Selasa 4 Juli 2023 Pecahkan Rekor Hari Terpanas di Dunia

Rekor tersebut tercipta hanya satu hari setelah pada Senin 3 Juli suhu rata-rata global mencapai 17,01 derajat Celcius untuk pertama kalinya dalam 44 tahun, saat data pertama kali dikumpulkan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 06 Jul 2023, 10:04 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2023, 10:04 WIB
Ilustrasi gelombang panas. (Unsplash)
Ilustrasi gelombang panas. (Unsplash)

Liputan6.com, Washington - Suhu dunia pecah rekor dua hari berturut-turut. Fenomena ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk memangkas emisi gas rumah kaca yang memicu krisis iklim.

Menurut Climate Reanalyzer -alat yang sering digunakan oleh para ilmuwan iklim sebagai referensi untuk kondisi dunia- Universitas Maine, pada Selasa 4 Juli 2023, suhu harian rata-rata Bumi naik menjadi 17,18 derajat Celcius. Rekor tersebut tercipta hanya satu hari setelah suhu rata-rata global mencapai 17,01 derajat Celcius untuk pertama kalinya dalam 44 tahun, saat data pertama kali dikumpulkan. Demikian seperti dilansir CNBC, Kamis (6/7/2023).

Rekor sebelumnya 16,92 derajat Celcius terjadi pada 14 Agustus 2016, tahun terpanas yang percah tercatat.

"Senin 3 Juli adalah hari terpanas yang pernah tercatat di Bumi. Rekor yang bertahan hingga... Selasa 4 Juli," twit profesor emeritus bahaya geofisika dan iklim di University College London Bill McGuire.

"Benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya dan menakutkan."

Para ilmuwan memperingatkan rekor suhu pada Selasa kemungkinan akan menjadi yang pertama dari banyak rekor selama beberapa bulan mendatang, merujuk pada kombinasi krisis iklim dan fenomena El Nino.

Pecahnya rekor suhu dunia dua hari berturut-turut terjadi di tengah berbagai fenomena cuaca ekstrem di seluruh dunia dalam beberapa bulan terakhir, di mana gelombang panas tercatat di China, Meksiko, Amerika Serikat bagian selatan, dan Mediterania barat.

2024 Bakal Melampaui Ambang Kritis Suhu Global?

Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)
Ilustrasi perubahan iklim. (Dok. Pixabay)

Robert Rohde, fisikawan dan ilmuwan utama di kelompok analisis data lingkungan nirlaba Berkeley Earth menuturkan bahwa pemanasan global telah membawa kita ke dunia yang asing.

Mengutip laporan Climate Reanalyzer Universitas Maine, Rohde mengatakan pada Selasa bahwa meskipun data hanya merentang ke tahun 1979, kumpulan data lain yang melihat lebih jauh ke belakang menunjukkan bahwa rekor suhu baru-baru ini lebih panas daripada titik manapun sejak pengukuran instrumental dimulai.

"Dan mungkin untuk jangka waktu lama sebelum itu juga," ujarnya.

Rekor suhu dunia muncul tidak lama setelah layanan cuaca AS menyatakan El Nino telah dimulai. Organisasi Meteorologi Dunia PBB pada Selasa mengatakan bahwa kembalinya fenomena tersebut membuka jalan bagi kemungkinan lonjakan suhu global dan kondisi cuaca ekstrem.

El Nino dikenal luas sebagai pemanasan suhu permukaan laut, pola iklim alami yang terjadi rata-rata setiap dua hingga tujuh tahun.

Efek El Nino cenderung memuncak pada Desember, tetapi dampaknya biasanya membutuhkan waktu untuk menyebar ke seluruh dunia. Efek yang tertunda inilah yang diyakini dapat menjadikan 2024 sebagai tahun di mana peningkatan suhu melampaui 1,5 derajat Celcius, ambang kritis suhu global yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya