Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dilaporkan telah mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin ke G20. Pertemuan puncak G20 akan digelar di Indonesia pada November 2022. Kini, muncul pertanyaan apakah Indonesia juga akan mengundang Ukraina di G20, meski Ukraina bukan anggota.
Berdasarkan laporan VOA Indonesia, Sabtu (16/4/2022), sejumlah negara mensyaratkan kehadiran Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) G20 yang akan berlangsung di Bali, November tahun ini, jika Indonesia tetap mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin. Ada pula sinyal-sinyal dari negara yang ingin memboikot KTT G20 apabila Putin hadir tanpa Zelensky.
Advertisement
Baca Juga
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan belum bisa memastikan apakah Indonesia akan mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dalam perhelatan akbar itu. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, ujarnya, masih terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan beragam pihak untuk menyikapi perkembangan terkait perang Rusia di Ukraina.
"Melalui konsultasi tersebut, kita bisa memetakan bagaimana sisi pandang negara-negara atas arti penting pertemuan G20 itu sendiri dalam merespon berbagai tantangan yang terjadi di saat sekarang, dalam kita mengatasi tantangan ekonomi yang betul-betul menjadi satu tekanan. Tentunya kita juga mendengarkan pandangan mereka atas isu-isu yang banyak dilontarkan beberapa pemimpin dunia di saat sekarang," kata Faizasyah, Kamis (14/4).
Tapi Faizasyah mengakui tidak dapat mengungkapkan hasil konsultasi Retno dengan beragam negara karena sebagian besar bersifat rahasia. Menlu Retno Marsudi, tambahnya, juga akan berkonsutasi dengan sejumlah negara Eropa terkait hal ini.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Stabilitas Ekonomi
Pengamat politik internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan Forum G20 nantinya tidak akan membahas mengenai perang Rusia di Ukraina tetapi mendiskusikan bagaimana perang tersebut telah mengganggu stabilitas ekonomi dunia.
Menurutnya para pemimpin negara anggota G20 perlu dampak luas yang dirasakan banyak negara akibat konflik yang berlangsung sejak 24 Februari lalu itu. Terlebih karena dunia masih belum lepas dari situasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi global masih tersendat-sendat.
Secara normatif, lanjut Nanto, konflik Rusia-Ukraina bisa dibahas di Perserikatan Bangsa-Bangsa atau jika perlu di Dewan Keamanan. Sedangkan Forum G20 tetap fokus pada dampak perang tersebut terhadap stabilitas ekonomi dunia.
"Memang kita harus akui ada ketidakimbangan kekuatan di mana satu negara bisa mendorong agenda yang sebenarnya tidak terlalu relevan pada satu topik. Dalam konteks ini, Indonesia harus menjadi dirigen yang baik. Pada prakteknya jabatan Presidensi G20 ini mengelola kepentingan banyak pihak, kemudian bisa menempatkan fungsi G20 itu sendiri," ujar Nanto.
Nanto pun mencontohkan bagaimana setelah serangan 11 September 2001 di New York dan Washington DC, Amerika menjadikan isu terorisme masuk dalam beragam agenda kerjasama di berbagai forum multilateral.
Advertisement
Melihat Kondisi
Nanto mengatakan sebelum perang Rusia di Ukraina meletup, Indonesia sebagai Presiden G20 telah menjadikan kebangkitan dan pemulihan ekonomi global sebagai tema besar. Namun dengan perang yang terjadi, agendanya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.
Ditambahkannya, Indonesia harus pandai mengkompromikan kepentingan antara Rusia dan negara-negara anti-Rusia di dalam G20.
Dalam berbagai kesempatan forum multilateral dan pertemuan bilateral, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi konsisiten menyatakan posisi Indonesia terhadap perang Rusia di Ukraina, yaitu agar perang dapat segera dihentikan. Indonesia juga menilai invasi Rusia ke Ukraina melanggar kedaulatan wilayah negara lain.
Perang yang terjadi sejak 24 Februari itu telah memaksa lebih dari sepuluh juta orang mengungsi dan ribuan lainnya tewas. Perang ini juga membuat harga energi dan bahan pangan global melesat.
Sinyal dari Kanada
Salah satu agenda dari Menteri Luar Negeri (Menlu) Kanada dalam kunjungannya ke Indonesia adalah mendiskusikan isu perang antara Rusia dan Ukraina.
Terutama dengan posisi Indonesia sebagai presiden G20 tahun ini, tentu Menlu Melanie Joly memahami bahwa posisi Indonesia sangatlah tidak mudah.
"Jadi tujuan (pertemuan) saya dengan presiden hari ini, dan juga menteri luar negeri RI, adalah untuk menemukan cara, guna memastikan bahwa ini (masalah perang Ukraina) dapat dirasakan oleh Indonesia," kata Joly dalam acara diskusi virtual FPCI bersama Dino Patti Djalalal di Jakarta, Senin, 11 April 2022.
Dalam kesempatan tersebut, Menlu Joly berpendapat bahwa semua pihak perlu memberi kecaman maupun sanksi untuk Rusia demi memberi tekanan terhadap Rusia dengan tujuan akhir untuk mengakhiri invasi tersebut.
"Jadi, memiliki segala bentuk penghukuman sangat penting dalam konteks ini," ujarnya.
Hal ini juga sejalan dengan konteks ketika pada Kamis 31 Maret 2022, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, menyatakan bahwa ia enggan untuk bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dalam acara KTT G20 yang berlangsung di Bali pada akhir tahun ini.
Trudeau pun telah mengutarakan hal tersebut terhadap Presiden RI Joko Widodo.
Advertisement