Demo Pro-Palestina di Kampus-kampus AS: Columbia University Mulai Menskors Mahasiswa yang Tolak Bongkar Tenda

Columbia University menjadi jantung pergerakan mahasiswa dalam memprotes kebiadaban Israel di Jalur Gaza.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 30 Apr 2024, 20:21 WIB
Diterbitkan 30 Apr 2024, 20:20 WIB
Mahasiswa pengunjuk rasa pro-Palestina mendirikan tenda di Columbia University, New York, Amerika Serikat (AS) pada Rabu (24/4/2024).
Mahasiswa pengunjuk rasa pro-Palestina mendirikan tenda di Columbia University, New York, Amerika Serikat (AS) pada Rabu (24/4/2024). (Dok. AP Photo/Stefan Jeremiah)

Liputan6.com, Washington, DC - Columbia University pada hari Senin (29/4/2024) mulai menangguhkan atau menskors aktivis pro-Palestina yang menolak membongkar perkemahan di kampusnya di Kota New York setelah sekolah Ivy League tersebut menyatakan kebuntuan dalam pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri protes yang terpolarisasi.

Rektor Columbia University Minouche Shafik menuturkan bahwa perundingan selama berhari-hari antara mahasiswa dan pemimpin akademis telah gagal membujuk para demonstran membongkar puluhan tenda yang didirikan untuk menyatakan penolakan terhadap aksi Israel di Jalur Gaza.

Tindakan keras di Columbia University, yang menjadi pusat protes terkait perang Gaza yang mengguncang kampus-kampus di seluruh Amerika Serikat (AS) dalam beberapa pekan terakhir, terjadi ketika polisi di University of Texas di Austin menangkap puluhan mahasiswa yang mereka siram dengan semprotan merica saat demonstrasi pro-Palestina.

Pihak Columbia University dilaporkan mengirimkan surat pada Senin pagi yang memperingatkan bahwa mahasiswa yang tidak mengosongkan perkemahan pada pukul 14.00 waktu setempat dan menandatangani formulir yang berjanji untuk mematuhi kebijakan universitas akan menghadapi skorsing dan tidak memenuhi syarat untuk menyelesaikan semester dengan baik.

"Kami telah mulai menangguhkan mahasiswa sebagai bagian dari fase berikutnya dari upaya kami untuk memastikan keamanan di kampus kami," kata juru bicara Columbia University Ben Chang pada Senin malam, seperti dilansir CNA, Selasa (30/4).

"Perkemahan ini telah menciptakan lingkungan yang tidak ramah bagi banyak mahasiswa dan dosen Yahudi kami dan gangguan bising yang mengganggu pengajaran, pembelajaran, dan persiapan ujian akhir."

Sebelumnya, Shafik menegaskan pihak kampus tidak akan melakukan divestasi dengan Israel, yang merupakan tuntutan utama para pengunjuk rasa. Sebaliknya, dia menawarkan investasi di bidang kesehatan dan pendidikan di Jalur Gaza dan menjadikan investasi langsung kampus lebih transparan.

Para pengunjuk rasa telah berjanji mempertahankan perkemahan mereka di kampus Manhattan sampai manajemen kampus memenuhi tiga tuntutan: divestasi, transparansi keuangan universitas, dan amnesti bagi mahasiswa dan dosen yang terlibat protes.

"Taktik menakut-nakuti yang menjijikkan ini tidak ada artinya dibandingkan dengan kematian lebih dari 34.000 warga Palestina. Kami tidak akan bergerak sampai Columbia University memenuhi tuntutan kami atau kami dipindahkan dengan paksa," kata para pemimpin koalisi Columbia Student Apartheid Divest.

Di antara ratusan pengunjuk rasa, banyak yang mengenakan keffiyeh, syal yang menjadi simbol perlawanan Palestina.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bukan Antisemitisme

Kemah Pro Palestina Bermunculan di Kampus-Kampus AS
Pengunjuk rasa menduduki kamp protes sementara di sekitar Swarthmore College pada 24 April 2024, Swarthmore, Pennsylvania. (Matthew Hatcher/Getty Images North America/Getty Images via AFP)

Rektor Columbia University sendiri mendapat kecaman dari banyak mahasiswa, dosen, dan pengamat luar karena dua pekan lalu memanggil polisi Kota New York untuk membongkar perkemahan mahasiswa.

Pada 18 April, terdapat lebih dari 100 penangkapan yang dilakukan polisi Kota New York. Insiden di Columbia University itu, memicu mahasiswa di puluhan kampus dari California hingga New England mendirikan perkemahan serupa untuk menunjukkan kemarahan mereka atas operasi Israel di Jalur Gaza.

Unjuk rasa pro-Palestina telah memicu perdebatan sengit di kampus mengenai di mana pihak kampus harus menarik garis antara kebebasan berekspresi dan ujaran kebencian.

Mahasiswa yang memprotes serangan militer Israel di Jalur Gaza, termasuk beberapa aktivis perdamaian Yahudi, menekankan bahwa mereka dikecam sebagai antisemitisme hanya karena mengkritik pemerintah Israel atau karena menyatakan dukungan terhadap hak-hak Palestina.

"Gerakan ini sendiri bukanlah antisemitisme," kata Nicholas Fink, mahasiswa baru jurusan sejarah di Columbia University yang tidak berpartisipasi dalam protes tersebut.


Penangkapan Masih Terjadi

Kemah Pro Palestina Bermunculan di Kampus-Kampus AS
Aksi ini terjadi usai terjadi bentrokan antara polisi dan mahasiswa di Universitas Columbia, New York, saat aksi unjuk rasa mendukung Gaza. (Matthew Hatcher/Getty Images North America/Getty Images via AFP)

Di University of California, Los Angeles, (UCLA) tempat pihak-pihak yang berseberangan bentrok pada akhir pekan, para aktivis pro-Israel memasang layar besar dan pengeras suara untuk memutar rekaman serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel. Video tersebut ditujukan untuk melawan nyanyian pro-Palestina.

UCLA meningkatkan keamanan di sekitar perkemahan pro-Palestina, yang terdiri dari lebih dari 50 tenda yang dikelilingi pagar besi di dekat gedung administrasi utama kampus.

Kelompok hak-hak sipil telah mengkritik taktik penegakan hukum di beberapa kampus, seperti Emory University di Atlanta dan University of Texas di Austin, di mana polisi dengan perlengkapan anti huru hara dan menunggang kuda bergerak melawan pengunjuk rasa pekan lalu, menahan puluhan orang sebelum dakwaan dibatalkan karena kurangnya bukti.

Protes dan penangkapan kembali berkobar di Austin pada hari Senin. Polisi kampus yang didukung oleh polisi negara bagian Texas berusaha membubarkan protes mahasiswa besar-besaran dengan menggunakan semprotan merica dan serangan kilat, serta menangkap sedikitnya 43 orang.

Dalam perkembangan lainnya, Virginia Tech mengatakan pada hari Senin bahwa 91 pengunjuk rasa yang ditangkap pada Minggu malam telah didakwa melakukan pelanggaran.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya