Liputan6.com, Wellington - Selandia Baru kembali membuat sejarah dengan mengakui Gunung Taranaki -- sekarang disebut Taranaki Maunga -- sebagai manusia.
Undang-undang yang disahkan pada Kamis lalu memberikan gunung ini hak dan tanggung jawab layaknya manusia, menandai langkah penting dalam pengakuan terhadap masyarakat adat Māori dan warisan budaya mereka.
Advertisement
Baca Juga
Gunung Taranaki, gunung berapi yang tidak aktif dengan ketinggian 2.518 meter di Pulau Utara Selandia Baru, dianggap sebagai leluhur oleh masyarakat Māori. Keputusan hukum ini merupakan bagian dari perjanjian pemulihan hak antara pemerintah dan suku-suku Māori di wilayah Taranaki, mengakui sejarah perampasan tanah sejak masa kolonialisasi.
Advertisement
Paul Goldsmith, anggota parlemen yang bertanggung jawab atas penyelesaian perjanjian antara pemerintah dan suku Maori, menyatakan bahwa pengakuan ini membebaskan Gunung Taranaki dari ketidakadilan masa lalu.
"Gunung ini telah lama menjadi leluhur yang dihormati, sumber kehidupan, serta tempat peristirahatan terakhir bagi banyak orang Māori," ujarnya, seperti dikutip dari laman Independent, Senin (3/2/2025).
Dengan pengakuan sebagai pribadi hukum, Taranaki Maunga kini memiliki hak dan tanggung jawab sendiri. Undang-undang menetapkan bahwa entitas hukum bernama Te Kāhui Tupua akan menjadi perwakilan resmi gunung ini. Entitas ini akan terdiri dari empat anggota suku Māori setempat dan empat anggota yang ditunjuk oleh Menteri Konservasi Selandia Baru.
Hak-hak hukum ini memungkinkan perlindungan gunung dari eksploitasi dan perubahan yang dapat merusak keseimbangan ekosistemnya. Selain itu, status hukum ini memastikan bahwa praktik adat Māori dapat dipulihkan, sementara akses publik tetap diperbolehkan dengan pengelolaan yang lebih berkelanjutan.
Sejarah Panjang Kolonialisasi dan Perjuangan Suku Maori
RUU yang mengakui status hukum Gunung Taranaki disetujui secara bulat oleh 123 anggota parlemen Selandia Baru. Keputusan ini disambut dengan waiata—nyanyian tradisional Māori—oleh masyarakat yang hadir di parlemen, menunjukkan betapa pentingnya momen ini bagi mereka.
Pengakuan ini menjadi langkah penting dalam mengoreksi sejarah panjang ketidakadilan terhadap masyarakat Māori. Pada tahun 1865, pemerintah kolonial mencaplok tanah di sekitar Gunung Taranaki sebagai hukuman atas perlawanan suku Māori terhadap kekuasaan Inggris.
Selama bertahun-tahun, masyarakat adat kehilangan hak untuk mengelola gunung mereka, sementara pariwisata dan kegiatan lain semakin berkembang tanpa keterlibatan mereka.
Namun, sejak tahun 1970-an, gerakan protes Māori mulai menuntut pengakuan lebih besar terhadap hak-hak mereka. Perubahan hukum ini menjadi bagian dari tren global dalam mengakui hak-hak alam dan masyarakat adat.
Advertisement
Pengakuan Hak Alam di Selandia Baru
Meskipun pengakuan ini menjadi langkah besar dalam menghormati hak-hak Māori, masih ada tantangan lain yang harus dihadapi. Kontroversi mengenai perubahan hukum terkait Treaty of Waitangi, perjanjian dasar antara pemerintah Inggris dan suku Māori, masih menjadi perdebatan sengit di Selandia Baru.
Selandia Baru menjadi pelopor dalam memberikan status hukum kepada fitur alam. Sebelumnya, pada 2014, hutan Te Urewera diakui sebagai pribadi hukum, diikuti oleh Sungai Whanganui pada 2017.
Pengakuan ini tidak hanya berdampak di dalam negeri tetapi juga menginspirasi negara lain untuk mempertimbangkan perlindungan hukum terhadap lingkungan. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan perubahan iklim dan konservasi, pendekatan ini bisa menjadi model bagi negara lain dalam menjaga keseimbangan ekosistem serta menghormati hak-hak masyarakat adat.