Liputan6.com, Tel Aviv - Benjamin Netanyahu lengser setelah 12 tahun berkuasa sebagai Perdana Menteri Israel. Penggantinya adalah Naftali Bennett, yang sudah terkenal di media internasional.
Ternyata, Bennett adalah sosok ultranasionalis. Ia berpotensi lebih parah dari Netanyahu, sebab Bennett bersikap resisten terhadap solusi dua negara agar terbentuknya negara Palestina yang eksis bersama Israel.
Advertisement
Baca Juga
Menurut laporan BBC, Senin (14/6/2021), Bennett berkata tidak mau menyerahkan sedikit pun lahan yang dianggap milik Israel.
"Selama saya memiliki kekuasaan dan kontrol, saya tidak akan memberikan satu sentimeter tanah dari Negara Israel. Titik," ujarnya pada Februari 2021.
Bennett sangat mendukung Israel sebagai negara Yahudi, serta klaim historis dan religius Israel di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Golan Heights. Wilayah itu diokupasi Israel sejak perang 1967.
Bennett juga ingin memperkuat genggaman Israel di Tepi Barat dengan cara aneksasi. Ia menyebut tempat itu sebagai Judea dan Samaria. Meski demikian, ia mendukung agar Israel mundur dari Gaza.
Dukung Hukuman Mati ke Militan Palestina
Naftali Bennett turut dikenal dengan pendirian garis keras terhadap militan Palestina. Ia mendukung adanya hukuman mati bagi mereka.
Hukuman mati di Israel tak pernah diterapkan selain di kasus Adolf Eichmann yang menjadi arsitek Holocaust. Kasusnya disorot secara mendalam oleh Hannah Arendt di buku Banality of Evil.
Bennett resmi terpilih sebagai PM Israel pada 13 Juni 2021. Perayaan sempat muncul di Tel Aviv untuk merayakan turunnya Netanyahu.
Pemerintahan Bennett terdiri atas koalisi yang cukup gemuk, yakni delapan partai. Ia berkuasa di parlemen dengan mayoritas tipis, yakni 60-59.
Bennett akan menjadi PM hingga September 2023. Ia lantas digantikan oleh Yair Lapid, pemimpin partai sentris Yesh Atid, sebagai bagian perjanjian pembagian kekuasaan.
Advertisement