Joe Biden Dilaporkan Akan Larang Pesawat Rusia di Langit AS

Presiden AS Joe Biden dilaporkan akan melarang pesawat-pesawat Rusia terbang di langit AS.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Mar 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2022, 09:00 WIB
Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan White House Competition Council.
Presiden AS Joe Biden dalam pertemuan White House Competition Council. Dok: YouTube The White House

Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dilaporkan akan melarang pesawat-pesawat Rusia terbang di langit negaranya. Menurut Wall Street Journal, Rabu (2/3/2022), rencana itu akan diumumkan pada pidato State of the Union (SOTU). 

SOTU digelar pada Selasa malam waktu AS (Rabu pagi) di Capitol Hill, Washington, DC. Acara SOTU 2022 lebih ramai dari tahun sebelumnya akibat COVID-19, meski masih ada pembatasan tamu.

Pada waktu berita ini ditulis, Wakil Presiden Kamala Harris dan Ketua DPR Nancy Pelosi sudah siap di meja sidang untuk menyambut Presiden Joe Biden. Anggota-anggota Mahkamah Agung AS, Ibu Negara Jill Biden, dan kabinet Joe Biden juga sudah tiba.

Sejumlah politisi AS masih memilih pakai masker di dalam Capitol Hill. CBS News menyebut para anggota juga sudah tes COVID-19.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri AS telah meminta agar warga AS di Rusia segera meninggalkan negara tersebut.

Jerman, Prancis, dan Italia sudah terlebih dahulu menutup zona udara mereka untuk Rusia. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenski juga ingin menolak pesawat Rusia di negaranya. 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sekjen PBB: Perang Rusia Vs Ukraina Harus Dihentikan

Rusia Bombardir Kota Terbesar Kedua di Ukraina
Pandangan umum menunjukkan balai kota Kharkiv yang rusak dan hancur akibat penembakan pasukan Rusia pada 1 Maret 2022. Alun-alun pusat kota terbesar kedua Ukraina, Kharkiv, ditembaki oleh pasukan Rusia -- menghantam gedung pemerintahan lokal -- kata gubernur Oleg Sinegubov. (Sergey BOBOK / AFP)

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pun menyerukan agar invasi Rusia ke Ukraina segera diakhiri.

"Perang di Ukraina harus dihentikan. Perang ini merajalela di seluruh negara itu, dari udara, darat, dan laut. Perang ini harus dihentikan sekarang," kata Guterres dalam rapat khusus darurat Majelis Umum PBB tentang Ukraina, seperti dilansir Xinhua, Selasa (1/3).

"Cukup sudah. Para tentara harus kembali ke barak mereka. Para pemimpin harus mengupayakan perdamaian. Warga sipil harus dilindungi. Undang-undang hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional harus dijunjung tinggi. Kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah Ukraina, di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional, harus dihormati," lanjut Guterres.

Menurutnya, saat ini dunia tidak hanya sedang menghadapi tragedi untuk Ukraina, tetapi juga krisis regional besar dengan potensi implikasi yang membahayakan bagi semua. "Kemarin, pasukan nuklir Rusia bersiaga dengan kewaspadaan tinggi. Ini adalah perkembangan situasi yang mengerikan. Gagasan tentang konflik nuklir saja sungguh tak terbayangkan. Tidak ada yang dapat membenarkan penggunaan senjata nuklir."

Satu-satunya solusi sejati, Guterres menegaskan, adalah perdamaian. "Senjata kini sedang berbicara, tetapi jalur dialog harus selalu tetap terbuka. Tidak pernah terlambat untuk melakukan negosiasi beritikad baik dan menyelesaikan segala masalah secara damai."

Guterres menyatakan harapannya agar perundingan langsung yang sedang dilakukan antara delegasi Ukraina dan Rusia tidak saja menghasilkan keputusan dihentikannya perang dengan segera, tetapi juga jalur menuju solusi diplomatik.

"Saya menyambut baik dan mendorong semua upaya damai untuk mengakhiri pertumpahan darah dan menghentikan konflik ini. Saya berterima kasih kepada negara-negara yang telah menawarkan diri untuk menjadi lokasi pelaksanaan dan memfasilitasi negosiasi. PBB siap mendukung upaya tersebut," tuturnya.

"Perang bukanlah jawaban. Perang berarti kematian, penderitaan manusia, penghancuran tak berperikemanusiaan, dan gangguan besar terhadap tantangan nyata yang dihadapi umat manusia," Guterres memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya