Liputan6.com, Dhaka - Aung San Suu Kyi sempat membela militer Myanmar di sidang Pengadilan Kriminal Internasional pada 2019 atas kekejaman terhadap Rohingya.
Muslim Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh setelah penumpasan brutal militer tiga tahun lalu, merayakan penahanan Aung San Suu Kyi oleh tentara pada Senin 1Â Februari.
Sekitar 740.000 orang Rohingya melakukan perjalanan dari negara bagian Rakhine Myanmar ke negara tetangga setelah operasi pada Agustus 2017 yang menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa sebuah genosida.
Advertisement
Baca Juga
Aung San Suu Kyi adalah pemimpin de facto negara pada saat itu dan membela militer Myanmar pada sidang Pengadilan Kriminal Internasional pada 2019 atas kekejaman terhadap Rohingya, termasuk pemerkosaan dan pembunuhan.
Berita penangkapan Suu Kyi menyebar dengan cepat di kamp pengungsian yang padat di Bangladesh tempat tinggal sekitar satu juta pengungsi Rohingya, demikian dikutip dari laman Dhakka Tribune, Selasa (2/2/2021).
"Dia adalah alasan di balik semua penderitaan kami. Mengapa kami tidak merayakannya?," kata pemimpin komunitas Farid Ullah kepada AFP dari Kutupalong -- pemukiman pengungsi terbesar di dunia.
Mohammad Yusuf, seorang pemimpin di kamp tetangga Balukhali, mengatakan: "Dia (Suu Kyi) adalah harapan terakhir kami, tetapi dia mengabaikan penderitaan kami dan mendukung genosida terhadap Rohingya."
Beberapa Rohingya mengadakan doa khusus untuk menyambut "keadilan" yang diberikan kepada pemenang hadiah Nobel perdamaian, kata Mirza Ghalib, seorang pengungsi di kamp Nayapara.
"Jika otoritas kamp mengizinkannya, Anda akan melihat ribuan Rohingya keluar dalam pawai perayaan," katanya kepada AFP.
Â
Simak video pilihan di bawah ini:
Harapan untuk Kembali
Maung Kyaw Min, juru bicara Serikat Mahasiswa Rohingya mengatakan, sekarang ada peningkatan harapan bahwa Rohingya dapat kembali ke desa mereka di Myanmar.
"Tidak seperti pemerintah terpilih, militer ini akan membutuhkan dukungan internasional untuk bertahan. Jadi kami berharap mereka akan fokus pada masalah Rohingya untuk mengurangi tekanan internasional," katanya.
Pihak berwenang Bangladesh mengatakan mereka "memantau" perbatasan sepanjang 270 kilometer (168 mil) jika terjadi gelombang baru pengungsi Rohingya.
Dhaka mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar "proses demokrasi" ditegakkan di Myanmar.
Sementara Bangladesh dan Myanmar telah membuat kesepakatan tentang pemulangan pengungsi, tidak ada yang kembali.
Advertisement