Liputan6.com, Beijing - Presiden China Xi Jinping mengatakan negaranya tidak akan mendominasi negara di Asia Tenggara atau menggertak tetangganya yang lebih kecil di tengah gesekan yang sedang berlangsung di Laut China Selatan.
Mengutip AP News, Senin (22/11/2021), hal tersebut dikatakannya pada Senin dalam konferensi virtual dengan anggota ASEAN yang diadakan untuk menandai peringatan 30 tahun hubungan China dengan ASEAN.
Advertisement
Baca Juga
China telah berulang kali berusaha mengatasi kekhawatiran tentang meningkatnya kekuatan dan pengaruh China di kawasan Asia, khususnya mengenai klaimnya atas hampir seluruh Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan klaim anggota ASEAN Malaysia, Vietnam, Brunei, dan Filipina.
"China dengan tegas menentang hegemonisme dan politik kekuasaan, ingin menjaga hbungan persahabatan dengan tetangganya dan bersama-sama memelihara perdamaian abadi di kawasan itu dan sama sekali tidak akan mencari hegemoni atau bahkan kurang, menggertak yang kecil," kata Xi, menurut laporan dari Xinhua.
Pernyataan Xi mengemuka beberapa hari setelah kapal penjaga pantai China memblokir dan menyemprotkan aliran air yang kuat ke dua kapal Filipina yang membawa pasokan untuk pasukan di beting Laut China Selatan yang disengketakan. Kedua kapal kemudian dipaksa untuk kembali.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gesekan China-Filipina dalam Insiden Beting Ayungin
Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyoroti insiden itu dalam sambutannya di konferensi tersebut, merujuk pada beting (shoal) tersebut dengan nama Filipinanya.
"Kami membenci kejadian baru-baru ini di Ayungin Shoal dan memandang dengan keprihatinan serius perkembangan serupa lainnya. Ini tidak berbicara dengan baik tentang hubungan antara negara-negara kita dan kemitraan kita," kata Duterte, menurut sebuah pernyataan dari kantornya.
Duterte juga meminta China untuk menghormati Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982 yang menetapkan hak maritim dan hak berdaulat atas zona maritim, bersama dengan putusan arbitrase Den Haag 2016 yang sebagian besar membatalkan klaim China atas Laut China Selatan. China telah menolak mengakui keputusan itu.
"Kita harus sepenuhnya memanfaatkan perangkat hukum ini untuk memastikan bahwa Laut China Selatan tetap menjadi lautan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran," kata Duterte.
Pada Senin, 22 November, Filipina mengerahkan kembali dua kapal pasokan untuk menyediakan makanan bagi marinir yang berbasis di beting Second Thomas, di atas kapal perang era Perang Dunia II yang sengaja kandas pada tahun 1999 dalam upaya untuk memperkuat klaim negara tersebut.
Kapal-kapal China telah mengepung beting dan menuntut Filipina untuk menarik kapal BRP Sierra Madre itu.
Advertisement
Malaysia Minta Semua Pihak Untuk Menahan Diri
Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob juga mengangkat laut dalam pidatonya di konferensi tersebut, dengan mengatakan, "Sebagai negara penuntut, Malaysia dengan tegas memandang bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Laut China Selatan harus diselesaikan secara damai dan konstruktif sesuai dengan prinsip-prinsip internasional yang diakui hukum secara universal."
"Malaysia meminta semua negara untuk tetap berkomitmen menjaga Laut China Selatan sebagai lautan perdamaian, stabilitas, dan perdagangan," katanya. Dalam pernyataan yang sama, Yaakob juga meminta agar semua pihak untuk menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat dianggap provokatif, sebagai bentuk pemenuhan tujuan perdamaian di kawasan ini.
Upaya China Mengklaim Laut China Selatan
China telah berusaha untuk memperkuat kehadirannya di jalur air, rumah bagi rute pelayaran penting, stok ikan, serta deposit minyak dan gas bawah laut, dengan membangun landasan terbang dan fitur lainnya yang dibuat dengan menumpuk pasir dan beton di atas terumbu karang.
Angkatan Laut China yang kuat, penjaga pantai dan milisi maritim juga telah berusaha untuk memblokir langkah-langkah yang dilakukan oleh negara-negara kawasan untuk mengeksploitasi sumber daya di dalam zona ekonomi eksklusif mereka, dan sangat menentang operasi oleh AS dan militer asing lainnya di daerah tersebut.
China dan ASEAN telah bertahun-tahun merundingkan kode etik untuk menangani masalah di Laut China Selatan, tetapi pembicaraan itu hanya membuat sedikit kemajuan akhir-akhir ini.
China tetap menjadi pasar penting bagi negara-negara Asia Tenggara serta sumber investasi, dan ASEAN telah berusaha menghindari konflik dengan Beijing. China juga memiliki hubungan kuat dengan anggota ASEAN, Kamboja dan Laos, dan menahan diri untuk tidak mengkritik Myanmar, di mana pasukan keamanan diperkirakan telah membunuh hampir 1.200 warga sipil sejak menggulingkan pemerintah terpilih Suu Kyi pada Februari.
China berharap semua 10 anggota ASEAN bergabung dalam pertemuan Senin, tetapi Brunei, yang saat ini memegang kepemimpinan bergilir kelompok itu, keberatan dengan kehadiran Myanmar, menurut dua diplomat yang minta dirahasiakan namanya.
Advertisement
Perdamaian Adalah yang Terpenting
Dalam komentar lain, Xi mengatakan perdamaian adalah kepentingan bersama terbesar dari semua pihak dan China akan mengerahkan yang terbaik untuk menghindari konflik.
“Kita harus menjadi pembangun dan pelindung perdamaian regional, menekankan dialog alih-alih konfrontasi, kemitraan dan ketidaksejajaran, serta bergandengan tangan dalam menangani berbagai faktor negatif yang mengancam untuk merusak perdamaian,” kata Xi.
“Kita harus mempraktikkan multilateralisme sejati dan bersikeras menangani masalah internasional dan regional melalui negosiasi,” kata Xi.
Penulis: Anastasia Merlinda