Liputan6.com, Moskow - Pejabat tinggi pemerintah Rusia, Dmitry Medvedev, menyebut ekonomi negaranya tetap kuat meski terkena sanksi negara-negara Barat. Sanksi itu dipicu invasi terhadap kedaulatan Ukraina.
Dmitry Medvedev yang dulunya merupakan presiden Rusia kini menjabat sebagai Deputi Ketua Dewan Keamanan Rusia. Ia menyebut ketika dulu negaranya kena sanksi, hal itu membuat industri bisa berkembang secara mandiri.
Advertisement
Baca Juga
"Sanksi-sanksi sebelumnya berguna bagi kita karena memaksa kita untuk mengembangkan substitusi impor di semua sektor, termasuk yang intensif-sains, untuk mengembangkan teknologi-teknologi baru, produk-produk, dan obat-obatan," ujar Dmitry Medvedev, dikutip media pemerintah Rusia, TASS, Senin (21/3/2022).
Sanksi-sanksi dari negara dan perusahaan Barat saat ini telah berdampak kepada kehidupan sehari-hari warga Rusia, sebab perusahaan seperti Apple, Samsung, Visa, Mastercard, Boeing, dan Airbus telah ikut memberikan sanksi.
Medvedev berkata pemerintah telah mengambil langkah untuk menambah pendanaan di sektor teknologi tinggi, agrikultur, dan perbankan.
"Tidak akan ada kolaps dalam ekonomi," ujar mantan presiden Rusia itu.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mitra Rusia
Lebih lanjut, Dmitry Medvedev berkata Rusia punya mitra-mitra negara lain yang bisa diandalkan, seperti negara-negara eks-Soviet dan China.
Asia Tenggara dan Afrika juga turut disebut.
"Hasil dari kemitraan dan kooperasi ini cukup terbukti," ujar Medvedev.
Pada awal Maret 2022, sebanyak 141 negara-negara dunia mendukung resolusi yang mengutuk invasi Rusia kepada Ukraina. Resolusi ini juga didukung mayoritas negara Asia.
Sejumlah negara-negara Afrika abstain, seperti Sudan Selatan, Namibia, Uganda, dan Zimbabwe. Sementara, India, Pakistan, dan Sri Lanka juga abstain.
Advertisement