Liputan6.com, Taipei - Direktur Dinas Intelijen Pusat Amerika Serikat (Central Intelligence Agency/CIA) William Burns pada Sabtu (7/5) mengatakan bahwa China memantau dengan cermat perang di Ukraina.
Burns juga mengatakan bahwa konflik itu memengaruhi kalkulasi para pemimpin China terkait Taiwan, pulau otonom yang diklaim oleh Beijing.
Burns, berbicara dalam acara yang digelar Financial Times di Washington, mengatakan pemerintah China dikejutkan dengan perlawanan sengit Ukraina terhadap invasi Rusia dan kerugian ekonomi yang ditanggung Rusia.
Advertisement
Baca Juga
"Saya pikir pemimpin China mengamatinya dengan sangat cermat - terhadap semua dampak dan konsekuensi dari upaya apapun untuk menggunakan kekuatan untuk merebut kontrol atas Taiwan," kata Burns, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (9/5/2022).
Namun, ia memperingatkan bahwa hal itu tidak akan mengubah tujuan jangka panjang pemimpin China Xi Jinping terkait Taiwan.
"Saya tak pernah berpikir bahwa ini telah menggerus keinginan Xi untuk merebut kontrol atas Taiwan," katanya. "Namun, saya pikir ini sesuatu yang memengaruhi kalkulasi mereka mengenai bagaimana dan kapan mereka mungkin akan melakukannya."
China menolak untuk mengecam perang Rusia di Ukraina dan mengkritik sanksi-sanksi Barat terhadap Moskow.
Pemerintah China pada Rabu (16/3/2022) mengecam bantuan kemanusiaan Taiwan untuk Ukraina dan sanksi terhadap Rusia.
China menyebut, apa yang dilakukan Taiwan seakan-akan "mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain" setelah pulau itu mengumumkan akan mengirimkan lebih banyak dana yang disumbangkan oleh masyarakat untuk pengungsi Ukraina.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
China Anggap Itu Manipulasi Politik
Perang di Ukraina telah mengumpulkan simpati luas di Taiwan, dengan banyak masyarakat melihat kesejajaran antara invasi Rusia dan ancaman militer yang ditimbulkan oleh China.
Taiwan telah bergabung dalam sanksi yang dipimpin Barat terhadap Rusia, demikian dikutip dari laman Channel News Asia.
Ditanya tentang bantuan dan sanksi Taiwan pada konferensi pers di Beijing, Zhu Fenglian, juru bicara Kantor Urusan Taiwan mengatakan pemerintah Formosa sedang mencoba untuk mengaitkan masalah ini untuk tujuannya sendiri.
"Otoritas Partai Progresif Demokratik menggunakan masalah Ukraina untuk memvalidasi keberadaan mereka dan mendukung isu panas, mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain," katanya, mengacu pada partai yang berkuasa di Taiwan.
"Upaya mereka untuk menghasut konfrontasi dan menciptakan permusuhan melalui manipulasi politik tidak akan berhasil."
Pemerintah Taiwan mengatakan bahwa di Ukraina ia memiliki kewajiban untuk berdiri bersama negara-negara demokrasi lainnya.
Advertisement
Tekanan China Makin Terasa, Taiwan Fokus Tingkatkan Kemampuan Militer
Taiwan mulai mengorganisir latihan militer dan menguji strategi "asimetris" di tengah konflik yang sedang berlangsung di Ukraina, berkaca pada ketegangan yang terjadi dengan China.
Taiwan dijadwalkan mengadakan sejumlah latihan militer dalam beberapa minggu mendatang, di tengah kekhawatiran meningkatnya ketegangan dengan China yang terpengaruh atas invasi Rusia ke Ukraina.
Dalam pidatonya pada Sabtu (12/03) lalu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan, "Situasi baru-baru ini di Ukraina sekali lagi membuktikan bahwa perlindungan negara, selain solidaritas dan bantuan internasional, bergantung pada persatuan rakyat."
Beijing telah lama mengklaim kedaulatan atas Taiwan dan berjanji suatu hari akan "menyatukan kembali" Taipei. Sejak invasi Rusia ke Ukraina, Taiwan dalam kondisi siaga tinggi, demikian dikutip dari laman DW Indonesia, Jumat (18/3/2022).
Taiwan mengambil sejumlah langkah untuk menguji dan meningkatkan kesiapan tempur pasukannya. Pada Senin (14/03), sekitar 400 tentara cadangan diperkenalkan ke program pelatihan baru dan lebih intensif. Upaya ini akan berlangsung lebih lama dan akan menggelar lebih banyak latihan untuk memastikan bahwa pasukan cadangan memiliki keterampilan tempur dasar.
Program ini akan dilaksanakan dalam tiga kuartal pertama tahun 2022 dan sekitar 15.000 tentara cadangan di 24 batalion akan dilibatkan.
Â
Bencana
Pekan lalu, Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng mengatakan bahwa konflik dengan China akan menjadi bencana bagi semua pihak terlepas dari apapun hasilnya. "Tidak ada yang menginginkan perang," katanya. "Keputusan itu benar-benar harus dipikirkan dengan matang. Jika kamu benar-benar pergi berperang, itu akan menjadi bencana bagi semua orang."
"Apa yang dilakukan Taiwan dengan menyiapkan pasukan cadangan sebenarnya sudah lama tertunda," kata Bonnie Glaser, Direktur Program Asia di German Marshall Fund.
"Saya tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menerapkan program percontohan ini ke seluruh cadangan dan membawa semua orang ke tingkat itu. Saya pikir penting bagi mereka untuk melakukannya."
Selain program pelatihan baru untuk pasukan cadangannya, angkatan udara dan angkatan laut Taiwan juga telah melakukan serangkaian latihan militer sejak pekan lalu.
Su Tzu-yun, seorang peneliti di Institute for National Defense and Security Research (INDSR) di Taiwan, menganggap latihan itu adalah ujian kemampuan pertahanan angkatan laut dan angkatan udara di Selat Taiwan.
Tentara Taiwan juga diperkirakan akan melakukan latihan di daerah Hsinchu dan di beberapa pulau lepas pantai.
Â
Advertisement