Liputan6.com, Washington, DC - Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Rabu (18/9/2024), menyampaikan keprihatinan mereka atas memburuknya krisis kemanusiaan di Afghanistan.
PBB juga memperingatkan bahwa jutaan orang berada dalam risiko akibat kekurangan dana dan terbatasnya dukungan internasional. Demikian seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (21/9).
Baca Juga
Perwakilan Khusus Sekretrais Jenderal PBB untuk Afghanistan dan Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan, Rencana Respons Kemanusiaan Afghanistan tahun 2024 hanya didanai sekitar 30 persen dari yang dibutuhkan -- atau sekitar USD 900 juta dolar dari total kebutuhan yang mencapai USD 3 miliar.
Advertisement
Kekurangan ini berarti bahwa hampir 900.000 anak yang memerlukan pengobatan karena kekurangan gizi yang parah akan kehilangan dukungan, sehingga membuat mereka 12 kali lebih mungkin meninggal dibandingkan anak-anak yang sehat.
"Afghanistan tercerabut dari komunitas internasional. Tokoh-tokoh Taliban, yang banyak di antaranya secara de facto adalah menteri, terkena sanksi dan tidak dapat melakukan perjalanan tanpa izin. Aset Bank Sentral Afghanistan dibekukan, sehingga membatasi potensi pengembangan sektor swasta. Dan otoritas de facto tidak memiliki perwakilan di lembaga multilateral," kata Otunbayeva.
Direktur Eksekutif Urusan Perempuan PBB, Sima Sami Bahous, mengatakan undang-undang moralitas baru yang diterapkan di Afghanistan tidak hanya memisahkan perempuan dari laki-laki tetapi juga mengisolasi mereka dari perempuan lain.
Â
Survei: 90 Persen Anak Perempuan Afghanistan Alami Masalah Kesehatan
Survei menunjukkan bahwa hanya 22 persen perempuan Afghanistan yang rutin bertemu dengan orang di luar keluarga mereka, dan 18 persen tidak pernah melakukannya.
Dia mengatakan, 90 persen perempuan dan anak perempuan Afghanistan melaporkan bahwa kesehatan mental mereka buruk atau sangat buruk, dengan mayoritas perempuan melaporkan bahwa kesehatan mental mereka semakin memburuk setiap kuartal, dan 8 persen di antaranya mengetahui setidaknya satu perempuan atau anak perempuan yang pernah mencoba bunuh diri.
"Hentikan normalisasi praktik diskriminatif. Hentikan mengirim delegasi yang seluruhnya laki-laki untuk bertemu dengan Taliban, atau berhenti meminta perempuan hanya hadir dalam acara-acara administratif. Berkomitmenlah pada kesetaraan gender dalam interaksi internasional dengan otoritas de facto," kata Bahous.
Advertisement