WNI Positif COVID-19 di Luar Negeri 1.637, Kasus Bertambah dari Qatar

Ada tambahan WNI terkena COVID-19 di Qatar.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 16 Okt 2020, 13:31 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2020, 13:31 WIB
Menengok Kota Doha Qatar di Tengah Pandemi COVID-19
Meja dan kursi ditumpuk di depan restoran di pasar Souq Waqif di tengah pandemi COVID-19 di Doha, ibu kota Qatar, (13/4/2020). (Xinhua/Nikku)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri melaporkan tambahan kasus COVID-19 di Qatar. Totalnya, ada 1.637 WNI di seluruh dunia yang terpapar COVID-19 di luar negeri.

Pada laporan Kemlu, Jumat (16/10/2020), Kasus tambahan di Qatar berjumlah satu orang sehingga kasus di negara itu menjadi 146. Ada juga tambahan kasus sembuh di Korea Selatan dan Qatar.

Di Qatar ada tambahan empat pasien COVID-19 sembuh, sementara di Korsel ada tiga orang yang sembuh.

"Tambahan WNI terkonfirmasi COVID-19 di Qatar, sembuh di Korea Selatan dan Qatar. Total WNI terkonfirmasi di luar negeri adalah 1.637: 1.162 sembuh, 150 meninggal, dan 325 dalam perawatan," tulis akun @Kemlu_RI.

Berikut peta kasusnya:

WNI paling banyak terkena COVID-19 di Arab Saudi dengan total 267 kasus. Berikutnya, mereka paling banyak terpapar di Malaysia dengan total 168 kasus.

Jumlah WNI yang dirawat di Saudi dan Malaysia akibat COVID-19 masih di atas 100.

Kasus COVID-19 sedang meningkat lagi di Eropa, namun belum ada laporan lonjakan kasus bagi WNI dalam seminggu terakhir.

Di Asia Timur, Hong Kong mencatat kasus COVID-19 terbanyak untuk WNI sejumlah 88 orang. Sebanyak 85 sudah sembuh dan tiga masih dirawat.

Kasus di Jepang juga sedikit, yakni tiga orang. Ada empat kasus di Taiwan yang semuanya sudah sembuh.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Wall Street Anjlok Tertekan Lonjakan COVID-19 di Eropa

Reruntuhan Pompeii Dibuka Kembali Untuk Umum
Orang-orang mengunjungi situs arkeologi Pompeii seusai kebijakan lockdown selama dua bulan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di Italia, Selasa (26/5/2020). Salah satu situs arkeologi paling terkenal di dunia ini dibuka kembali untuk umum pada 26 Mei. (AP Photo/Alessandra Tarantino)

Wall Street melemah pada penutupan perdagangan Kamis (Jumat pagi waktu Jakarta). Pendorong pelemahan bursa saham di Amerika Serikat (AS) ini adalah harapan dari sitmulus Corona di AS yang terus turun. Sentimen lain yang menekan bursa aS adalah total penderita infeksi virus Corona di Eropa terus meningkat.

Mengutip CNBC, Jumat (16/10/2020), bursa saham AS terus tertekan dalam tiga hari ini. Penurunan terdalam terjadi pada sektor teknologi. Namun penurunan tersebut mampu diimbangi penguatan di sektor keuangan dan energi.

Dow Jones Industrial Average ditutup melemah 19,8 poin atau 0,07 persen ke level 28.494,20. S&P 500 turun 0,2 persen menjadi 3.483,34. Sedangkan Nasdaq Composite mundur 0,5 persen menjadi 11.713,87.

Saham Facebook memimpin penurunan saham teknologi dengan jatuh 1,9 persen di tengah meningkatnya kekhawatiran peraturan. Amazon merosot 0,8 persen. Alphabet dan Microsoft masing-masing turun 0,5 persen dan Apple turun 0,4 persen.

Kerugian tersebut agak diimbangi oleh keuntungan saham-saham bank dan energi. JPMorgan Chase, Morgan Stanley dan Citigroup semuanya naik lebih dari 1 persen. Exxon Mobil dan Chevron masing-masing naik 0,9 persen dan 0,8 persen.

Penurunan Wall Street pada hari Kamis menandai penurunan harian ketiga berturut-turut pada indeks utama. Ini adalah penurunan terpanjang indeks utama tersebut dalam hampir sebulan.

“Gejolak pasar akan berlanjut dalam beberapa minggu ke depan karena investor bersiap untuk sejumlah ketidakpastian," jelas kepala investasi manajemen kekayaan global UBS, Mark Haefele.

Menurutnya, waktu kehadiran atau ketersediaan vaksin, setelah kemunduran untuk Johnson & Johnson, adalah salah satu ketidakpastian tersebut. Kemudian juga ada ketidakpastian kapan pengucuran stimulus fiskal AS dan juga mengenai hasil dari pemilu AS.

"Pemulihan yang tidak merata dalam ekonomi AS juga menambah kekhawatiran investor Wall Street saat musim laporan keuangan dimulai minggu ini." tambah dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya