Liputan6.com, Jakarta - Greenpeace sempat menjegal kapal minyak Pertamina Prime dalam proses transfer minyak dari Rusia. Aksi itu melibatkan aktivis Greenpeace dari lima negara, termasuk Rusia. Argumen Greenpeace adalah membeli minyak Rusia sama dengan membantu perang.
Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva menilai hal itu tidak masuk akal. Ia juga kembali menyorot perang informasi yang terjadi. Pemblokiran minyak yang dibawa Pertamina pun dipandang merugikan Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
"Hal tersebut menyakiti Indonesia," ujarnya dalam wawancara bersama Liputan6.com, Kamis (14/4/2022).
Dubes Lyudmila menjelaskan bahwa sanksi-sanksi kepada Rusia merugikan negara-negara Uni Eropa. Rusia mengaku ikut rugi, tetapi Dubes Lyudmila berkata negaranya mencoba untuk adaptasi. Ia pun mengingatkan bahwa Rusia kena sanksi sejak 2014.
Sanksi tersebut diterima Rusia karena masalah aneksasi Krimea yang dikritik oleh negara-negara Barat. Sanksi kembali dilakukan saat invasi ke Ukraina dimulai, kali ini sanksi lebih masif dan melibatkan perusahaan-perusahaan swasta, termasuk Boeing hingga Apple.
Dubes Lyudmila turut menolak ucapan Presiden Amerika Serikat Joe Biden karena menyalahkan Rusia sebagai pemicu kenaikan harga minyak di negaranya.
Inflasi di AS sedang meroket hingga 8,5 persen pada Maret 2022. Angka itu tertinggi dalam empat dekade terakhir. Gedung Putih menjuluki kenaikan harga minyak sebagai "Putin's price hike".
Masalah invasi Rusia serta ketergantungan negara-negara Barat terhadap sumber daya minyak dan gas Rusia juga telah memperkuat permintaan aktivis lingkungan, termasuk Greenpeace, agar memakai energi terbarukan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Aksi Greenpeace
Sebelumnya dilaporkan, aktivis dari lima negara memblokir kapal Pertamina yang membawa minyak dari Rusia. Kapal itu adalah milik Pertamina Prime. Ada 100 ribu ton minyak Rusia yang diintervensi.
Para aktivis itu terafiliasi dengan Greenpeace. Mereka berasal dari Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia, dan Rusia. Greenpeace mengumumkan aksi tersebut pada 31 Maret lalu.
Pembelian minyak Rusia dinilai mendanai perang yang teradi di Ukraina. Pihak Greenpeace berkata setiap migas Rusia dibeli, makan dana perang Presiden Vladimir Putin akan bertambah.
"Para pemerintah seharusnya tak punya alasan terkait mengapa mereka terus membuang uang demi bahan bakar fosil yang menguntungkan sedikit orang dan menjadi bahan bakar perang, sekarang di Ukraina," ujar Sune Scheller, kepala Greenpeace Denmark, dikutip dari situs Greenpeace, Senin (4/4).
Para aktivis yang terjun menggunakan perahu kayak dan rhib. Mereka juga berenang untuk menghalangi transfer minyak ke oil tanker Pertamina Prime.
Pelacakan yang diluncurkan Greenpeace UK mengidentifikasi setidaknya 299 supertanker yang membawa minyak dan gas dari Rusia sejak invasi ke Ukraina dimulai. Sebanyak 132 kapal itu mengarah ke Eropa. Greenpeace berkata negara-negara Uni Eropa masih belum bisa setuju terkait pencekalan impor minyak Rusia.
Sune Scheller meminta agar pemerintah fokus kepada energi terbarukan sehingga tidak perlu mengalirkan dana ke negara-negara yang memicu konflik. "Ini akan memotong ketergantungan dari impor bahan bakar fosil yang menjadi bahan bakar konflik-konflik di dunia," ujarnya.
Advertisement
Respons Kemlu RI
Kementerian Luar Negeri RI melalui juru bicaranya Teuku Faizasyah menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan konsultasi dengan pihak Pertamina atas insiden kapal pengangkut minyak yang dicegat aktivis Greenpeace.
Menurut Teuku Faizasyah, upaya menghalang-halangi perjalanan kapal itu sudah tidak menjadi tantangan lagi.
"Sebenarnya yang bisa menjawab pihak Pertamina. Tapi dari konsultasi kami dengan pihak Pertamina apa yang disebutkan bukan pernyataan," ujar Teuku Faizasyah dalam press briefing Kemlu RI, Kamis (7/4/2022).
"Namun menghalang-halangi perjalanan yang tidak menjadi tantangan lagi. Karena kapal tersebut telah melewati wilayah yang disebutkan dalam pemberitaan sebagai pencegahan untuk berlayar."
"Apa yang dilihat sebagai permasalahan kini sudah tidak ada lagi permasalahan karena kapal tersebut telah meninggalkan wilayah tersebut dan melanjutkan perjalannnya."
Anggota DPR Ikut Protes
Anggota Komisi VII DPR RI, Yulian Gunhar sesalkan tindakan beberapa aktivis Greenpeace yang dikabarkan sempat memblokade Kapal Pertamina Prime saat berada di lepas pantai wilayah Denmark pada Kamis (31/3/2022) lalu.
Menurut Gunhar, tindakan blokqde terhadap Kapal Pertamina yang bermuatan minyak mentah itu sangat tidak tepat, mengingat saat ini banyak negara sedang membutuhkan pasokan energi.
"Saat ini, banyak negara membutuhkan pasokan energi untuk memenuhi kebutuhan domestik, termasuk Indonesia yang merupakan termasuk negara importir BBM," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Senin (4/4).
Ia pun bersyukur, ketika diberitakan bahwa kapal yang sempat diblokade itu sudah kembali berlayar menuju tujuan. Politisi PDI Perjuangan itu berharap tindakan tersebut tidak terulang kembali, apalagi Greenpeace menurutnya terkesan standar ganda ketika tidak bersikap saat invasi Amerika Serikat ke Timur Tengah.
"Selama Invasi Amerika ke Timur Tengah aktivis ini tidak ada gaungnya. Kita juga berharap perundingan Rusia dengan Ukraina menghasilkan resolusi damai dan berakhir, sehingga pasokan energi dunia tidak terganggu," pungkasnya.
Pertamina Prime sendiri merupakan kapal kedua PT Pertamina International Shipping, yang merupakan kapal single screw driven single deck type crude oil tanker dengan panjang 330 meter dan draft 21.55 meter.
Advertisement