Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun telah berlalu sejak perang Rusia Vs Ukraina dimulai pada Februari 2022. Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengungkap bahwa masa perang bergantung pada pemimpin Rusia, yaitu Vladimir Putin.
"Jangan tanya Ukraina. Kapan ini akan berakhir, tanyakan pada Putin dan Rusia mengapa mereka masih bisa melanjutkan ini semua," kata Hamianin dalam acara Peringatan Dua Tahun Invasi Penuh Rusia di Ukraina, yang digelar di Kedutaan Besar Polandia, Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Baca Juga
"Jika Rusia menghentikan perang, itu adalah satu-satunya cara agar perang ini berhenti," katanya.
Advertisement
Di hadapan para duta besar sejumlah negara Uni Eropa, Hamianin pun turut menggalang dukungan untuk membantu perjuangan Ukraina untuk meraih kemerdekaannya.
Hal ini, sebut Hamianin dapat dilakukan melalui koalisi gabungan.
"Saya ingin mengundang pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk bergabung dalam koalisi kelompok kerja internasional," ujar dia.
"Saya juga menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkannya (untuk terlibat). Ini adalah inisiatif kemanusiaan. Ini adalah sesuatu yang penting bagi dunia."
Dukungan dari Polandia
Polandia menyatakan dukungan mereka terhadap Ukraina.
"Saya ingin menggarisbawahi dukungan berkelanjutan dari Polandia. Masyarakat Polandia menyediakan tempat penampungan bagi jutaan pengungsi, mengirim persenjataan dan bantuan militer ke Ukraina," kata Duta Besar Polandia untuk Indonesia Beata Stoczyńska.
"Apa yang dilakukan pemerintah Rusia tidak hanya mengakibatkan kehancuran fisik, namun juga meninggalkan bekas luka abadi pada jiwa manusia," lanjut dia.
Beata pun turut menyampaikan penghormatannya kepada pemerintah dan rakyat Ukraina atas perjuangan yang mereka lakukan selama ini.
Advertisement
Uni Eropa Serukan Hal Sama
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Denis Chaibi pun menyampaikan hal senada. Ia menekankan bahwa tak ada pembenaran atas apa yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina.
"Kami telah melihat secara dekat korban perang saudara, sekitar lebih dari 10 ribu warga sipil menjadi korban," katanya.
"Menurut saya, tidak ada pembenaran untuk jumlah korban sebesar itu."