Liputan6.com, Rabat - Gempa Maroko masih menyisakan banyak kisah pilu. Salah satunya, yang dialami seorang guru bernama Nesreen Abu ElFadel.
Pikiran Nesreen langsung tertuju pada murid-muridnya ketika gempa magnitudo 6,8 mengguncang Maroko pada Jumat 8 September 2023. Dia sendiri sedang berada di Marrakesh saat itu, sementara sekolah dan murid-muridnya berada di Adaseel, desa pegunungan yang dekat dengan pusat gempa.
Pasca lindu, Nesreen yang merupakan guru bahasa Arab dan Prancis, kembali ke Adaseel untuk mencari tahu kondisi murid-muridnya. Patah hatinya mendapati seluruh muridnya yang berjumlah 32 orang tewas.
Advertisement
"Saya pergi ke desa dan mulai bertanya tentang anak-anak: Di mana Somaya? Di mana Youssef? Jawaban yang muncul beberapa jam kemudian adalah 'mereka semua tewas'," tutur Nesreen seperti dilansir BBC, Sabtu (16/9/2023).
"Saya membayangkan memegang lembar kehadiran dan mencoret nama siswa satu demi satu, sampai saya mencoret 32 nama; semuanya kini sudah mati."
Mereka termasuk di antara hampir 3.000 orang yang tewas akibat gempa terkuat yang pernah tercatat di Maroko.
Daerah yang paling terdampak adalah selatan Marrakesh, di mana banyak desa di pegunungan hancur total. Adaseel adalah salah satunya.
Kelas Terakhir Berlangsung 5 Jam Sebelum Gempa Terjadi
Nesreen teringat bagaimana dia mendengar tentang apa yang terjadi pada Khadijah, salah satu muridnya yang berusia enam tahun.
Tim penyelamat menemukan jenazah anak tersebut tergeletak di samping saudara laki-lakinya Mohamed dan dua saudara perempuannya, Mena dan Hanan. Mereka semua berada di tempat tidur masing-masing.
"Khadijah adalah favorit saya. Dia sangat baik, pintar, aktif, dan suka menyanyi. Dia sering datang ke rumah saya dan saya suka mengajari dan berbicara dengannya."
Nesreen mengenang murid-muridnya sebagai "malaikat" dan anak-anak penuh hormat yang bersemangat untuk belajar. Meski berjuang melawan kemiskinan dan krisis biaya hidup yang parah, murid-muridnya dan keluarga mereka menganggap bersekolah sebagai hal terpenting di dunia.
"Kelas terakhir kami diadakan pada Jumat, tepat lima jam sebelum gempa terjadi," kata Nesreen.
"Kami sedang mempelajari lagu kebangsaan Maroko dan berencana menyanyikannya di depan seluruh sekolah pada Senin (11/9) pagi."
Advertisement
Korban Tewas Gempa Maroko Jadi 2.946 orang
Meskipun suaranya tenang, Nesreen menderita trauma. Dia masih belum bisa memproses apa yang terjadi pada murid-muridnya.
"Saya tidak bisa tidur, saya masih shock," ungkap Nesreen. "Orang-orang menganggap saya salah satu yang beruntung, tapi saya tidak tahu bagaimana saya bisa terus menjalani hidup."
Nesreen senang mengajar bahasa Arab dan Prancis kepada anak-anak di desa yang dihuni oleh suku Amazigh - yang sebagian besar berbicara dalam bahasa mereka sendiri, Tamazight.
"Bahasa Arab dan Prancis sangat sulit dipelajari, namun anak-anak sangat cerdas dan mereka hampir fasih dalam kedua bahasa tersebut," kenangnya.
Dia berencana melanjutkan kariernya dalam mengajar dan berharap pihak berwenang akan membangun kembali sekolah Adaseel – yang runtuh akibat gempa.
Menurut pernyataan resmi, sebanyak 530 institusi pendidikan mengalami kerusakan dalam berbagai tingkat, termasuk beberapa di antaranya runtuh total atau mengalami kerusakan struktural yang parah.
Pemerintah Maroko untuk sementara waktu menghentikan kegiatan belajar mengajar di wilayah yang terdampak paling parah.
"Mungkin suatu hari nanti ketika mereka membangun kembali sekolah dan kelas-kelas kembali aktif, kita bisa mengenang 32 anak tersebut dan menceritakan kisah mereka," imbuh Nesreen.
Hingga berita ini diturunkan, Reuters melansir bahwa berdasarkan data resmi, korban tewas gempa Maroko mencapai 2.946 orang. Adapun korban luka tercatat 5.674 orang.