PBB Desak Pemulangan 27 Ribu Anak Anggota ISIS dari Suriah

Proses repatriasi anak-anak dari anggota ISIS terhambat lantaran negara-negara anggota PBB mempertimbangkan alasan keamanannya.

diperbarui 31 Jan 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2021, 12:00 WIB
800 Perempuan dan Anak-Anak Keluarga Militan ISIS Dibebaskan
Perempuan dan anak-anak keluarga militan ISIS menunggu untuk meninggalkan kamp penampungan al-Hol di Provinsi Hasakeh, Suriah, Senin (3/6/2019). Otoritas Kurdi yang mengelola kamp tersebut membebaskan sekitar 800 perempuan dan anak-anak keluarga militan ISIS. (AP Photo/Baderkhan Ahmad)

Jakarta - Proses pemulangan atau repatriasi anak-anak para anggota ISIS selama ini terhambat lantaran negara-negara anggota PBB meragukan dengan alasan keamanan.

Namun, pihak PBB menilai bahwa alasan tersebut tidak berdasar. 

Kepala Kontraterorisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Vladimir Voronkov mengumumkan bahwa pihaknya mendesak negara-negara anggotanya untuk merepatriasi atau memulangkan sekitar 27.000 anak yang terdampar di sebuah kamp besar di timur laut Suriah. Demikian seperti mengutip laman DW Indonesia, Minggu (31/1/2021).

Al Hol, kamp pengungsi terbesar di Suriah tersebut menampung hampir 62.000 jiwa, menurut pejabat kemanusiaan PBB.

Lebih dari 80 persen penghuninya adalah perempuan dan anak-anak. Banyak dari mereka datang ke kamp itu setelah kelompok militan ISIS kehilangan benteng pertahanan terakhirnya di Suriah pada 2019.

Voronkov mengatakan bahwa situasi di kamp itu "mengerikan" dan merupakan "salah satu masalah paling mendesak di dunia saat ini."

Sekitar 27.000 anak-anak yang tinggal di sana "terlantar, dibiarkan tergantung takdir." 

Mereka rentan didekati oleh simpatisan ISIS, "dan berisiko mengalami radikalisasi di dalam kamp," ujar Voronkov dalam pertemuan informal Dewan Keamanan PBB.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

Tanggung Jawab Negara Anggota

800 Perempuan dan Anak-Anak Keluarga Militan ISIS Dibebaskan
Perempuan dan anak-anak keluarga militan ISIS bersiap meninggalkan kamp penampungan al-Hol di Provinsi Hasakeh, Suriah, Senin (3/6/2019). Para perempuan dan anak-anak dibebaskan menggunakan bus dan truk. (AP Photo/Baderkhan Ahmad)

Voronkov mengatakan anak-anak di Kamp Al Hol berasal dari 60 negara dan menjadi tanggung jawab negara-negara tersebut, bukan Suriah atau kelompok Kurdi yang menguasai kamp itu.

Hingga kini, hanya ada beberapa negara, termasuk Rusia dan Kazakhstan yang mengadakan pertemuan virtual dengan PBB, telah "secara kolektif memulangkan hampir 1.000 anak dan anggota keluarga mereka," kata Voronkov.

Kepala Kontraterorisme PBB mengatakan bahwa anak-anak ini "harus diperlakukan terutama sebagai korban," dan mereka yang berusia di bawah 14 tahun tidak boleh ditahan atau dituntut setelah pemulangan.

"Segala upaya harus dilakukan untuk memastikan anak-anak tidak ditahan di lembaga tetapi diizinkan untuk berintegrasi kembali dengan anggota keluarga dalam komunitas mereka," tegasnya.

Anak-Anak Alami Trauma

Mengintip Suasana Keseharian Raqqa, Bekas Ibu Kota ISIS di Suriah
Seorang anak laki-laki menjual roti di kota Raqqa, bekas ibu kota ISIS, di Suriah utara pada 20 Desember 2020. Raqqa menjadi saksi terusirnya anggota kelompok ekstremis oleh Pasukan Demokratik Suriah pada Oktober 2017 lalu. (Photo by Delil SOULEIMAN / AFP)

Virginia Gamba, perwakilan khusus PBB untuk anak-anak dan konflik bersenjata, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa kesehatan mental, keselamatan, dan perkembangan anak-anak yang ditahan dalam waktu yang lama di kamp-kamp di timur laut Suriah dan Irak sedang dipertaruhkan.

"Mereka terekspos trauma dan stigmatisasi lebih lanjut, serta berisiko karena berada dekat dengan anggota kelompok teroris," ujarnya.

Gamba menekankan bahwa anak-anak di kamp Suriah dan Irak memiliki hak atas kewarganegaraan dan identitas, dan bahwa mereka tidak boleh dibiarkan tidak memiliki kewarganegaraan.

Dia mendesak negara-negara anggota PBB untuk memulangkan anak-anak ini sehingga mereka dapat diintegrasikan kembali ke negara mereka.

"Masa kecil mereka harus dikembalikan di lingkungan yang aman, di mana mereka dapat membangun masa depan yang jauh dari kekerasan," kata Gamba, menambahkan bahwa "mereka berhak mendapatkan kesempatan dalam hidup, seperti anak lainnya."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya