Liputan6.com, Yangon - Junta militer Myanmar membatalkan hasil jajak pendapat 2020 yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi. Komisi pemilihan junta menyebut, investigasi telah mengungkap lebih dari 11 juta kasus kecurangan dalam pemilihan di mana Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi mengalahkan oposisi yang berpihak pada militer.
"Mereka (NLD) berusaha merebut kekuasaan negara dari partai dan kandidat non-NLD dengan menyalahgunakan pembatasan COVID-19," kata ketua komisi, Thein Soe, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (27/7/2021).
"(Itu) tidak bebas dan adil, makanya hasil Pilkada 2020 dibatalkan," sebutnya.
Advertisement
Namun, Thein Soe tidak mengatakan apakah pemilihan baru di negara berpenduduk 54 juta itu akan diadakan.
Junta militer sebelumnya mengatakan akan mengadakan pemilihan baru dalam waktu dua tahun, tetapi juga mengancam akan membubarkan Partai NLD.
Aung San Suu Kyi telah ditahan sejak kudeta, dan menghadapi serangkaian tuduhan, mulai dari melanggar pembatasan COVID-19 hingga mengimpor walkie talkie secara ilegal, yang dapat membuatnya menghadapi hukuman penjara selama lebih dari satu dekade.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sekilas tentang Krisis di Myanmar
Diketahui bahwa Myanmar telah berada dalam kericuhan sejak perebutan kekuasaan militer, dengan lebih dari 900 orang tewas dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal.
Gelombang infeksi Virus Corona yang bangkit kembali telah mempersulit situasi di seluruh negeri, menyerang banyak rumah sakit yang kosong dari staf medis pro-demokrasi.
Ekonomi Myanmar diperkirakan akan menyusut 18 persen pada tahun 2021, menurut Bank Dunia, sebagai akibat dari kerusuhan besar-besaran setelah kudeta dan gelombang ketiga COVID-19.
NLD melihat peningkatan dukungan mereka dalam suara 2020 dibandingkan dengan pemilihan sebelumnya pada tahun 2015.
Dalam sebuah laporan tentang jajak pendapat Pemilu 2020, kelompok pemantau Asian Network for Free Elections mengatakan pemilihan itu "pada umumnya, mewakili kehendak rakyat".
Advertisement