Pejabat PBB: Memburuknya Krisis Kemanusiaan di Afghanistan karena Kurangnya Dana

PBB memperingatkan ada jutaan orang berada dalam risiko akibat krisis. Masalah ini disebabkan oleh kekurangan dana dan terbatasnya dukungan internasional.

oleh Tim Global diperbarui 21 Sep 2024, 12:03 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2024, 12:03 WIB
Menengok Anak-Anak Afghanistan di Tempat Pembuangan Sampah
Anak-anak mencari barang-barang plasatik di tempat pembuangan sampah di Kabul, Afghanistan (15/12/2019). Menurut statistik PBB, Afghanistan adalah salah satu negara termiskin di dunia di mana anak-anak menjadi sasaran kemiskinan dan kekerasan ekstrem setiap hari. (AP Photo/Altaf Qadri)

Liputan6.com, Washington, DC - Para pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada Rabu (18/9/2024), menyampaikan keprihatinan mereka atas memburuknya krisis kemanusiaan di Afghanistan.

PBB juga memperingatkan bahwa jutaan orang berada dalam risiko akibat kekurangan dana dan terbatasnya dukungan internasional. Demikian seperti dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (21/9).

Perwakilan Khusus Sekretrais Jenderal PBB untuk Afghanistan dan Kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan Roza Otunbayeva mengatakan, Rencana Respons Kemanusiaan Afghanistan tahun 2024 hanya didanai sekitar 30 persen dari yang dibutuhkan -- atau sekitar USD 900 juta dolar dari total kebutuhan yang mencapai USD 3 miliar.

Kekurangan ini berarti bahwa hampir 900.000 anak yang memerlukan pengobatan karena kekurangan gizi yang parah akan kehilangan dukungan, sehingga membuat mereka 12 kali lebih mungkin meninggal dibandingkan anak-anak yang sehat.

"Afghanistan tercerabut dari komunitas internasional. Tokoh-tokoh Taliban, yang banyak di antaranya secara de facto adalah menteri, terkena sanksi dan tidak dapat melakukan perjalanan tanpa izin. Aset Bank Sentral Afghanistan dibekukan, sehingga membatasi potensi pengembangan sektor swasta. Dan otoritas de facto tidak memiliki perwakilan di lembaga multilateral," kata Otunbayeva.

Direktur Eksekutif Urusan Perempuan PBB, Sima Sami Bahous, mengatakan undang-undang moralitas baru yang diterapkan di Afghanistan tidak hanya memisahkan perempuan dari laki-laki tetapi juga mengisolasi mereka dari perempuan lain.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Survei: 90 Persen Anak Perempuan Afghanistan Alami Masalah Kesehatan

Potret Perempuan Afghanistan di Tengah Aturan Wajib Burqa
Seorang perempuan Afghanistan menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Korea Selatan, di Kabul, Selasa (10/5/2022). Taliban pada Sabtu pekan lalu memerintahkan semua perempuan Afghanistan menutupi seluruh tubuhnya atau mengenakan burqa tradisional di depan umum. (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Survei menunjukkan bahwa hanya 22 persen perempuan Afghanistan yang rutin bertemu dengan orang di luar keluarga mereka, dan 18 persen tidak pernah melakukannya.

Dia mengatakan, 90 persen perempuan dan anak perempuan Afghanistan melaporkan bahwa kesehatan mental mereka buruk atau sangat buruk, dengan mayoritas perempuan melaporkan bahwa kesehatan mental mereka semakin memburuk setiap kuartal, dan 8 persen di antaranya mengetahui setidaknya satu perempuan atau anak perempuan yang pernah mencoba bunuh diri.

"Hentikan normalisasi praktik diskriminatif. Hentikan mengirim delegasi yang seluruhnya laki-laki untuk bertemu dengan Taliban, atau berhenti meminta perempuan hanya hadir dalam acara-acara administratif. Berkomitmenlah pada kesetaraan gender dalam interaksi internasional dengan otoritas de facto," kata Bahous.

Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kejatuhan dan Kebangkitan Taliban di Afghanistan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya