Ratusan PNS di AS dan Eropa Protes Kebijakan Pemerintah Mereka atas Perang di Gaza

Ini adalah tanda terbaru adanya perbedaan pendapat yang signifikan di pemerintahan beberapa sekutu utama Israel di Barat.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 03 Feb 2024, 12:16 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2024, 12:16 WIB
Pemakaman Massal di Palestina
Warga mendoakan jenazah orang yang tewas dalam pemboman Israel yang dibawa dari Rumah Sakit Shifa sebelum menguburkan mereka di kuburan massal di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (22/11/2023). Puluhan jenazah orang tak dikenal dimakamkan di kuburan massal di Khan Yunis. (AP Photo/Mohammed Dahman)

Liputan6.com, London - Lebih dari 800 pegawai negeri di Amerika Serikat (AS) dan Eropa menandatangani pernyataan yang memperingatkan bahwa kebijakan pemerintah mereka mengenai perang Hamas Vs Israel dapat dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional.

"Pernyataan Transatlantik", yang salinannya diberikan kepada BBC, menyebutkan bahwa pemerintahan negara-negara tersebut berisiko terlibat dalam salah satu bencana kemanusiaan terburuk abad ini dan mereka mengabaikan nasihat ahli. Ini adalah tanda terbaru adanya perbedaan pendapat yang signifikan di pemerintahan beberapa sekutu utama Israel di Barat.

Salah satu pihak yang menandatangani pernyataan, seorang pejabat pemerintah AS dengan pengalaman lebih dari 25 tahun di bidang keamanan nasional, mengatakan kepada BBC bahwa pemerintah terus mengabaikan kekhawatiran mereka.

"Suara mereka yang memahami kawasan dan dinamikanya tidak didengarkan," kata pejabat itu yang berbicara secara anonim, seperti dilansir BBC, Sabtu (3/2/2024).

"Apa yang benar-benar berbeda di sini adalah kami tidak gagal mencegah sesuatu, kami secara aktif terlibat. Hal ini secara fundamental berbeda dari situasi lain yang saya ingat."

Pernyataan bersama ditandatangani oleh pegawai negeri dari AS, Uni Eropa, dan 11 negara Eropa termasuk Inggris, Prancis, dan Jerman.

Disebutkan pula bahwa Israel tidak menunjukkan batasan dalam operasi militernya di Jalur Gaza, "yang telah mengakibatkan puluhan ribu kematian warga sipil yang dapat dicegah; … pemblokiran bantuan yang disengaja … menempatkan ribuan warga sipil dalam risiko kelaparan dan kematian yang lambat."

"Ada risiko yang masuk akal bahwa kebijakan pemerintah kita berkontribusi terhadap pelanggaran berat hukum internasional, kejahatan perang, dan bahkan pembersihan etnis atau genosida," sebut pernyataan bersama para pegawai pemerintah.

Identitas orang-orang yang menandatangani atau mendukung pernyataan bersama belum dipublikasikan, namun menurut BBC hampir setengahnya adalah pejabat yang masing-masing memiliki pengalaman setidaknya satu dekade di pemerintahan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Operasi Darat Israel di Jalur Gaza
Israel melancarkan serangan pertamanya ke Jalur Gaza pada bulan lalu untuk memusnahkan Hamas. Mereka menyisir setiap bangunan untuk mencari persembunyian Hamas. (AP Photo/Victor R. Caivano)

Seorang pensiunan duta besar AS menuturkan kepada BBC bahwa koordinasi yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil di berbagai pemerintahan belum pernah terjadi sebelumnya.

"Ini merupakan pengalaman unik saya dalam mengamati kebijakan luar negeri dalam 40 tahun terakhir," kata Robert Ford, mantan duta besar AS untuk Aljazair dan Suriah.

Dia menyamakan hal ini dengan kekhawatiran pemerintahan AS pada tahun 2003 atas kesalahan intelijen yang mengarah pada invasi ke Irak, namun dia mengatakan saat ini banyak pejabat yang keberatan tidak mau tinggal diam.

"Masalah perang Gaza sangat serius dan dampaknya sangat serius, sehingga mereka merasa harus mengumumkannya ke publik," tutur Ford.

Para pegawai negeri berpendapat bahwa dukungan militer, politik atau diplomatik pemerintah mereka saat ini kepada Israel tanpa syarat dan akuntabilitas nyata tidak hanya berisiko menyebabkan kematian warga Palestina lebih lanjut, namun juga membahayakan nyawa para sandera yang ditahan oleh Hamas, serta keamanan Israel sendiri dan stabilitas regional.

"Operasi militer Israel telah mengabaikan semua keahlian penting kontraterorisme yang diperoleh sejak 9/11 … operasi (militer) tersebut tidak memberikan kontribusi terhadap tujuan Israel untuk mengalahkan Hamas dan malah memperkuat daya tarik Hamas, Hizbullah dan aktor-aktor negatif lainnya," ungkap pernyataan bersama para pegawai negeri lintas negara.

Mereka mengaku telah menyatakan keprihatinan profesional mereka secara internal, namun ditolak karena pertimbangan politik dan ideologi.

Laporan yang sama turut menyerukan pemerintah AS dan Eropa untuk berhenti menyatakan kepada publik bahwa ada alasan strategis dan dapat dipertahankan di balik operasi militer Israel di Jalur Gaza.


Respons Israel

Anak Anak Pengungsi Palestina di Khan Yunis Jalur Gaza Selatan
Seorang wanita berjalan sambil menggendong bayi di taman bermain di sebuah sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang telah diubah menjadi tempat penampungan bagi para pengungsi Palestina di Khan Yunis di Jalur Gaza selatan pada 25 Oktober 2023. (Mahmud HAMS/AFP)

Menanggapi pernyataan bersama para pegawai pemerintah, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Inggris menyatakan ingin mengakhiri pertempuran di Jalur Gaza sesegera mungkin.

"Seperti yang dikatakan menteri luar negeri, Israel berkomitmen untuk bertindak sesuai hukum kemanusiaan internasional dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, namun kami juga sangat prihatin dengan dampaknya terhadap penduduk sipil di Gaza," kata seorang juru bicara Kemlu Inggris.

Komisi Uni Eropa mengungkapkan pihaknya sedang mencermati pernyataan tersebut. Kementerian Luar Negeri AS belum berkomentar.

Para pejabat Israel secara konsisten menolak berbagai kritik atas operasi militer mereka. Menanggapi pernyataan bersama para pegawai negeri, Kedutaan Besar Israel di London membela diri dengan menyatakan pihaknya terikat oleh hukum internasional.

"Israel terus bertindak melawan organisasi teroris yang melakukan kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan," sebut Kedutaan Besar Israel di London.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebelumnya mengklaim bahwa hanya tekanan militer penuh terhadap Hamas yang akan menjamin pembebasan sandera lebih lanjut, sementara militer Israel mengaku telah menghancurkan infrastruktur bawah tanah yang digunakan oleh kelompok tersebut, termasuk pusat komando, lokasi senjata, dan fasilitas untuk menyandera.

Israel telah berulang kali menolak tuduhan mereka sengaja menargetkan warga sipil. Sebaliknya, mereka menuduh Hamas bersembunyi di dalam dan sekitar infrastruktur sipil.

Pada Sabtu, militer Israel mengklaim, "Di seluruh (kota) Khan Yunis, kami telah melenyapkan lebih dari 2.000 teroris di atas dan di bawah tanah."

Sejak dimulainya perang Hamas Vs Israel pada 7 Oktober 2023, setidaknya 27.019 warga Palestina tewas dan lebih dari 66.000 lainnya terluka. Para pejabat Israel menuding bahwa 9.000 di antara korban tewas adalah militan Hamas, namun mereka tidak menyertakan bukti. 

 

Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perang Israel-Hamas Lewati 100 Hari. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya