Liputan6.com, Roma - Iran harus menghentikan eksekusi dan hukuman bagi para demonstran dan harus membuka dialog dengan mereka, demikian kata Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani, pada Rabu (28/12), setelah memanggil duta besar Iran.
Tajani mengatakan hukuman mati terhadap orang-orang yang turut serta dalam demonstrasi atau perempuan yang menolak mengenakan hijab merupakan bentuk hukuman yang tidak adil dan tidak dapat diterima.
Baca Juga
“Membuka hijab atau ikut serta dalam protes bukanlah merupakan kejahatan yang dapat berujung pada hukuman mati di mana saja di dunia ini,” katanya, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (29/12/2022).
Advertisement
Kerusuhan di seluruh negara meletup di Iran sejak tiga bulan lalu. Serangkaian aksi protes tersebut dipicu oleh kematian Mahsa Amini, perempuan Kurdi berusia 22 tahun yang tewas dalam tahanan polisi moral Iran. Amini ditangkap oleh polisi moral yang mengatur hukum berpakaian wajib di Republik Islam itu.
Protes itu menandai salah satu penentangan paling berani terhadap kepemimpinan Iran sejak revolusi tahun 1979 dan telah menarik keikutsertaan semua warga Iran.
Pihak berwenang Iran menumpas protes-protes yang berlangsung secara kejam, yang menurut mereka adalah kekacauan yang dihasut oleh musuh-musuh asing.
Iran mengeksekusi dua demonstran pada awal bulan ini. Mereka adalah Mohsen Shekari, 23, yang dituduh memblokir jalan utama pada September lalu serta mencederai anggota pasukan Basij dengan pisau, juga Majid Reza Rahnavard, 23, yang dituduh menikam dua anggota Basij.
65 Anak Dilaporkan Tewas di Demonstrasi Iran
Puluhan anak dilaporkan tewas di tengah upaya pemerintah Iran meredam demo Iran yang terus meluas. Kelompok oposisi Iran berkata lebih dari 700 orang meninggal dan 30 ribu ditahan.
Demo awalnya dipicu oleh kematian Mahsa Amini yang ditangkap polisi moral karena masalah hijab. Kini, rakyat Iran menuntut pemerintahan yang lebih baik.
"Tiga bulan telah berlalu sejak dimulainya kebangkitan masyarakat Iran melawan rezim mullah," ujar National Council of Resistance of Iran (Dewan Nasional Resistensi Iran), dikutip Arab News, Sabtu (17/12/2022).
"Berdasarkan laporan-laporan dari People’s Mojahedin Organization of Iran (Organisasi Mujahidin Rakyat Iran) dari dalam negeri, ada lebih dari 700 orang telah dibunuh dan ribuan lainnya terluka akibat kekuatan represif dan lebih dari 30.000 orang ditahan dan dikenakan penyiksaan yang paling brutal," lanjut pertanyaan Dewan Nasional Resistensi Iran.
Baru-baru ini, Iran juga dicopot dari komisi hak perempuan PBB.
Laporan dari Komite Luar Negeri Dewan Nasional Resistensi Iran telah merilis nama-nama korban berdasarkan laporan dari organisasi mujahidin rakyat. Di antara nama-nama korban, ada sejumlah anak kecil.
13 korban meninggal adalah anak perempuan dan 52 lainnya adalah laki-laki-. Ada lima korban yang usianya masih di bawah lima tahun, dan 60 lainnya berusia 10 hingga 17 tahun.
Korban tidak hanya berasal dari Tehran. Mereka berasal dari 33 kota di berbagai penjuru Iran. Jumlah korban anak terbanyak berada di kota Zahedan. Kemudian ada sembilan yang meninggal di Tehran, dan empat korban di Piranshahr.
"Kebanyakan dari anak-anak ini dibunuh oleh luka tembak, tetapi sebagian, termasuk Sarina Ismailzadeh, Nika Shakrami, Mohammad Hossein Kamandalo, dan Maedeh Hashemi dibunuh oleh pukulan baton di kepala dan area-area vital lainnya atau dipukul keras oleh pasukan keamanan," tulis laporan tersebut.
Laporan itu mencatat kemungkinan jumlah korban sebenarnya da lebih banyak lagi.
Pemerintah Iran membantah terlibat pada kematian para anak-anak, tetapi laporan itu tetap menyorot bahwa anak-anak menjadi korban pemerintah.
Advertisement
PBB Hapus Iran dari Badan Pelindung Hak Perempuan
Sebelumnya dilaporkan, PBB pada hari Rabu (14 Desember) memilih untuk menghapus Iran dari badan hak-hak perempuan, menyusul kampanye bersama oleh Amerika Serikat, atas penumpasan brutal Teheran terhadap protes yang dipimpin perempuan.
Dilansir Channel News Asia, Kamis (15/12/2022), aktivis pro-demokrasi Iran memuji pengusiran republik Islam itu dari Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) untuk sisa masa jabatan 2022-2026.
Diperlukan mayoritas sederhana untuk mengadopsi langkah tersebut, yang diusulkan oleh Amerika Serikat, ditentang oleh sekutu Iran, Rusia dan China, dan menandai kemenangan diplomatik untuk Washington.
Dua puluh sembilan anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (ECOSOC) memberikan suara setuju, delapan negara menentang dan 16 abstain.
Resolusi tersebut mencabut keanggotaan Iran dari komisi tersebut dengan segera.
Teks tersebut mengatakan bahwa kepemimpinan Iran "terus melemahkan dan semakin menindas hak asasi perempuan dan anak perempuan, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat, seringkali dengan penggunaan kekuatan yang berlebihan".
Ia menambahkan bahwa pemerintah Iran melakukannya "dengan menjalankan kebijakan yang secara terang-terangan bertentangan dengan hak asasi perempuan dan anak perempuan" dan mandat komisi "serta melalui penggunaan kekuatan mematikan yang mengakibatkan kematian para pengunjuk rasa damai, termasuk perempuan dan anak perempuan".
Respons Kedubes Iran
Keanggotaan Republik Islam Iran di Komisi PBB tentang Status Perempuan (UNCSW) berakhir pada Rabu (14/12/2022) malam menyusul resolusi ilegal dari Amerika Serikat untuk mengakhiri keanggotaan ini berdasarkan klaim tak berdasar dan argumen palsu dengan menggunakan narasi keliru yang bertentangan dengan semangat dan teks dari Piagam PBB, demikian bunyi kalimat awal dari pernyataan Kedubes Iran di Jakarta.
Dalam rilisnya, pihak Iran menyebut bahwa Komisi Status Perempuan PBB adalah salah satu pilar Dewan Sosial dan Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC). Resolusi untuk membatalkan keikutsertaan Iran dalam Komisi Status Perempuan PBB diajukan oleh pemerintah AS dan sebagai kelanjutan dari tekanan global terhadap Iran dengan tujuan mendukung kerusuhan.
Hal ini terjadi pada saat Iran telah menjadi anggota Komisi UNCSW selama dua periode dalam 10 tahun terakhir (sejak 2011) dan memenangkan keanggotaan badan ini untuk ketiga kalinya selama pemilihan tahun lalu (April 2021) dengan jumlah suara maksimum (43 suara dari 54 negara anggota ECOSOC).
Tindakan bias Amerika terhadap Republik Islam Iran ini merupakan upaya untuk memaksakan tuntutan politik sepihak dan mengabaikan tata cara pemilihan anggota di lembaga internasional, demikian dikatakan dalam rilis yang ditulis oleh Kedubes Iran di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Iran mengklaim bahwa Amerika Serikat sejak pemunggutan suara untuk keanggotaan Iran pada UNCSW menentang keanggotaan negara kami, tetapi upayanya tidak berhasil mengingat kepercayaan dan suara negara-negara anggota ECOSOC kepada Iran.
"Oleh karena itu AS memanfaatkan perkembangan terakhir di Iran untuk mencapai tujuan utamanya. Tindakan bias AS terhadap Republik Islam Iran ini merupakan penghinaan besar bagi negara-negara yang memberikan surara untuk keanggotaan Iran dalam UNCSW," tulis Kedubes Iran.
Advertisement