Liputan6.com, Khartoum - Dua puluh tujuh orang tewas dan 106 terluka setelah sebuah pasar di selatan Khartoum dibombardir pada Kamis (1/6/2023). Menurut penduduk setempat, ada enam peluru tank yang ditembakkan dari al-Shajara, salah satu dari sedikit daerah yang dikuasai militer (SAF) di ibu kota Sudan, ke lingkungan Mayo.
Sejumlah sumber mengungkapkan bahwa jumlah korban tewas bisa meningkat secara signifikan karena banyak korban luka tidak dapat pergi ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.
Baca Juga
Mayo sebagian besar dihuni oleh orang-orang yang tidak mampu meninggalkan Khartoum sejak perang saudara Sudan antara SAF versus kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pecah pada 15 April 2023 untuk berebut kekuasaan.
Advertisement
"Staf medis berada di bawah tekanan untuk menangani begitu banyak kasus dengan petugas terbatas," kata Serikat Dagang Dokter Sudan seperti dilansir The Guardian, Jumat (2/6). "Kami memanggil semua dokter dan kader medis yang ada di sekitar untuk datang ke rumah sakit agar bisa membantu semaksimal mungkin."
Abdelmotal Saboon, seorang penduduk lokal dan sukarelawan di dekat Rumah Sakit al-Bashair mengatakan, "Ini benar-benar adalah hari terburuk yang saya lihat sejak awal perang, pemandangan yang akan selalu saya ingat tentang perempuan dan anak-anak dan laki-laki dalam kondisi yang mengerikan. Saya tidak tahu alasan penggunaan artileri berat, selain membunuh orang yang tidak bersalah."
Insiden itu terjadi sehari setelah panglima militer sekaligus pemimpin de-facto Sudan Abdel-Fattah al-Burhan mengumumkan, dia akan menarik diri dari pembicaraan gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi, menuduh RSF gagal untuk menghormati komitmennya.
Burhan mengatakan akan menggunakan kekuatan mematikan untuk melawan musuh.
"Kami melakukan pertempuran ini atas nama rakyat Sudan, kami melihat apa yang terjadi pada mereka. Kami tidak ingin menggunakan kekuatan yang mematikan… tetapi jika musuh tidak patuh dan merespon kami wajib menggunakannya," ujar Burhan.
AS dan Arab Saudi menyalahkan kedua belah pihak karena melanggar gencatan senjata yang seharusnya memungkinkan koridor aman untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang semakin membutuhkan.
Berbagai bagian kota tetangga Khartoum, Omdurman, telah dihantam artileri berat sejak Rabu. Sumber-sumber militer mengatakan bahwa mereka menargetkan pasukan RSF yang ditempatkan di stasiun TV nasional di sana dan sebuah gedung strategis yang direbut pada Rabu.
Kelaparan
Sementara itu, setidaknya 60 anak dilaporkan tewas selama enam pekan terakhir saat terjebak dalam kondisi mengerikan di sebuah panti asuhan di ibu kota Sudan. Sebagian besar meninggal karena kekurangan makanan dan demam. Adapun 26 di antaranya meninggal dalam dua hari selama akhir pekan lalu.
Video yang diambil oleh pekerja panti asuhan menunjukkan jenazah anak-anak terbungkus rapat dalam kain putih menunggu penguburan. Dalam rekaman lain, dua lusin balita yang hanya mengenakan popok duduk di lantai sebuah ruangan, banyak dari mereka meratap, saat seorang wanita membawa dua kendi air dari logam. Wanita lain duduk di lantai dengan punggung menghadap kamera, bergoyang-goyang, dan tampaknya menggendong seorang anak.
"Ini adalah situasi bencana," ungkap Afkar Omar Moustafa, seorang relawan di panti asuhan, mengatakan dalam sebuah wawancara telepon. "Ini adalah sesuatu yang kami prediksi sejak hari pertama (pertempuran)."
Di antara yang tewas adalah bayi berusia tiga bulan, menurut sertifikat kematian serta kesaksian dari empat pejabat panti asuhan dan pekerja amal yang sekarang membantu fasilitas tersebut.
Akhir pekan lalu disebut sangat mematikan, dengan 14 anak tewas pada Jumat (26/5) dan 12 lainnya Sabtu (27/5). Badan amal setempat disebut sudah dapat mengirimkan makanan, obat-obatan, dan susu formula bayi ke panti asuhan pada Minggu (28/5), dengan bantuan badan anak-anak PBB, UNICEF, dan Komite Palang Merah Internasional.
Perang saudara Sudan telah menimbulkan banyak korban pada warga sipil, terutama anak-anak. Lebih dari 860 warga sipil, termasuk setidaknya 190 anak-anak, tewas dan ribuan lainnya terluka. Angka aslinya kemungkinan besar akan jauh lebih tinggi.
Lebih dari 1,65 juta orang telah melarikan diri ke daerah yang lebih aman di dalam Sudan atau menyeberang ke negara tetangga. Yang lainnya tetap terperangkap di dalam rumah mereka, tidak dapat melarikan diri karena persediaan makanan dan air berkurang.
Angka anak-anak yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan di Sudan, sebut UNICEF, naik dari hampir 9 juta sebelum perang, menjadi 13,6 juta.
Pada Kamis, AS mengatakan akan mengenakan sanksi terhadap orang-orang "yang melanggengkan kekerasan" di Sudan.
"Cakupan dan skala pertumpahan darah di Khartoum dan Darfur, khususnya, sangat mengerikan," kata Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan.
"Kegagalan SAF dan RSF untuk mematuhi gencatan senjata hanya semakin memperdalam keprihatinan kami bahwa rakyat Sudan akan sekali lagi menghadapi konflik yang berkepanjangan dan penderitaan yang meluas di tangan pasukan keamanan."
Advertisement