Totok, adalah kartu keluarga yang dipakai untuk mengurus dokumen korban. Kop dari kartu keluarga itu berasal dari Pemerintah Kabupaten Belu, tetapi isinya Kabupaten Kupang, Kecamatan Kupang Tengah, Desa Tanah Merah.

"Ini sudah bagian manipulasi dokumen," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya