Obat Penurun Demam dan Alat Tes COVID-19 Diburu Warga China Hingga ke Australia

Warga kini berburu dengan obat penurun demam dan alat tes COVID-19, bahkan sampai mencari ke Australia.

diperbarui 19 Des 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 19 Des 2022, 09:00 WIB
Guangzhou Alami Lonjakan Kasus COVID-19
Seorang wanita menjalani swab tenggorokan untuk tes COVID-19 di tempat pengujian virus corona di Beijing, Rabu (9/11/2022). Lonjakan kasus COVID-19 telah mendorong penguncian di pusat manufaktur China selatan Guangzhou, menambah keuangan tekanan yang telah mengganggu rantai pasokan global dan secara tajam memperlambat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. (Foto AP/Mark Schiefelbein)

, Canberra - Belakangan ini China melakukan pelonggaran terhadap aturan terkait COVID-19. Kendati demikian, dilonggarkannya aturan lockdown membuat kasus COVID-19 di China meningkat.

Warga kini berburu dengan obat penurun demam dan alat tes COVID-19, bahkan sampai mencari ke Australia.

Mereka meminta tolong keluarga dan kerabat yang tinggal di Hong Kong, Macau, dan Australia untuk membeli dan mengirimkan obat-obatan serta alat tes. 

Hal ini terjadi setelah sejumlah apotek di kota-kota besar mulai kehabisan stok setelah antrean yang panjang.

Beberapa apotek dan toko mulai membatasi jumlah barang yang bisa dibeli, sementara perusahaan obat mulai meningkatkan produksinya.

"Warga China suka menimbun. Mana bisa ada yang tersisa? Mereka membeli obat-obatan bahkan sebelum mereka sakit," kata seorang dokter di Shanghai seperti dikutip dari ABC Australia, Senin (18/12/2022).

Chang Linyun seorang warga Beijing berusia 42 tahun mengaku ia sudah meminta kepada teman-temannya di Australia untuk membeli obat penurun demam untuk anak laki-lakinya.

Tapi ia pun harus bersaing dengan para penjual di jejaring sosial yang menawarkan barang-barang dari luar negeri, atau dikenal dengan sebutan 'daigou', yang mulai menjualnya dengan harga sangat tinggi.

"Saya tadinya mau titip dua botol Panadol dan dua botol Nurifen. Namun teman saya di Melbourne mengatakan obat penurun panas juga sudah habis di sana, karena begitu banyak daigou asal China yang memborongnya," kata Chang.

Seorang apoteker di Box Hill, sekitar 15 kilometer dari pusat kota Melbourne, mengonfirmasi jika beberapa toko obat sudah kehabisan persediaan Panadol. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Cari Obat Hingga Hong Kong dan Australia

Efek Mengonsumsi Obat-obatan
Ilustrasi Efek Mengonsumsi Obat-obatan Credit: unsplash.com/Christina

Di Hong Kong, dua staf di sebuah apotek mengatakan persediaan Panadol mulai menipis.

Padahal pekan lalu, menteri kesehatan Hong Kong Lo Chung-mau mengatakan pemerintah akan memastikan pasokan obat-obatan dengan kandungan paracetamol akan tetap ada agar warga tidak khawatir.

"Saya memiliki teman di Beijing yang meminta saya mengirimkan obat flu dan alat tes COVID. Mereka tidak bisa mendapatkannya di Beijing, mereka sudah memesan lewat online namun belum ada pengiriman" kata Lo, seorang perempuan warga Hongkong berusia 30 tahun.

Di Macau, pihak berwenang membatasi jumlah pembelian obat-obatan anti viral yang digunakan untuk mengobati gejala COVID.

Senin lalu, Xiangxue Pharmaceutical yang memproduksi obat-obatan anti viral mengatakan mereka meningkatkan produksi semaksimal mungkin untuk memenuhi meningkatnya permintaan.

Sementara Sinopharm Group, perusahaan farmasi yang didukung pemerintah, mengatakan sudah meningkatkan produksi tiga kali lipat, karena meningkatnya permintaan obat demam dan batuk.

 


Vaksinasi untuk Lansia Dipercepat 

Ilustrasi Vaksin COVID_19
Ilustrasi vaksin COVID-19 (Source: Youtube/Kementerian Kesehatan RI)

 

China juga sedang meningkatkan usaha untuk melakukan vaksinasi untuk kelompok yang memiliki risiko tinggi, termasuk warga yang berusia 60 tahun ke atas.

Sebelumnya China mengatakan 90 persen dari warga sudah mendapatkan vaksin pertama.

Vaksin kedua juga sudah dianjurkan bagi warga yang memiliki risiko.

Rabu kemarin, juru bicara Komisi Kesehatan Nasional di China, Mi Feng, mengatakan perlu ada lebih banyak kampanye untuk mempercepat proses vaksinasi bagi lansia.

Data resmi pemerintah China menunjukkan 1,43 juta orang mendapatkan vaksinasi hingga Selasa kemarin, jauh di atas angka rata-rata setiap hari di bulan November yaitu 100 sampai 200 ribu dosis per hari.

China mengatakan 30 persen dari warga berusia 60 tahun ke atas sudah mendapatkan vaksin ketiga.

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya