Rusia Balas Usir 15 Diplomat Belanda, Diberi Tenggat Waktu 2 Minggu

Rusia diduga kuat melakukan upaya pembalasan atas pengusiran yang dilakukan oleh Belanda terhadap 17 warga Rusia pada Maret lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 20 Apr 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2022, 16:00 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin
Ilustrasi Rusia mengusir diplomat Belanda. (AFP)

Liputan6.com, Moskow - Rusia diduga kuat melakukan upaya pembalasan atas pengusiran yang dilakukan oleh Belanda terhadap 17 warga Rusia pada Maret lalu. Di mana pejabat Negeri Kincir Angin itu menganggap ke-17 orang tersebut adalah agen intelijen yang menyamar sebagai diplomat.

Pada Selasa 19 April 2022, Rusia mengumumkan bahwa pihaknya akan mengusir 15 diplomat asal Belanda, seraya mengatakan bahwa para diplomat tersebut memiliki waktu selama dua minggu untuk meninggalkan negara itu.

Mengutip VOA Indonesia, Rabu (20/4/2022), sebagai tanggapan atas pengumuman Rusia pada hari Selasa itu, Menteri Luar Negeri Belanda Wopke Hoekstra mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Hal ini sudah diduga bahwa Rusia akan melakukan tindak balasan. Meskipun begitu, hal ini merupakan langkah yang disesalkan.”

Para utusan atau diplomat Belanda itu akan meninggalkan kedutaan besar Belanda di Moskow dan konsulat di St. Petersburg.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pihaknya juga akan mengusir empat warga Austria dan 12 warga Belgia, juga sebagai tindakan pembalasan.

Sejak invasi Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari, sekitar 300 diplomat Rusia telah diusir dari berbagai negara.

Slovakia, Estonia, Latvia, Lithuania, Montenegro, Polandia, dan AS telah mengusir utusan-utusan Rusia.

Sementara Rusia sudah mengambil langkah serupa terhadap utusan dari Republik Ceko, Bulgaria, dan Uni Eropa.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Perang Rusia Ukraina Kian Intens, Sekjen PBB Ajukan 4 Hari Jeda Kemanusiaan Paskah Ortodoks

Sekjen PBB Antonio Guterres
Sekjen PBB Antonio Guterres di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat. (Xinhua/Wang Ying)

Perang Rusia Ukraina memasuki fase baru yang berbahaya. Melihat situasi tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, pada Selasa 19 April 2022 mengajukan empat hari jeda kemanusiaan minggu ini bertepatan dengan Paskah Ortodoks.

"Gencarnya serangan (Rusia) dan banyaknya korban jiwa yang mengerikan terhadap warga sipil yang kita saksikan sejauh ini bisa jadi tidak berarti, dibanding kengerian yang akan terjadi," kata Guterres mengenai serangan Rusia di Ukraina timur seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (20/4/2022).  

"Ini tidak bisa dibiarkan terjadi. Ratusan ribu nyawa dipertaruhkan."

Sekjen PBB itu mengatakan jeda singkat itu akan memungkinkan pembukaan rangkaian koridor kemanusiaan bagi warga sipil yang ingin meninggalkan daerah yang berbahaya. Dengan bantuan Komite Palang Merah Internasional (ICRC).

Selain itu jeda kemanusiaan tersebut juga akan memungkinkan pasokan bantuan bagi mereka yang tinggal di daerah yang terdampak parah, termasuk Mariupol, Kherson, Donetsk dan Luhansk.

Guterres menyerukan jeda pertempuran dimulai pada 21 April yaitu Kamis Putih dalam kalender Kristen Ortodoks, hingga 24 April, ketika mereka merayakan Paskah. Baik Ukraina maupun Rusia merayakan Paskah selama periode tersebut.

 

PBB Berencana Batasi Hak Veto Anggota Tetap Dewan Keamanan

Ilustrasi ruang sidang DK PBB.
Ilustrasi ruang sidang DK PBB. (Dok: Kemlu RI)

Invasi Rusia ke Ukraina yang hingga kini belum berakhir memicu sebuah ide lama, yang bertujuan untuk membuat lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB agar mengurangi penggunaan hak veto mereka kembali dihidupkan.

Hak veto yang dimiliki Rusia memungkinkan negara itu untuk "melumpuhkan" keputusan di Dewan Keamanan, seperti menjamin perdamaian global yang didefinisikan oleh Piagam PBB.

Mengutip DW Indonesia menurut diplomat, Selasa (19/4/2022), proposal yang diajukan Liechtenstein yang disponsori bersama oleh sekitar 50 negara termasuk Amerika Serikat, harus menjadi subjek pemungutan suara yang akan datang. Meskipun ide tersebut tidak didukung satu pun dari empat anggota tetap Dewan Keamanan lainnya seperti Rusia, China, Prancis, dan Inggris.

Dewan Keamanan juga memiliki 10 anggota tidak tetap, yang tidak memiliki hak veto.

Teks proposal mengatur pertemuan 193 anggota Majelis Umum "dalam waktu 10 hari kerja setelah pemberian veto oleh satu atau lebih anggota tetap Dewan Keamanan, untuk mengadakan pembahasan tentang situasi di mana hak veto diberikan." 

Penangguhan Rusia dari Dewan HAM PBB

Majelis Umum PBB beri suara untuk menangguhkan hak-hak keanggotaan Federasi Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia selama Sesi Khusus Darurat di Ukraina. (PBB/Manuel Elías)
Majelis Umum PBB beri suara untuk menangguhkan hak-hak keanggotaan Federasi Rusia di Dewan Hak Asasi Manusia selama Sesi Khusus Darurat di Ukraina. (PBB/Manuel Elías)

Sebelumnya, United Nations General Assembly (UNGA) atau Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memilih untuk menangguhkan Rusia dari badan hak asasi manusia terkemuka organisasi itu, di tengah tuduhan bahwa tentaranya membunuh warga sipil saat mundur dari wilayah di sekitar ibu kota Ukraina.

Resolusi yang diprakarsai Amerika Serikat pada Kamis 7 April 2022 mencapai dua pertiga suara mayoritas anggota dalam pemungutan suara UNGA yang diperlukan untuk meloloskan resolusi tersebut. Dengan 93 suara mendukung dan 24 menentang.

Mengutip Al Jazeera, Jumat (8/4/2022), 58 negara memutuskan abstain, tetapi suara mereka tidak dihitung dalam penghitungan akhir.

Resolusi singkat tersebut menyatakan "keprihatinan besar atas krisis hak asasi manusia dan kemanusiaan yang sedang berlangsung di Ukraina, khususnya atas laporan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum humaniter internasional oleh Federasi Rusia, termasuk pelanggaran berat dan sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia".

Pemungutan suara, yang menjadikan Moskow sebagai anggota tetap pertama Dewan Keamanan PBB dan membuat keanggotaannya dicabut dari badan PBB mana pun, segera disambut oleh Kiev tetapi dikritik oleh Moskow.

"Penjahat perang tidak memiliki tempat di badan-badan PBB yang bertujuan melindungi hak asasi manusia. Terima kasih kepada semua negara anggota yang mendukung resolusi UNGA yang relevan dan memilih sisi sejarah yang benar," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba di Twitter.FOTO: L

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya