Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menyampaikan undangan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk hadir di KTT G20 Bali. Pihak Rusia juga mengapresiasi peran Indonesia yang menjadi penyeimbang.
Duta Besar Rusia Lyudmila Vorobieva menyatakan Presiden Putin sudah membuat "keputusan tahap awal" bahwa ia berniat untuk hadir, meski keputusan masih bisa berubah. Pertemuan puncak G20 masih akan digelar sekitar setengah tahun lagi.
Advertisement
Baca Juga
"Undangan dari Presiden Jokowi telah dikirimkan," ujar Duta Besar Rusia Lyudmila Vorobieva kepada Liputan6.com, Kamis (14/4/2022).
"Sebagai duta besar, saya sangat berharap presiden kami akan mengunjungi Indonesia dan menghadiri G20," jelasnya.
Pihak Rusia juga tidak ambil pusing terhadap retorika Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen bahwa negaranya tak akan mengirim delegasi jika Rusia tidak mau datang. Dubes Lyudmila setuju bahwa langkah AS adalah bentuk "bullying" dan "pemerasan".
"Kamu bisa menggunakan istilah-istilah tersebut, tetapi kami mengapresiasi posisi pemerintah Indonesia yang sangat tepat fokus kepada agenda ekonomi," ucap Dubes Lyudmila.
Sebelumnya, Janet Yellen mengaku ogah hadir di forum ekonomi pada 20 April 2022 yang mengundang para menteri keuangan dan gubernur bank sentral.
Pertemuan G20 pada 20 April bertajuk Pertemuan Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Apabila ancaman Janet Yellen terwujud, maka pertemuan itu berpotensi tidak dihadiri oleh gubernur Bank Sentral AS alias the Federal Reserve (the Fed).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jika AS Boikot G20 di Indonesia, Ini Harapan Kemlu RI
Sebelumnya dilaporkan, pihak Kemlu RI telah mengetahui bahwa penolakan AS ini adalah terkait sesi pertemuan menteri keuangan negara anggota G20, bukan secara keseluruhan.
"Pernyataan tersebut sudah diklarifikasi Jubir Menteri Keuangan AS bahwa yang dimaksudkan adalah di track keuangan," ujar juru bicara Kemlu Teuku Faizasyah kepada Liputan6.com melalui pesan singkatnya, Jumat 8 April.
Dalam kesempatan tersebut, Teuku Faizasyah juga menyampaikan harapan agar aksi boikot seperti diungkapkan Menteri Yellen tak berbuntut panjang hingga ke perhelatan inti G20 Indonesia yang digelar akhir tahun ini.
"semoga tidak berkepanjangan ya," pungkasnya.
Sementara itu, pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana menilai sikap Amerika Serikat yang seperti demikian bak meninggalkan Indonesia untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
"Sikap AS seolah memperlakukan Indonesia sama dengan Ukraina saat diserang oleh Rusia, ditinggalkan sendirian untuk memecahkan masalah," ujar Hikmahanto ketika dihubungi Liputan6.com.
Advertisement
AS Perlu Support Tuan Rumah G20
Menurut Hikmahanto, Indonesia sebelumnya selalu menuruti kemauan Amerika Serikat. Padahal seperti Ukraina yang hendak bergabung dalam NATO, Indonesia sebelumnya telah menuruti kemauan AS dan sekutunya untuk berhadapan dengan Rusia
Indonesia telah menjadi co-sponsor di mana AS menjadi sponsor utama atas Resolusi Majelis Umum PBB untuk mengutuk serangan Rusia. Hikmahanto menambahkan, tentu Indonesia layak dihukum oleh AS dan sekutunya bila suara Indonesia abstain, bahkan menentang Resolusi PBB yang mengutuk Rusia.
"Lebih lanjut sikap AS seolah tidak berempati dengan posisi Indonesia sebagai Tuan Rumah G20," ungkapnya.
Hal ini mengingat Indonesia telah melakukan berbagai persiapan, bahkan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan di tingkat teknis untuk membahas terobosan bagi tumbuhnya perekonomian dunia.
Semua ini dimatikan karena medan perang antara Rusia dengan AS dan sekutunya telah dipindahkan dari Ukraina ke Indonesia.
"Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan Rusia yang cukup signifikan mulai dari suku cadang pesawat tempur Shukoi hingga BBM yang telah disuling," jelasnya lagi.
Geopolitik
Hikmahanto lantas menerangkan harapannya bagi AS agar menjadi tamu yang baik dan suportif bagi Indonesia. Menurutnya, pertama jangan pindahkan konflik dengan Rusia ke Forum G20.
"Tidak seharusnya pernyataan akan hadir atau tidak disampaikan pada saat ini dan digantungkan pada syarat hadir tidaknya Rusia. Biarkan semua mengalir pada saatnya," ujarnya.
Kedua, Indonesia tidak ingin ditekan dalam mengundang Rusia sebagai anggota G20.
"Bukannya tidak mungkin bila Indonesia mengikuti kehendak AS dan sekutunya maka Rusia akan mendapatkan dukungan dari China dan mungkin India. Dua negara ini akan bersikap untuk tidak hadir bila Rusia dihalangi untuk hadir," ungkapnya lagi.
Padahal China dan India merupakan dua negara penting di G20 karena memiliki jumlah penduduk yang besar.
Ketiga, AS dan sekutunya terus mendukung Indonesia sebagai Presiden dan tuan rumah yang baik dalam pelaksanaan event G20 tahun ini.
"Indonesia tidak ingin masalah geopolitik di Eropa berimbas pada pembahasan perekonomian dunia di masa mendatang. Terlebih dijadikan medan untuk melanjutkan upaya menjatuhkan Putin sebagai Presiden Rusia," sambungnya.
Advertisement