Kata Kemlu Terkait Permintaan China Setop Pengeboran Migas di Natuna

Protes China dikirim lewat nota diplomatik yang meminta Indonesia agar menghentikan aktivitas pengeboran minyak dan gas di Natuna.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 03 Des 2021, 20:33 WIB
Diterbitkan 03 Des 2021, 20:33 WIB
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI (kredit: Kemlu.go.id)
Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri RI (kredit: Kemlu.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) masih enggan bicara banyak terkait China yang mengirim protes tentang Natuna Utara. Protes China itu dikirim lewat nota diplomatik yang meminta Indonesia agar menghentikan aktivitas pengeboran minyak dan gas di Natuna. 

Juru bicara Kemlu, Teuku Faizasyah, masih enggan membahas ini ke publik, meski protes China tentang Natuna Utara sudah viral. Ia berkata lebih baik pers bertanya ke anggota DPR Komisi I Muhammad Farhan. 

"Tidak ada (kabar terbaru). Ditanyakan saja ke Pak Farhan yang angkat isu ini," ujar Faiza ke Liputan6.com, Jumat (3/12/2021).

Faiza juga tidak mengetahui dari mana Farhan mengetahui soal nota diplomatik ini, sebab sifatnya rahasia. 

"Itu sebabnya ditanyakan saja ke beliau (Farhan)," ucap Faiza.

Untuk informasi, Kemlu memiliki aturan terkait kerahasiaan nota diplomatik. Para diplomat atau staf Kemlu tak bisa sembarangan membahas hal tersebut ke publik karena ada sanksinya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ucapan Farhan

FOTO: Kemeriahan Peringatan 100 Tahun Partai Komunis China
Penampil berpakaian seperti petugas penyelamat berkumpul di sekitar bendera Partai Komunis selama pertunjukan gala menjelang peringatan 100 tahun berdirinya Partai Komunis China di Beijing, China, 28 Juni 2021. Partai Komunis China akan merayakan HUT ke-100 pada 1 Juli 2021. (AP Photo/Ng Han Guan)

Menurut laporan VOA Indonesia, Muhammad Farhan, anggota Komisi I DPR, mengungkap nota diplomatik ini ketika melakukan penelusuran pasca rapat dengar pendapat dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada 14 September 2021.

Ketika itu Sekretaris Utama Bakamla Laksamana Madya S. Irawan mengungkap keberadaan ribuan kapal milik Vietnam dan China yang memasuki perairan Natuna Utara di dekat Laut Cina Selatan. Ribuan kapal ini tidak terdeteksi radar dan hanya terlihat dengan pantauan mata. Sementara Bakamla hanya memiliki sepuluh kapal patroli yang tidak cukup untuk menjaga perbatasan laut.

“Sebelum rapat itu Bakamla melaporkan tentang keberadaan kapal-kapal China di seputar rig lepas pantai dan merasa terancam dengan kehadiran mereka. Setelah itu kami rapat dan lalu mempertanyakan hal itu ke Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Laut dan Kementerian Luar Negeri. Baru diketahui adanya nota protes itu,” papar Farhan.

Lebih jauh Farhan mengatakan Indonesia harus menanggapi nota protes itu. “Nota diplomatik itu merupakan upaya sebuah negara untuk mendapat perhatian dari negara yang dikirimi nota itu. Sebagai sesama negara yang memiliki hubungan diplomatik, kita harus menanggapi. Apalagi karena konsep kedaulatan versi China dan versi Indonesia belum nyambung. Indonesia menggunakan UNCLOS, China tidak bersedia mengakui UNCLOS, tetapi menggunakan konsep sembilan garis putus-putus sebagai traditional fishing grounds-nya.”

 

Infografis Klaim Sepihak China di Laut Natuna

Infografis Klaim Sepihak China di Laut Natuna
Infografis Klaim Sepihak China di Laut Natuna. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya