Aquamation, Layanan Kremasi Hewan Peliharaan yang Dibanderol Singapura Hingga Rp10,7 Juta

Bagaimana jika hewan peliharaan atau bahkan diri anda sendiri, dapat dikremasi bukan dengan api, melainkan dengan air?

oleh Linda Sapira diperbarui 17 Apr 2023, 21:00 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2023, 21:00 WIB
Foto mesin digester alkaline, yang digunakan untuk aquamation hewan peliharaan, di The Green Mortician. (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)
Foto mesin digester alkaline, yang digunakan untuk aquamation hewan peliharaan, di The Green Mortician. (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)

Liputan6.com, Jurong - Bagaimana jika hewan peliharaan Anda atau bahkan diri Anda sendiri, bisa dikremasi bukan dengan api, melainkan dengan air?

Ini merupakan pertanyaan yang diajukan Yang Loo kepada orang-orang di sekitarnya beberapa tahun yang lalu. Sebagai seseorang yang memiliki hewan dan penyayang binatang, dia tahu betapa sulitnya kehilangan hewan peliharaan, dan ingin memberikan proses pemakaman yang "depressing" dengan pendekatan yang lebih modern dan lebih ramah lingkungan.

Ketika seorang temannya bercerita tentang aquamation (kremasi menggunakan air daripada api) dia memutuskan untuk menjadi orang pertama yang membawanya ke Singapura. Dengan kepemilikan hewan peliharaan di Singapura yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, ada peluang besar sukses di usaha tersebut.

Loo dan mitra bisnisnya membutuhkan waktu kurang lebih tiga tahun untuk mendapatkan tempat di Toh Guan Center di wilayah Jurong East, dan mendapatkan izin yang relevan dari pihak berwenang.

Pada Maret lalu, The Green Mortician secara resmi membuka pintu untuk pelanggan. Sejauh ini telah mengkremasi lebih dari 20 hewan peliharaan, mulai dari anjing dan kucing, hingga makhluk yang lebih kecil seperti burung dan hamster. 

Mengutip dari channelnewsasia.com, Minggu (16/4/2023), tempat ini merupakan satu-satunya layanan kremasi hewan peliharaan di Singapura yang menawarkan aquamation, dan satu-satunya yang terletak di bangunan industri daripada tanah pertanian tradisional di daerah seperti Sungei Tengah atau Seletar.

Yang Loo, 28, dan salah satu mitra bisnisnya, Joe Kam, berbicara dengan CNA pada awal April tentang tantangan dalam mendirikan bisnis mereka, dan bagaimana mereka menggunakan aquamation, serta harapan mereka pada akhirnya menggunakan teknologi untuk mengkremasi tubuh manusia. 

CNA juga melihat apa yang terjadi ketika aquamation digunakan pada pudel klien mereka yang berusia 11 tahun.

Ide aquamation pertama kali terpikir oleh Loo pada tahun 2018. Sebelumnya dia bekerja sebagai penyiar lepas dan berada di industri pemasaran, lalu menjadi headhunter untuk perusahaan energi terbarukan di kawasan Asia-Pasifik.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Apa itu Aquamation?

Foto anjing pudel dari kliennya Yang Loo, akan di kremasi menggunakan aquamation (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)
Foto anjing pudel dari kliennya Yang Loo, akan di kremasi menggunakan aquamation (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)

Aquamation merupakan teknologi yang telah tersedia secara luas di AS selama beberapa tahun untuk hewan peliharaan. Metode ini pertama kali dikembangkan beberapa dekade lalu sebagai cara untuk membuang bangkai hewan yang digunakan dalam aktivitas percobaan.

Beberapa negara dan negara bagian AS juga telah melegalkannya untuk jenazah manusia. Pada 2021 silam, jenazah uskup Afrika Selatan Desmond Tutu, seorang pemimpin anti-apartheid yang disegani, menjalani aquamation setelah dia meninggal.

Loo mengatakan aquamation belum digunakan di Singapura karena orang terbiasa mengkremasi dengan cara membakar, dan juga biayanya lebih murah untuk menjalankan bisnis kremasi berbasis api. Beberapa agama mungkin juga tahan terhadap aquamation.

Selain itu, untuk peralatannya juga dibandrol dengan harga sangat mahal – tepatnya sekitar US$200.000, setara dengan Rp 2,9 milyar. 

Aquamation, yang juga disebut aqua atau kremasi air, menggunakan air panas dan bahan kimia alkali yang biasa ditemukan dalam kosmetik atau sabun untuk mengurangi atau melarutkan tubuh yang telah ditempatkan di bejana stainless steel.

Kemudian tulang-tulang yang tertinggal dimasukan ke dalam mesin untuk digiling menjadi debu halus atau abu, dan kemudian diserahkan dalam sebuah guci kepada pemilik hewan peliharaan tersebut. 


Proses Aquamation Meniru Proses Dekomposisi Alami Tubuh yang Terpapar Tanah

Foto tulang belulang anjing yang mengikuti proses kremasi aquamation (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)
Foto tulang belulang anjing yang mengikuti proses kremasi aquamation (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)

Proses aquamation meniru proses dekomposisi alami tubuh yang terpapar oleh tanah, tetapi proses ini membutuhkan waktu sekitar 20 hingga 24 jam untuk menyelesaikannya, bukan berbulan-bulan bahkan puluhan tahun.

Hal ini juga disebut-sebut sebagai alternatif kremasi yang ramah lingkungan. Advokat mengatakan aquamation menggunakan energi 90% lebih sedikit, tidak seperti kremasi, yang melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya.

Satu siklus aquamation menggunakan sekitar 800 liter air, kira-kira jumlahnya sama dengan yang digunakan oleh rumah tangga terdiri dari lima orang setiap hari, kata Loo.

Namun, selain keuntungan yang berkelanjutan, dibutuhkan waktu lebih lama untuk memproses bangkai hewan melalui aquamation dibandingkan dengan kremasi pada umumnya yang hanya memakan waktu dua hingga tiga jam.

Proses aquamation juga lebih mahal karena teknologi yang digunakan, serta pengolahan dan pembuangan limbah, atau cairan sisa setelah aquamation. Yang Loo berharap, pada waktunya cairan ini dapat digunakan kembali sebagai pupuk cair untuk pembibitan tanaman, dan semakin memperkuat etos penghijauan perusahaan.

Bergantung pada ukuran hewan peliharaan, The Green Mortician mengenakan biaya US$430 hingga US$730 (sekitar Rp 6,3 juta sampai 10,7 juta) untuk paket layanan lengkap yang mencakup pengambilan bangkai hewan peliharaan, upacara peringatan, aquamation, dan pengembalian abunya ke dalam guci kepada pemilik.


Bisnis Aquamation Mengalami Banyak Rintangan

Foto anjing pudel dari kliennya Yang Loo, akan di kremasi menggunakan aquamation (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)
Foto anjing pudel dari kliennya Yang Loo, akan di kremasi menggunakan aquamation (Source: Tangkapan layar dari website channelnewsasia.com)

Pada tahap awal perencanaan bisnis ini Loo mengalami banyak rintangan. Awalnya bisnisnya diklasifikasikan sebagai kremasi berbasis api, yang berarti dia dapat membuka toko di area terbatas.

Butuh waktu bertahun-tahun baginya dan mitranya, untuk mendapatkan izin dari Otoritas Pembangunan Kembali Perkotaan dan Badan Lingkungan Nasional, di antara lembaga lainnya.

Perusahaan juga tidak diizinkan menjalankan bisnis kremasi di gedung industri sebelum mereka berbagi lebih banyak penelitian dan statistik dengan pihak berwenang.

"Satu hal yang menghalangi kepercayaan diri saya adalah bahwa di Singapura, semua orang begitu terbiasa dengan api dan kremasi berbasis api. Sudah ratusan tahun, dan untuk agama tertentu seperti Taoisme, api melambangkan sesuatu untuk mereka," ucap Yang Loo. 

Terlepas dari semua ini, dia terus maju dengan harapan membawa teknologi kematian baru yang berkelanjutan ke Singapura. Loo juga melakukan survei mini di antara rekan-rekannya untuk mengetahui apakah mereka pernah mendengar tentang aquamation dan apakah mereka akan memilihnya.

Dia kemudian mulai menargetkan klien yang lebih muda tetapi sejak itu juga menarik klien yang lebih tua, seperti pemilik anjing yang mengatakan bahwa dia "tidak menyukai ide api".

"Beberapa orang percaya ketika Anda meninggal, masih bisa merasakan saraf dan jiwa. Jadi ketika dikremasi pada suhu seperti itu, Anda bisa merasakannya," jelas Loo.

"Aquamation sangat berkelanjutan tetapi sebenarnya orang-orang datang kepada kami karena persepsi bahwa api itu menyakitkan, dan mereka tidak tahan melihat peliharaan mereka masuk ke dalam api itu," jelasnya kembali. 

infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia
Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya