Jerman Serukan Bantuan Lebih Besar ke Jalur Gaza dan Peringatkan Israel Bahaya Serangan ke Rafah

Israel menyatakan Hamas tidak dapat sepenuhnya dilenyapkan di Jalur Gaza tanpa menargetkan Kota Rafah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 17 Mar 2024, 07:02 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2024, 07:02 WIB
Distribusi Makanan Warga Gaza Palestina
Warga berkerumun menunggu distribusi makanan di Rafah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Rabu (8/11/2023). Sejak dimulainya perang Israel-Hamas, Israel membatasi jumlah makanan dan air yang diperbolehkan masuk ke wilayah Jalur Gaza sehingga menyebabkan kelaparan yang meluas di seluruh wilayah tersebut. (AP Photo/Hatem Ali)

Liputan6.com, Berlin - Kanselir Jerman Olaf Scholz menyerukan pengiriman lebih banyak bantuan untuk Jalur Gaza via jalur darat. Dia mengkritik rencana Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Kota Rafah di Gaza Selatan.

Israel sebelumnya membela rencana serangannya di Rafah dan menyatakan bahwa hal itu perlu untuk memusnahkan Hamas.

Pernyataan Scholz muncul sehari setelah paket bantuan pertama via laut tiba di Jalur Gaza. Paket itu berisi 200 ton makanan, termasuk beras, minyak, dan kurma. Demikian seperti dilansir BBC, Minggu (17/3/2024).

Adapun misi pengiriman bantuan via laut dilakukan oleh badan amal World Central Kitchen (WCK) bekerja sama dengan Uni Emirat Arab.

Bantuan telah mengalir ke Jalur Gaza secara lamban sejak perang terbaru dimulai pada 7 Oktober 2023. Sejak itu pula, lebih dari 31.400 orang tewas di Jalur Gaza.

Berbicara kepada wartawan menjelang kunjungannya ke Timur Tengah, Scholz menggambarkan situasi di Jalur Gaza "sulit". Dia menambahkan, "Saat ini diperlukan bantuan dalam skala yang lebih besar untuk mencapai Jalur Gaza."

Dia mengaku akan membicarakan masalah ini dengan rekan-rekannya di kawasan.

Peringatan untuk Israel

Potret Antrean Warga untuk Dapatkan Makanan di Rafah
Warga Palestina di Rafah, Gaza kesulitan mendapatkan makanan. (AP Photo/Fatima Shbair)

Scholz kemudian menekankan bahwa Jerman prihatin dengan perkembangan militer di Rafah, yang berbatasan dengan Mesir. Lebih dari satu juta orang dari wilayah lain di Jalur Gaza berlindung di sana.

"Ada bahaya bahwa serangan besar-besaran di Rafah akan mengakibatkan banyak korban sipil dan hal ini harus dihindari dengan cara apa pun," kata Scholz.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan telah menyetujui rencana operasi militer di Rafah. Dia menyatakan bahwa tentaranya sedang mempersiapkan evakuasi warga sipil.

Mempertahankan strateginya, Israel mengatakan Hamas tidak dapat sepenuhnya dilenyapkan di Jalur Gaza tanpa menargetkan Rafah.

Rencana Israel telah dikritik oleh komunitas internasional, PBB dan AS juga memperingatkan bahwa serangan besar-besaran di Rafah bisa menjadi bencana.

Berbicara pada Kamis, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pihaknya berencana memindahkan pengungsi Palestina di Jalur Gaza ke tempat yang mereka sebut "pulau kemanusiaan" di tengah jalur tersebut. Tidak jelas seperti apa bentuk pulau tersebut atau bagaimana cara pengoperasiannya.

Netanyahu: Tuntutan Hamas Tidak Realistis

Benjamin Netanyahu
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (Dok. AFP)

Israel membantah menghalangi masuknya bantuan ke Jalur Gaza dan menuduh organisasi bantuan gagal mendistribusikannya.

Sementara itu, perwakilan Israel dan Hamas dilaporkan bertemu di Doha untuk membicarakan kemungkinan kesepakatan gencatan senjata pada hari Minggu. Hamas mengatakan pihaknya telah memberikan "visi komprehensif" kepada para mediator.

Namun, Netanyahu menuduh Hamas membuat tuntutan yang tidak realistis. Meski demikian, dia setuju untuk mengirim perunding Israel ke Qatar.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC pada Sabtu (16/3), juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Margaret Harris menuturkan merupakan kabar baik mendengar adanya gerakan menuju gencatan senjata. Dia menggambarkan tindakan tersebut sebagai satu-satunya jawaban terhadap situasi saat ini di Jalur Gaza.

Dr Harris mengatakan rekan-rekannya di lapangan belum pernah melihat penderitaan seperti ini.

"Mereka belum pernah melihat kecepatan dan kengerian serta kesengsaraan yang dialami orang-orang yang tinggal di sana, hidup berdesakan secara besar-besaran, kelaparan di tempat-tempat yang dipenuhi kotoran manusia, tidak mampu membersihkan tempat itu karena kita bahkan tidak bisa memasukkan klorin."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya